Tuesday 26 August 2014

Tolak Ukur yang Visioner

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat diwawancara oleh sebuah radio di Bandung. Standar lah ya, pasti ditanya seputar urusan persampahan di kota Bandung. Si radio itu penasaran banget sama tanggapan saya terkait program-program baru dari pemkot Bandung, seperti tempat sampah baru yang disimpan di pinggir jalan.


Juga penasaran sama tanggapan saya tentang program GPS alias Gerakan Pungut Sampah.


Nah! Saya diminta tanggapannya tentang efektifitas dari program tersebut.
Karena saya bukan tim review-er dan atau tim monev-nya maka saya sih jawabnya pakai tolak ukur yang visioner aja. Ngawang-ngawang dan kayak ngasal, tapi ini bener-bener tolak ukur yang paling ideal.

Misalnya untuk program GPS. Program ini secara mudahnya saya kenali sebagai kegiatan rutin sepanjang tahun yang aktivitasnya adalah mengambil sampah yang ada di sekitar tempat tinggal atau tempat aktivitas.

Jadi, saya bilang ke yang pewawancara radionya: keberhasilan program GPS ini adalah kalauuuuu: pas jadwal GPS, sekelompok orang udah siap-siap bawa kantong plastik, capit sampah, sapu dkk.....ternyataaaaaaaaaa mereka tidak menemukan satu sampah pun yang bisa dipungut karena semua orang sudah membuang sampahnya di tempat yang telah disediakan secara terpisah.

Bahkan kalau kita tengok di tempat sampahnya, sampah non organis isinya sangat sedikit karena warga bandung sudah mengurangi sampahnya dari awal dan menggunakan barang-barang yang bisa dipakai ulang dalam jangka waktu panjang.

Itu tolak ukur yang tampak heureuy. Tapi ini beneran serius! Dan kita perlu yakin bahwa kita perlu ke sana pada akhirnya! Masa mau seumur-umur ngambilin sampah orang lain :)

Satu kasus lagi yang membuat saya kembali mengeluarkan tolak ukur yang nyeleneh dan aneh. Tapi percayalah, ini juga salah satu tolak ukur yang visioner.

Di grup ada yang posting gambar ini. Amati baik-baik yah, kira-kira ada berapa tutup botol plastik AMDK yang terdapat pada gambar di bawah ini.



Semakin banyak jumlah tutup botol yang ada di kerajinan ini, artinyaaaaaaaaa (tapi ini penafsiran yang gak umum) semakin banyak produk AMDK yang kita gunakan.

Jadiiiiiii, si wadah biru ini bisa berfungsi sebagai tolak ukur keberhasilan gaya hidup zero waste kita!
Dengan catatan: kita membuatnya sebagai bentuk tanggung jawab kita me-reuse sampah yang kita hasilkan. Artinya: tutup botolnya yang ada di wadah biru ini murni dari tutup botol AMDK yang sempat kita hasilkan.

Tolak ukurnya: makin lama kita menyelesaikan pembuatan wadah biru ini artinya kita telah berhasil mengurangi sampah botol AMDK dari awal. Karena susah cari bahan baku. Kan biasa pakai tumbler dan kawan-kawannya.

Kalo si anil yang bikin wadah biru ini, lama pisan jadinya. Soalnya udah lama gak beli AMDK.

Berpikir beda sama orang lain, kalau kita yakin, itu seru bangetttt!
Tolak ukur yang visioner: SERU!

Saturday 16 August 2014

Reuse Makanan: Lumpia Goreng!

Banyak ide yang berkeliaran di otak. Tapi perlu diolah lebih lanjut. Sekarang kita cerita-cerita yang ringan aja dulu yah.

Kalau diem di rumah, kadang kita menemui sisa-sisa makanan. Kalau di rumah, dari jaman dulu pisan, emang udah kebiasaan rada buruk saat manage jumlah makanan yang dimasak. Penyebabnya  bisa macem-macem, tapi bukan itu tema yang mau diceritain sekarang.

Yang mau dibahas adalah: gimana cara menyelamatkan makanan sisa tersebut? Atau gimana cara me-reuse makanan tersebut? Supaya gak langsung saja terbuang? 

Beberapa hari yang lalu ada sisa tumis buncis semangkok. Maka langsung lah kita berdua (saya dan adik) mikir cara manfaatinnya. Setelah ngobrol-ngobrol, belanjalah saya ke warung. Beli kulit lumpia, bawang daun, bawang bombay.

Mari kita membuat lumpia goreng!
1)      Awalnya potong-potong dulu bawang daun dan bawang bombay



2)      Campurkan potongan bawang daun dan bombay ke dalam sisa makanan (dalam hal ini tumis buncis)
3)      Kulit lumpia yang biasanya nempel-nempel dipisahkan satu-satu
4)      Gelar kulit lumpia di atas talenan atau bidang datar lainnya
5)      Masukkan sekitar 1 sendok makan campuran tumis ke atas kulit lumpia
6)      Lipat secara dan sehingga terbentuk seperti lumpia
7)      Pakai tepung cair (dibikin dari tepung yang diberi air) sebagai lem pada lipatan terakhir lumpia


8)      Goreng dalam api sedang
9)      Tiriskan minyaknya
10)   Hasil reuse makanan berupa lumpia siap dimakan! Bisa dicocol dengan sambal botol atau jenis sambal lainnya. Dijamin lumpia ini lebih laku dibanding tumis sisa kemarin.

Manfaat dari bikin lumpia goreng dengan isi sisa makanan ini pastinya bisa memanfaatkan bahan yang ada (daripada langsung dibuang karena gada yang mau makan karena udah gak habis) dan kalau masaknya bareng-bareng, bisa tambah akrab karena sambil ngerumpi heheh.
Slamat makaaaaaan J


Saturday 9 August 2014

Kalau Rapuh & Mudah Retak, Gimana Mau Di-REUSE?!?

