Tuesday 19 December 2017

Kesan dari Partisipan Urban Social Forum

Ceritanya, hari sabtu kemarin saya datang ke acara Urban Social Forum. Bermula dari info kegiatan Forum BJBS yang dipublikasikan di grup whatsapp, saya lalu penasaran, sebenarnya acara apakah Urban Social Forum ini? Lalu buka instagram dan web-nya. Web-nya berbahasa Inggris. Jadi kepikir: ini kegiatan sebenarnya buat siapa? Diadakan di Bandung tapi kok web-nya berbahasa Inggris? (ternyata di hari H ketauan banyak bule dan orang negeri yang dateng dan ini acaranya hasil kerjasama jaringan internasional)

Lalu nengok-nengok instagramnya dan melihat: BANYAK PISAN panel dan pembicara yang ada di acara USF! Oke, mulailah gairah pengen meng-event tumbuh. Ini kebayangnya semacem reuni besar para aktivis angkatan lama dan pengenalan isu-isu aktivisme perkotaan ke aktivis atau orang-orang yang tertarik pada isu perkotaan. Dan saya menjadwal supaya di hari itu bisa pergi ke acara tersebut.

Di hari H,saya sengaja gak ikut isu yang biasa digeluti sehari-hari yaitu pengelolaan sampah. Tapi belok-belok ke bidang lain sehingga berharap mendapatkan wawasan baru. Panel 3 dan 10 adalah panel yang saya ikuti selain forum utama pembuka yang dihadiri oleh semua peserta. 





Sepulang ber-Urban Social Forum, saya jadi kepikiran. Orang yang dateng segitu banyak. Kira-kira apa saja motivasinya ya? Dan apakah harapan di awal terpenuhi dengan mengikuti acara akbar tersebut? Atau malah dapet banyak bonus ekstra berlipat ganda? 

Karena penasaran (gitu weh anaknya teh kepo) lalu saya cari di instagram, orang-orang di hari H USF posting dengan hastag #urbansocialforum dan #urbansocialforum2017 . Sengaja ga tanya ke orang yang kenal. Kan biar sekalian punya kenalan baru (angger wkkwkw) dan juga mendapatkan cara pandang baru. Dan berharap banget bisa dapet jawaban yang ajaib. 

Dengan metode nanya secara acak itu, bener deh nemu responnya cukup beragam dan posisi di kegiatan juga beragam. Asalnya hanya kepikir untuk tanya ke peserta aja, eh taunya nemu yang juga jadi moderator, relawan kegiatan dan juga pembicara. Kaya gimana kesan mereka terhadap acara USF? Ini dia ceritanyaaaa~


MUHAMMAD SOFIANDI  (kanan)



Sofian  datang bersama ibu dan kawannya ke acara Urban Social Forum. Informasi kegiatan ini didapatkan dari ibunya yang tergabung dalam grup whatsapp Komunitas KBS Bandung. 

Kegiatan ini dirasa mengesankan bagi Sofian yang baru pertama kali mengikuti kegiatan diskusi bertema persampahan. Kegiatan diskusi dirasa dapat mendukung apa yang sedang Sofyan lakukan sekarang bersama warga Kopo RW 7 yang ingin mewujudkan lingkungan yang sehat, bersih dan tanpa sampah.Setelah mengikuti panel bertema persampahan, Sofyan lalu mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi santai bersama 2 pembicara yang dengan hangat memberikan masukan-masukan terhadap kegiatan pengelolaan sampah yang akan dijalankan di RW-nya.




ALMIRA YASMINE (tengah)
Almira cukup sering menjadi relawan untuk kegiatan di bidang seni dan desain. Kali ini, motivasi awal Almira gabung jadi relawan bagian acara untuk kegiatan USF adalah untuk mengisi waktu senggang ketika libur. 

Almira menyangka bahwa ini cuma forum diskusi atau seminar biasa, tapi ternyata dia menemukan banyak hal yang mencengangkan ketika masuk ke panel-panel! Satu yang membuatnya semakin mengenali realita kehidupan perkotaan dengan mengikuti kegiatan diskusi di panel 22. Panel tersebut membukakan mata bahwa ada sisi lain yang selama ini terabaikan yaitu rakyat miskin sebagai pemangku kepentingan yang ada di suatu daerah. Almira selama ini lebih menangkap tentang keberhasilan pemkot untuk membersikan sungai atau melakukan pembangunan keberlanjutan kota. Di balik itu semua ada kurangnya proses komunikasi 2 arah antara pemerintah dan rakyat. Yang rakyat miskin rasakan, pemerintah main gusur aja tanpa tahu kondisi masyarakat bahwa penggusuran memutuskan mata pencaharian dan tempat tinggal sebagai tempat berlindungnya.


SALAHADIN


Tujuan Adin datang ke Urban Social Forum adalah karena ikut penjadi salah satu pembicara di panel 15. Di USF ini, Adin bertemu dengan kawan-kawan lama, jaringan dan teman baru sesama pegiat kota. Arus informasi di dalam pertemuan formal dan informal terasa mengalir di acara tersebut. 

Harapan Adin terhadap USF selanjutnya adalah cukup seperti yang telah ada sekarang saja karena ini seperti ajang reuni diantara para pegiat. Pengembangan USF ke depan mungkin bisa berupa replikasi event ini di kota yang pernah disinggahinya, tentunya lebih berkonteks lokal dan punya kekuatan rekomendasi atas fenomena kekinian.



RAMAH HANDOKO (Kiri)

Diantara beberapa orang yang ditanya-tanya  terselip ada 1 orang pemerintahan ternyata!
Dia adalah Ramah Handoko alias Kokow salah satu pegawai di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK RI. Hadir di acara USF atas tugas negara karena para pegiat SPAK tahun depan akan banyak berkegiatan dengan KPK. 

Yang diamati oleh Kokow di acara ini adalah sebenarnya acara ini bisa banget jadi ajang semua aktivis untuk "unjuk gigi" tapi sayangnya di acara kemarin, para aktivitis tersebar di masing-masing panel sehingga kemungkinan malah pada ga saling lihat paparan yang disampaikan. 


Menurut Kokow, pada event USF ini terlihat bahwa isu antikorupsi masih belum banyak di buy-in oleh pegiat urban. Terlebih lagi dengan sistem panel paralel tersebut lebih mengkotakkan isu antikorupsi ke wilayah yang lebih asing lagi. Terbukti dengan dengan sedikitnya orang yang hadir di panel 13. 

Terlepas dari itu semua, menurut Kokow, USF adalah acara yang memiliki potensi besar dan akan lebih seru bila dihadiri oleh lebih banyak anak zaman now. Dan bonus dari kegiatan USF ini adalah Kokow mendapatkan ide untuk mengembangkan kegiatan komunitas dan jaringan antikorupsi di tahun 2018. 


ROZAK 

Dan saya baru sadar bahwa USF 2017 ternyata USF ke 5. Ngaku sebagai "aktivis" tapi bahkan gatau ada event gedenya para pegiat perkotaan. Saya mulai nyadar bahwa ini adalah USF ke 5 karena saya "nemu" alumni USF 1-4 yang bernama Rozak. Rozak sangat menikmati aktivitas setiap diskusi untuk menumbuhkan kepekaan dan mengutarakan ide-ide. Tapi sayangnya tahun ini dia batal ikut. Di tahun sebelumnya, Rozak menjadi pemateri untuk isu pemanfaatan ruang publik.

Sebagai alumni USF 1-4 tentunya Rozak dapat membandingkan format kegiatan dari tahun ke tahun. USF 1 ternyata bentuknya diskusi melingkar di bawah pohon. Semua ikut diskusi dan tidak ada pembicara, hanya ada pemantik di awal diskusi. Sehingga semua punya kesempatan diskusi dan menyampaikan ide dan pengalaman. Rozak berharap USF selanjutnya bisa lebih banyak lagi tema diskusinya, juga diskusi berjalanlebih aktif dan kreatif.   

Sunday 26 November 2017

Vitamin Secukupnya

Lamaaaaa banget rasanya ga ikut kegiatan diskusi dan sejenisnya yang diadakan oleh komunitas. Ini pasti hiperbola sih. Pasti definisi "lama" itu gak sampai bertahun-tahun. Istilah yg biasanya digunakan untuk menyebut "ikut kegiatan" ini biasanya disebut iipenan. Plesetan dari "mengikuti event" tapi pake sisipan ala bahasa Sunda.

Nah jumat kemarin, saya mengikuti sebuah acara di tempat hits masa kini yaitu #dilokasi. Berada di area Dago, dulunya Walini dan letaknya di sebrang SMAK Dago. 




Awalnya memang ingin datang ke acara tersebut, tapi belakangan ini suka kelamaan mikirnya kalo mau iipenan. Mulai dari urusan "lama di jalan", hoream macet, susah pulang malem, ada-ada aja hal yang mendesak, sampai ke "males ah ujan". Tapi niat baik mah selalu wae ada jalannya, tibatiba mbak Mel ngajak jadi notulen di acara tersebut. Nah kan! Kesempatan ngikut acara bahkan dibayarr. Cukup banget buat ongkos di hari itu dan bisa traktirr makan swamik ikan bakar. Berkongsi dengan Jessis, yang juga udah niat datang ke acara, ahirnya kita 1 tim kembalii.

Acaranya talkshow yang gurih, renyah dan bervitamin. Asik aja denger diskusi tentang isu yg bukan keseharian digeluti. Jadi punya sudut pandang baru tentang PKL dan makanan. Beda loh rasanya nonton talkshow rekaman dan nonton langsung ada di TKP. Lebih berasa! Berikut ada kesempatan untuk bertanya dan diskusi, walaupun sedikit sih waktu yang tersedia. Eh ada lagi bonus lainnya, iipenan juga kesempatan ketemu temen-temen lamaaa. Dan kalau waktunya lapang, sebelum, sesudah dan pas jam istirahat bisa interaksi alias ngobrol-ngobrol. Nya kitu weh kalo hobinya ngobrol mah hehe. 


Demikianlah vitamin secukupnya yang menjelma menjadi kebahagiaan di suatu sore~

Saturday 18 November 2017

Minggu Sibuk vs Minggu Sepi

Kebiasaan aktif di luar rumah udah dimulai sejak jaman kuliah. awalnya seperti sejenis pelarian dari rumah (ngapain ya lari-lari. capeee wkwwk). tapi lama-lama kecanduan. 