Beberapa waktu belakangan ini, dalam kurun waktu tak lebih dari 2 minggu, saya menemukan beberapa fakta yang pikasebeleun yang mungkin juga jadi penghambat aktivitas reuse (pakai ulang) bagi sebagian orang yang sudah niat.  

SATU. Rapuhnya kresek yang dipakai untuk bungkus loyang kue. Padahal tujuan dari pemakaian kresek ini, supaya pas loyang disimpan gak kena debu (karena tempat penyimpanannya terbuka). Begitu diangkat: weeeeek weh soek. Rapuh pisan kaya hati. Gimana mau direuse?



Kayanya kresek ini termasuk kresek yang katanya "ramah lingkungan" (padahal enggak). Jelasnya tentang jenis kresek oxium (yang diduga sebagai bahan kresek yang soek tersebut) sebagai inovasi yang absurd karena justru memperkecil untuk pemakaian ulang, intip di postingan Rima.

DUA. Ketika acara buka puasa bersama temen-teman kuliah ada yang meninggalkan beberapa biji korma dan keler plastic sebagai wadahnya. Karena si anil jadi panitia maka kebagian untuk ngampihan. Gatau juga punya siapa. Begitu dibawa ke rumah, kormanya dipindah dan tiba-tiba: kraaaakk weh retak. Yaelah, kirain kelernya masih bisa lah dipake ulang buat wawadahan. Kalo gampang retak kaya gitu, gimana mau direuse?



TIGA. Yang terakhir yang kacau mah. Selain kesel sama kualitas plastic yang butut, kesel juga sama desain tutup keler yang gampang ngebuka sendiri. Singkat cerita, waktu itu bawa kue buat icip-icip dan gak abis. Sisa beberapa buah. Awalnya ketika pergi dan masih penuh diberi isolasi. Aman. Pas pulang gak persiapan bawa isolasi. Dan terjadilah kue + bubuknya bertebaran di tas. 

Si keler plastic yang berbentuk apel ini juga (yang dulunya bekas beli coklat caca) retak. Mungkin karena ke-teken saat perjalanan. Kalo serapuh itu + desain tutupnya gak stabil (gampang buka), gimana mau direuse?



Oke, mungkin temen-teman ada yang bilang: ketiga barang tersebut bisa didaur ulang ko.
Eits, jangan dulu bahagia! Proses mendaur ulang tuh gak segitunya aman bagi kesehatan dan lingkungan. Intip di film yang ini deh.




Jadi pilihan yang agak mending adalah me-reuse si bahan plastic itu sebelum didaurulang atau akhirnya dibuang (plastic bukan bahan yang bisa terus-terusan didaur ulang)

Tapi kalo plastiknya yang terlanjur ada malahan rapuh dan gampang retak begini, kumaha ieuuuuu?

Kesimpulan yang didapet dari 3 fenomena ini adalah: sebisa mungkin tong kabita sama wadah-wadah yang kayanya bisa dipake ulang. Produsen sekarang banyak mengiming-imingi pembeli dengan bonus dan wadah-wadah plastik sebagai salah satu bonusnya). Teliti sebelum membeli. Bonus memang gratisan. Tapi kalau kualitasnya buruk dan akhirnya berpotensi cepet nyampah lagi, janganlah tergoda wahai kawan dengan bonus-bonus.

Ketika membeli wadah plastic yang diniatkan untuk dipakai ulang (di-reuse) pilih yang kualitasnya lebih baik sehingga beneran bisa dipakai selama mungkin. Gak selamanya yang kualitas bagus itu harus mahal. Misting saya ada yang merk standar, harganya relatif murah, gak bocor dan masih dipakai sampai sekarang.

Yuk, tetap memakai ulang segala benda selama mungkin sebelum mereka didaur ulang ataupun dibuang.  

Saturday 2 August 2014

Semua Tumbuh dan Berkembang

Tempo hari kita rame-rame pergi main. Kita tuh maksudnya barengan sama sepupu. Berhubung si sayah lahir paling duluan, baru kemudian pada ngaburudul cucu lainnya 8 tahun kemudian, maka jadilah paling kolot sorangan.

Nih dia foto terbaru! Pasca lebaran tahun ini (Juli 2014).




Sekarang, si sepupu-sepupu udah tinggi-tinggi. Beberapa sudah kuliah. Bahkan ada yang sudah beres sidang. Dari yang asalnya putih banget pas kecil, tiba-tiba ngahideungan. Dari yang botak, sekarang rambutnya gondrong. Dari yang asalnya rewelan banget dan tukang mewek, sekarang makin jagoan ngeles. Beberapa juga sempat keasuh. Banyak kisah-kisah ke-ciblo-an dan ke-oon-an yang ditebar dan diungkap selama kumpul lebaran kemarin. Ditambah lagi ada acara bongkar foto di masa kecil. SERU! Dan sebagai paling gede makaaaaa semua rahasia dan kecibloan si mereka-mereka ada di tangan (hahaha, ketawa ala setan).

Dulu suka ngumpul juga pas liburan sekolah. Masing-masing punya keunikan. Dan seiring dengan berjalannya waktu semua tumbuh dan berkembang. Ini foto jaman masih pada kecil. Lagi partai catur ceritanya mah.



Dan ini pas rada mulai membesar. Foto bareng embah-embah. Kenangan pas mereka ulang tahun pernikahan yang ke 50. Dan sekarang embah utinya sudah gak bisa lihat lagi secara langsung proses tumbuh dan berkembangnya kita.