Bertaun-taun sibukkkk kerja ataupun aktivitas yg terkait kerjaan, atau main yang terkait lingkar kerjaan juga. Dan ada masanya, kerja mulai melendoy, tapi senengnya maen mulu. Keluyuran. Bisa pulang lewat dari jam 12 malem segala. Ulin weh tuluy~

Nah, beberapa bulan ini, tepatnya setelah nikah, episode hidup mulai berubah. Bukan! Bukan karena sibuk ngurusin suami. Da dia mah udah gede (tepatnya udah tuir) jadi ga banyak harus diurus juga. Tapi pola kerja yang berubah. Dari staf gajian beralih jadi freelance. ini seruseru sedap berikut deg-degan sih rasanya. Freelance soalnya ga jelas pola "kapan kerjaan dateng". Butuh keyakinan yang lebih kuat dibanding saat punya gaji bulanan. 

Ada pola yang berubah juga  sih sebenarnya saya jadi kurang piknik, nge-event dan ulin karena ngikutin pola pulang kerja suami. Bulan puasa aja saya bisa pulang jam 3 atau 4 tiap hari. itu sungguh luwarr biasa! Bertahun-tahun sebelumnya saya rutin buka puasa bersama di luar di luar rumah. Bisa diitung dengan jari deh jumlah kesempatan berbuka di rumah. Ditambah lagi sekarang saya bertempat tinggal di Ujungberung yang gak jauh-jauh amat dari pusat kegiatan tapi macetnaaaa juara. 

Nah terkait dengan kerjaan freelancer ini, jadi ada 2 waktu yang dikenali yaitu minggu sibuk VS mingggu sepi. Minggu sibuk adalah ketika lagi edan karena pada satu waktu ada 3 kerjaan yang jalan dari lembaga yang berbeda. Trus semua pada kejar-kejaran deadline. Ih itu seru pisan. Dan biasanya dampaknya adalah bertumpuknya seuseuhan alias cucian baju atau setrikaan atau dan rumah berantakan karena pergi mulu. Bisa juga ada di rumah tapi tingtalambru karena ngutek ngerjain PR. 

Kalau lagi edisi minggu sibuk, kepikirnya adalah "enak nih kayanya kalo rada santai". Kenyataannya, begitu dikasi ada waktu santai bentar biasanya kerasa enak. Tapi enaknya ga lebih dari 2 hari. Lewat dari itu langsung "OH TIDAK" Biasanya bosenn, mulai mati gaya. nonton korea wae dan rasanya sedang menjalani minggu yang sepi. Itu rasanya ga karu-karuan, Apalagi kalau dikombinasikan dengan stok uang mulai menipis dan bayaran pada belum cari dan belum ketauan orderan kerjaan selanjutnya yang akan dikerjakan apa. H2C alias harap-harap cemas. Bulan depan dapet uang dari mana ya? Gitu geuning hidup sebagai freelancer teh. 

Jadi aja kepikir pengen idup jadi staf gajian aja biar hidup lebih pasti. Etapi masih mikir-mikir. Yang pasti salah satu harapan yang terlintas minggu ini adalah: jauhkanlah aku dari minggu sepi yang boringgg~

Wednesday 8 November 2017

Tak Selalu Harus Bersama

Apa artinya teman buatmu? Buat saya teman berarti banyak bangetttt. Setiap masa biasanya selalu ada genk dan atau sahabat yang menemani hari demi hari. Kalau diceritakan satu-persatu dengan segala tingkah polahnya, tentu akan panjang pisan tulisan ini dan takutnya nanti ada yang iri karena ada yang lupa terceritakan saking banyaknya teman dari masa ke masa.

Berjalan seiringnya waktu, peranan teman itu bisa berubah-ubah. Ada masanya saya sangat bergantung sama teman. Apa-apa ikut kata teman, apa-apa harus bareng teman. Sampai kakek saya berikan nasihat: “Dulu lahir juga sendirian”. Masa remaja, katanya memang masanya ikatan dengan teman bisa lebih erat dibanding ikatan dengan keluarga. Cuma masa remaja saya kelaman kayanya hehehe. Sampai umur 30-an pun, masih apa-apa bergantung sama teman. Entah bergantung atau memang pada dasarnya saya senang berserikat dan berkumpul dengan banyak orang.

Nah, salah satu yang saya pelajari dari bentuk relasi pertemanan adalah: Tidak selalu kita harus bersama dengan teman. Bukan berarti musuhan ya. Tapi memang karena sebuah sebab, akhirnya tidak memungkinkan berinteraksi seintens dulu lagi. Misal dulu ada gank yang barenggg terus. Tapi karena pola aktivitas masing-masing berubah dan tidak ada lagi “urusan bersama” maka dengan sendirinya pertemanan itu merenggang. Musuhan? Enggak juga. Ya memang sudah saatnya tak bersama lagi. Tinggal pinter-pinter aja tetap menjaga relasi pertemanan tersebut dan mencari sisi-sisi yang sekiranya masih bisa disambungkan.

Ada juga pertemanan yang bahkan tak pernah atau jarang ketemu, tapi dengan teknologi internet yang canggih di saat ini, malah rasanya deket banget. Terutama bila ada kesamaan yang dirasa asyik untuk dijalani bareng. Ada tujuan yang berselingkupan.

Ada lagi pola pertemanan yang akhirnya hambarrr karena sempat ada permasalahan. Tak selalu masalah itu juga perlu diselesaikan. Kalau memang akhirnya lebih nyaman untuk tak bersama, ya mungkin itu jalan yang terbaik. Ini bukan lagi bahas relasi pacaran loh ya, tapi sama temen pun, ada bentuk relasi yang seperti itu

Jadi yang kepikir sekarang adalah hayu bangun relasi-relasi yang menyenangkan dan menyamankan dalam hidup ini. Termasuk relasi pertemanan. Semoga relasi yang dilandasi oleh niat baik dengan cara yang nyaman akan membuat tujuan-tujuan kita lebih cepat tercapai.

YIIIHAA



setoran untuk 1minggu1cerita.id





Sunday 1 October 2017

Alun-alun Ujungberung

Malam minggu malam yang panjang
Malam yang asik buat pacaran

Pada tau lagu itu kan?
Apakah malam minggu hanya milik anak-anak muda yang sedang dimabuk cinta aja? Ow tentu tidak!

Saya dan swami pun malam minggu kadang menyempatkan untuk keluar rumah untuk sekedar nangkring dan duduk ngobrol-ngobrol ngadem atau makan di luar. Gausah bayangkan makan di tempat mahal dan ekslusif, cuma makan mie ayam pake bakwan aja udah jadi satu variasi yang asik dan bikin genut hahah.

Terkait malem minggu, selain makan dan ngobrol, kadang kita juga nengok alun-alun Ujungberung (Uber). Ke alun-alun Uber ini bisa pisan jalan kaki dari rumah. Kadang ada acara yang digelar di tempat tersebut. Kelasnya bukan hanya kegiatan kecamatan, bahkan tingkat kota dan juga kementrian. Mungkin tempat tersebut diset sebagai pusat kegiatan selain tempat-tempat terkenal di "area kota".

Cerita sedikit dulu ya. Saya kan asalnya tinggal di Cimahi dan beraktifitas di bandung. Hampir tiap hari selama 8 tahun saya PP Bandung Cimahi PAKAI ANGKOT. Udah kenyang deh sama aneka dongeng kehidupan berangkot. Ilang hape pernah, ilang dompet juga pernah. Ngeliat drama muntah di angkot dan jual burung padahal penipuan juga pernah. Ada mamang angkot yang bogoh juga ada kwkwkwk. Sampai si mamang ngeliatin KTP untuk membuktikan dirinya singel. Ahahah, jaman manaaa eta. Sampai sesudah peristiwa tersebut, saya selalu liat dulu mamang angkot kalau megat. Bisi mamang nu eta deui. Syare di angkot pun udah biasa. Kebablasan juga sering hahaha. Apakah kondisi itu ideal? Gak juga sih. Cape, kolot di jalan dan abis ongkos sebenernya. Tapi belum punya keberanian untuk ngekos. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut.

Singkat cerita, akhirnya saya kos di Cikutra. Ini rasanya surga banget. Mau ke kantor tinggal 1 kali naek angkot. Deket pisan. Mau maen kemana-mana  juga gampil. Tinggal golosorrrr ke berbagai tempat seru. Dan tibalah saat saya menikah dan pindah ke Uber. Jreng jreng, drama dimulai!

Badan udah lama ga biasa di jalan lama. Ditambah lagi dalam masa penyesuaikan diri dengan pola hidup baru. Pola hidup yang banyak cucian baju dan piring wkkwkwkw. Sempet rada sakit di awal karena salah satu penyebabnya adalah cape di jalan ngerasa: ko Uber jauh amet ya. Padahal dari kantor cuma satu lurusan doang. Dan rasanya mending ke Cimahi sekalian. Mau lama juga puguh, emang ke luar kota. Rasanya lamaaa ga sampe-sampe rumah.

Nah tapi itu sih dongeng akhir tahun 2016 kemarin. Di hari ini sih, lama-lama biasa dengan adanya keterbatasan karena bertempat tinggal jauh dari tempat aktivitas. Dan tentunya pola hidup saya juga berubah. Bukan karena rumah jauh aja, tapi emang udah magrib mah pulang weh. Gada lagi acara nongkrong malam kaya jaman dulu. Secara saya dulu bisa ujug-ujug baru pulang jam 1 malam dst dll. Gelo ga? Awalnya sih. Tapi kemudian nya dikalemin weh~ diwolesin weh~ Biar tetap bahagia.

Makanya tetep perlu cari kebahagiaan dalam bentuk lain. Salah satunya tetep keluar malem di saat-saat tertentu seperti yang saya ceritain di atas. Sebenernya bukan malem minggu doang sih. Ya sepengennya aja.

Balik lagi ke cerita tentang alun-alun Uber. Jadi beberapa kali kita ahirnya nonton hiburan di area tersebut. Bukan hanya nonton yang pada pacaran atau bawa maen anak di area bermain. Tema yang digelar cukup bervariasi. Mulai dari acara budaya seperti benjang, jaipongan, musik ska, wayang golek dan terakhir tadi malem banget adalah nonton G30SPKI bareng bapak-bapak pulisi dan ABRI. Variatif kan? Cukup sering juga melintas tapi gak mampir. Adaaa aja acara di alun-alun Uber.

Yang nonton bervariasi jumlahnya. Tergantung acaranya. Yang cukup banyak penontonnnya wayang golek. Karena yang dalangnya grup Giri Harga. Kata suami itu cukup terkenal. Ada deh kayanya sampai seribu orang. Acaranya sampai jam stengah empat pagi. Emang si saya kuat sampai jam segitu? ENGGAK hahaha. Saya jam stengah 10 udah menyerah. Pulang duluan. Antara ngantok dan ga paham juga serunya nonton wayang golek. Suami mah beneran baru pulang pagi nonton sampai tamat.

Yang saya amati, warga sekitar tuh kayanya butuh hiburan aja di luar rumah selain nonkrongin TV atau sarana hiburan di rumah masing-masing. Jadi kalo ada acara, barijilll dan langsung pada berkumpul deket panggung. Oiya, acara yang saya ikuti itu kebetulan gratisan semua.

Sampai acara nonton film, yang kalo menurut saya kurang menarik, sejenis G30SPKI aja, ada loh peminatnya. Padahal kalau generasi yang rada seniorrr (alias tua) tentunya udah pada sering nonton jaman diputer di TV setiap tahunnya. Yatapi mungkin pada pengen ngerasain sensasi ngadem di luar aja. Kalau bukan karena hujan, kayanya pada bertahan sampai akhir deh. Cuma karena sempat gerimis, langsung bubar perlahan.

Dan satu ide yang saya lihat, rupanya nyusupin isu baru ke acara di alun-alun ini bisa juga. Dan kayanya cukup mengedukasi. Entah senempel apa, tapi paling tidak cara ini coba dipakai sama kementrian meninfo untuk isu hoax. Dengan iming-iming doorprize yang wow sejenis TV dan HP ditambah acara talkshownya diselipkan di awal kegiatan sebelum nonton wayang golek, mudah-mudahan isu mencegah penyebaran berita hoax ini mulai dipahami oleh masyarakat yang nonton.


Wayang golek di alun-alun Ujung Berung


Jadi emang kadang rudet sih bertempat tinggal di area Bandung Timur. Titik kemacetannnya cukup banyak. Juga mamang ojek online kadang ga berani angkut dan jemput warga Bandung Timur. Katanya daerah merah. Tapi mudah-mudahan hadirnya acara-acara di alun-alun Ujung Berung dapat  meringankan rasa rudet hati kami :)


Sunday 24 September 2017

Ulin Jarambah

Dalam beberapa minggu ini, saya bertemu dengan orang-orang baru dan beberapa teman lama. Tujuannya ga jauh-jauh dari kerjaan. Kerjaan yang secara ga sadar diset sebagai sarana ulin jarambah keliling-keliling kota.





Pengalaman-pengalaman seru terjadi di masa ulin jarambah tersebut. Waktu untuk ulinnya sebenernya relatif terbatas. Yatapi lumayan bingits dibanding kutakkutek di rumah terus, dikombinasikan dengan kutakkutek di kantor dan lumayan kolot di jalan. Mulai dari mengenal dunia wirausaha dan drama-drama ukm, kabita hayang dagang juga, mendatangi tempat-tempat baru, sampai ke mengalami letupan-letupan pemikiran setelah menjalaninya.

Tapi kemudian dari proses tersebut, makin menyadari bahwa sesungguhnya keinginan belajar saya teh ada dan besar. Yacuma gitudehh, kalo belajarnya lewat baca buku, jurnal dkk, dijamin udah kasarean ti heula. Tapi ngobrol dengan pelakunya langsung, melihat tkp secara langsung, icip-icip produk, beberapa bahkan (karena temen) bisa sambil ngobrol ngaler-ngidul dan ada proses ngebul-ngebul otak dikit terkait persiapan dan pengolahan data. Seluruh proses itu adalah sarana belajar yang cukup asik.

Seperti halnya pekerjaan-pekerjaan sebelumnya, ini bukanlah hanya sekedar proses cari uang (nya walaupun butuh oge, da masih banyak hal yg perlu dibeli pake uang) tapi rupanya proses beberapa minggu ini melengkapi tahap berproses dengan diri yang tampaknya tak akan pernah usai sampai kapanpun.

Jadi, perbanyaklah ulin jarambah melalui media apapun. Kalo bisa sih, cari ulin yg justru dibayar. Biar apa? Ya biar ga tekor. Sukur-sukur ada lebihnya untuk mulai merintis mimpi punya rumah sendiri. YIIIIHAAAAA!





Monday 4 September 2017

Idul Adha yang #ZeroWaste

Banyak analisis bertebaran tentang masalah lingkungan. Belum lagi jargon yang bertebaran terkait green-green-nan. Ditambah lagi tawaran solusi-solusi yang terkesan modern dan keren tapi ujung-ujungnya terkait dengan pemusnahan sampah secara cepat dan instan yang di kemudian hari bisa bikin masalah baru. Juga makin semaraknya kemasan sekali pakai pada semua berbagai produk yg ada di pasaran. Nyut-nyutan kepala rasanya kalau memikirkan itu semua. Masalahnya muter-muter di belum nemu alternatif atau proses penerapan alternatif itu seringkali tak mudah dan butuh energi besar. 

Mari kita tinggalkan segala kerumitan dalam masalah lingkungan, khususnya masalah pengelolaan masalah sampah kota. Kita akan jawab pertanyaan

Lalu bagaimanakah Idul Adha yang #ZeroWaste? 

Mengapa diambil contoh kasus saat Idul Adha

Seperti yang kita tahu, salah satu amalan terbaik saat Idul Adha adalah berqurban. Dari peristiwa tersebut, ada banyak sampah yaitu PLASTIK. PLASTIK bisa berupa keresek dan plastik bening. Salah satu atau keduanya digunakan untuk mendistribusikan daging domba ke seluruh warga yang membutuhkan. 

Contoh kemasannya biasanya seperti ini: 

Pengemasan daging menggunakan plastik


Apakah proses membagikan daging perlu kita hentikan? Tentu tidak. Tapi kita butuh ide-ide solusi untuk mengemas proses pembagian qurban di tahun mendatang sehingga lebih ramah lingkungan. 

Dari hasil kokoreh solusi pengemasan daging Idul Adha yang lebih ramah lingkungan (lewat medsos, googling lihat di grup wasap) ketemulah model-model yang sakses telah menginspirasi saya. Gambar-gambar solusi ini mudah-mudahan menginspirasi kita semua dan dapat menjawab pertanyaan yang dimunculkan di awal: 


Kreneng dulu digunakan sebagi wadah belanja atau barang lainya. Dilestarikan kembali sebagai kemasan pengganti keresek. 



3. Kaleng 

Kemasan yang membuat daging tahan lama, tidak hanya dibagikan di hari H saja ( dan kenapa bintang iklannya cangcuters ya 😄)

4) Daun waru

Proses bungkus-bungkus pakai daun waru (Foto: Gun Gun Gunawan)


Pak hansip bahagia dapet daging kurban. Langsung diselip di bagian depan motornya~ (Foto: Gun Gun Gunawan)

5) Daun Tisuk

Proses bungkus-bungkus pakai daun tisuk (Foto: Gun Gun Gunawan)

Bu RT membagikan daging kurban (Foto: Gun Gun Gunawan)

Di daerahmu ada cerita solutif dan inspiratif ga untuk pengemasan hewan qurban? Kalau ada, yuk dibagi di kolom komentar!

Sumber bacaan terkait: Wujudkan Idul Adha Bebas Kantong 



ditulis untuk menjawab tantangan 1minggu1cerita



Thursday 3 August 2017

Selalu Ada Alasan

Di saat merasa diri berantakan dalam mengatur waktu (dan apalagi kedisiplinan), maka biasanya saya teringat obrolan dengan Rima, teman saya. Obrolan ini terjadi jaman belum marak gadget android, mungkin sekitar tahun 2009). Kurang lebih pembicaraannya seperti ini:

Anil:
Kenapa ya, ko rasanya dulu bisa melakukan banyak hal dalam waktu beberapa jam, misalnya dari magrib sampai jam 9, tapi sekarang dengan waktu yang sama, rasanya ga keburu ngapa-ngapain.
Rima:
Dulu tuh kapan?
Anil:
Jaman sekolah. Dulu dari jam 6 sampai 9 malem udah sempat 2 kali solat (magrib, isya), sempat makan, siapin buku buat besok, kerjain PR, nyiapin seragam. Dan mau tidur tuh masih belum jam 9.
Rima:
Dulu teh kita gak punya mainan semacem HP kaya sekarang, ga kenal medsos juga.
Anil:
Bener juga ya. Dulu punyanya cuma telepon rumah. Ituge kalau nerima telepon lama-lama suka dimarahin. "Bisi ada telepon yang penting masuk". Ya apalagi nelpon lama-lama. Itu lebih gak mungkin lagi.

Nah, jadi selalu ada alasan aja sih buat saya (gatau temen-temen pembaca mengalami atau engga) untuk berantakan ngatur waktu. Alasannya berkembang dari waktu ke waktu. Misalnya saat ini, godaan sangat besar banget itu dateng dari instagram. Begitu ada jeda waktu bentar aja, atau bengong bentar, selalu weh pengen buka. Semacem ada kepuasan tersendiri lihat perkembangan banyak orang dari waktu ke waktu. Manfaatnya apa? Gausah ditanya deh. Pasti ada. .Tapi tentunya dibanding dengan adanya utang kerjaan yang belum selesai, cucian piring dan baju yang numpuk, rumah yang jarang banget dipel dan setrikaan yang melambai-lambai, tentunya noong instagram secara berkala (tepatnya berkali-kali dalam sehari) tentunya kurang berfaedah.

Itu alasan di jaman sekarang. Alasan di jaman sebelumnya beda lagi. Jaman gak punya akses internet dan android pun , saya bisa bela-belain keanginan sampai malam demi bisa medsosan pakai wifi kampus (orang lain). Tapi sebelum datang masa internet dan online ngehits, saya bisa ngutek-ngutek lama banget untuk sekedar SMS-an. Sampai sekarang saya penasaran, apa aja sih sebenernya yang dulu saya SMS-in sama temen-temen hehehe.

Jaman gak punya henpon juga tetep aja saya bisa punya banyak alasan untuk berantakan ngatur waktu. Mulai dari nonton TV. Sering banget deh, sebelum akhirnya saya melakukan kewajiban macem solat, belajar dkk, saya mengatakan seperti ini, "Nanti ah kalo iklan". Atau gak nonton TV pun, ada hobi ngobrol. Eta ngobrol sama temen, bisa berjam-jam. Mulai dari di rumah temen, di pintu rumah temen (pas mau pulang), lalu supaya waktu ngobrol bisa nambah, si temen nganterin ke rumah saya. Lalu di depan pintu rumah saya, ngobrol lagi. Gitu aja terus. Ampun dehhhh ga kenal waktu pisan.

Dari pola tersebut, saya sih merasanya: saya selalu punya alasan untuk gak disiplin diri dalam setiap masa. Tapi ada sih pada beberapa aspek yang saya disiplin. Saya bisa lakukan apapun kalau saya niat. Walaupun mungkin niatnya itu kelihatan "kurang penting" di mata orang lain. Misalnya niat untuk berlama-lama ngobrol, membangun brand di media sosial (dulu tapi sih itu mah, sekarang enggak), niat banget masak buat dimakan sama-sama, niat buat tenar, mengorganisir urusan hura-hura sampai ke hal yang penting, bikin banyak grup (hahahh) dll

Jadi, setiap orang pasti punya alasan untuk tidak disiplin. Tapi tanpa kita tahu, mungkin dia tidak disiplin di aspek ABC, tapi sebenernya dia konsisten banget di aspek DEF. Begitulah pikiran manusia, berbeda pendidikan di masa kecilnya, pengalaman hidupnya, pengetahuannya, cara pandangnya. Kesemuanya ini membuat orang memiliki peta prioritas yang berbeda juga dalam pikirannya.



ditulis untuk 1m1c dalam tema disiplin diri


*beres nulis ini, trus kepo lagi timeline instagram dan kerjaan angger numpuk*

Sunday 30 July 2017

Kadang Kita "Lupa" Esensinya

Kemarin saya menghadiri acara pernikahan teman versi bule. Teman saya orang Indonesia asli tapi menikah sama bule Itali. Rombongan dari Itali didatangkan juga saat hari resepsi pernikahannya. Perayaan yang dilakukan dibuat 2 versi yaitu versi biasa yang menghadirkan banyak teman dan kerabat, modelnya pengantin duduk di pelaminan dan tamu bersalaman. Versi malam diadakan bagi kerabat dr Itali beserta teman-teman dekat pengantin.

Hal yang menarik dari acara nikahan tersebut adalah acaranya nyantai, seru dan bisa dinikmati oleh seluruh tamu undangan. Mengapa demikian? undangannya hanya sedikit sekitar 60 orang. Acara dihadiri dari awal sampai akhir oleh seluruh tamu. Berlangsung sekitar 3 jam dengan ruang yg cukup dan suasana menyenangkan. Kesan yg didapat dari para tamu ketika pulang adalah, acaranya seru dan menyenangkan. Esensi "ingin merayakan dan berbagi kebahagiaannya" dapet. Gak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk acara tersebut, mulai dari sewa hotel, makanan, dekorasi, band dan makanan. Tapi tujuan dan kegiatan yg dilakukan rasanya nyambung dan "dapet" banget.

Satu hal yg mengganjal dalam pikiran saya saat itu, kenapa ya kita kebanyakan harus gelar acara nikahan dengan undangan yang sangat banyak? Terus terang saya lebih senang model-model acara yg "dapet" semacem nikahan ala teman saya itu daripada undangan yang antri dimana-mana. Mau makan antri, mau salaman antri, cari parkir aja kadang susah. Pengantennya juga kasian. Berjam-jam berdiri dan gak semua orang juga dikenal.

Masih mending sih kalo acara yang gedegedean tersebut gak membuat banyak pasangan harus menunda-nunda pernikahan karena "belum punya modal". Yang kasian itu kalau keukeuh pengen acara nikahan yg gedegedean tapi ga punya uangnya.

Sepemahaman saya, nikah versi islam di Indonesia bahkan amat sangat sederhana. Cukup ijab kabul di KUA, ada wali, saksi dan mas kawin. Selesai. Beres dalam waktu kurang dari 1 jam. Setelahnya dilakukan proses walimah nikah untuk mengenalkan pasangan tersebut sehingga tidak menimbulkan fitnah. Oh ini teh suaminya. Oh itu teh istrinya. Gitu. Jadi tak perlu mewah-mewah apalagi kalo ga punya uangnya. Ada uangnya juga mending dipakai untuk hal lain yang lebih mendesak macem DP rumah dll.

Alhamdulillah di nikahan saya dicoba diterapkan prinsip ini. Emang kepengen banget dilakukan dengan sederhana terinspirasi denger cerita dari temen. Adenya akad nikah di rumah setelah magrib. Disambung pengajian. Ga ngundang banyak orang, yang penting sah dan sudah memenuhi kewajiban untuk mengenalkan kedua pengantin ke masyarakat sekitar.

Pas saya mau nikah pas ga punya tabungan. Rada kalang kabut juga karena sesederhana apapun, tetep ga bisa nol rupiah. Dan gamau nunda menikah juga. Prinsip lebih baik disegerakan tea. Jadi begitu punya modal dasar untuk nikah dengan versi sangat sederhana, ya nekad aja. Itungan kasarnya, uang itu cukup buat biaya ke KUA (yang ternyata nol rupiah), mas kawin dan makan untuk sekeluarga Cimahi dan Sumedang. Bahkan temen-temen udah ga dipikirin untuk dihadirkan saat itu. Yang penting disahkan aja dulu. Nanti kalo ada rizkinya, bisa bikin acara ngumpul sambil makan-makan sederhana sehingga pada kenal sama kita sebagai pasangan baru.

Niat itu yang tertanam di dalam pikiran. Dan selanjutnya bergulir aja lancar Alhamdulillah. Tak sesederhana acara pengajian adiknya temen yg saya ceritakan di awal, tapi tetap sederhana dan maknanya dapet. Dramanya lumayan "seru" tapi masih bisa terhandle.

Akad nikah berjalan sederhana banget di KUA makanya nol rupiah. Acara resepsi yang awalnya tak mengundang teman-teman, ahirnya bisa menghadirkan lebih banyak kerabat dan teman-teman karena porsi makan bisa ditambah (akhirnya sumbangan kanan kiri kerabat lah yg bisa membantu mewujudkannya). Ditambah bonus segerobak baso malang, lengkap dengan mamangnya 😆

Seru bisa berkumpul bersama di hari bahagia bersama teman-teman dan doa-doa mengalir dengan deras hari itu di rumah dan lewat media sosial. Alhamdulillah  hal-hal wajib telah ditunaikan. Selanjutnya adalah tantangan untuk berjuang sama-sama supaya menjadi pernikahan yang barokah, saya dan suami semoga dipersatukan dalam kebaikan.

Foto: Yossa


Jadi, balik lagi aja kepada hal-hal yg esensinya dan fokuslah untuk mencapai tujuan. Kalau kita yakin dan niatnya bener, maka ada aja jalannya dan justru ada bonus-bonus yang bertebaran.

Derrr ah! Sok siapa yg mau segera menikah?

Tuesday 18 July 2017

#kulkas2017

Kalau menginginkan sesuatu, maka sering-seringlah memikirkan dan membicarakan hal tersebut dalam segala kesempatan. Katanya itu salah satu jalan untuk mencapai tujuan kita.

Salah satu hal yang sangat-sangat sering dibicarakan dan akhirnya tercapai pada waktu terbaik (walaupun lama pisan nunggunya) adalah JODOH. Diomongin di segala kesempatan, ditanyain " kapan? kapan? kapan?" sampai bosen jawabnya, didoain terus-terusan sama diri sendiri maupun sama banyak orang, termasuk diobrolin di grup-grup wasap dan di medsos segala! Indonesia banget lah ya. Tapi sejauh ini sih oke-oke aja. Gak merasa diusilin karena memang pada dasarnya si jodoh dan menikah itu adalah sesuatu yang diinginkan dari kapan taun. Di medsos dan di grup, sampai udah berapa kali ganti hastag terkait perjodohan dan pernikahan. Biasanya hastagnya dibikinin sama temen-temen. Gituweh punya temen-temen yang super kreatif mah. Dan akhirnya hastag #anilMenikah2016 yang terbukti berhasil! Berhasil dalam artian: saya sendiri ga nyangka akan menikah dengan waktu persiapan dan perkenalan yang sangat singkat (hanya 1,5 bulan) dengan orang yang ujug-ujug ditemukan di TPS wkwkwk. Tentang hal itu, kapan-kapan lah ya diceritain. Tapi pada intinya: si swami adalah bukti dari teori: Kalau menginginkan sesuatu, maka sering-seringlah memikirkan dan membicarakan hal tersebut dalam segala kesempatan. 

Nah, dengan teori yang sama, sesungguhnya saya lagi ingin membuktikannya pada keinginan saya yang lain yaitu #kulkas2017. Naha dari jodoh kana kulkas? Ya karena sama-sama keinginan. 

Seingat saya, dari bayi brojol, budaya "punya kulkas" ini sudah menempel dalam keseharian. Kulkas jadi salah satu jalan untuk mendapatkan makanan dan minuman yang diinginkan, kulkas jadi salah satu tempat penyimpanan makanan dan minuman yang belum diolah maupun yang masih tersisa. Di rumah Cimahi saya akrab dengan 3 kulkas. Mulai dari kulkas Putih yang jadul. Lalu si Putih berkolaborasi dengan si Abu. Putih dan Abu biasanya dinyalakan bersama saat bahan makanan begitu banyak. Ada event atau sedang berlebih. Sampai akhirnya kulkas Putih nasibnya sudah tak tertolong lagi karena telah diperbaiki bolak-balik dan usia. Kulkas Abu hidup sendiri sampai akhirnya rusak dan diganti dengan si Abu generasi 2. Si Abu versi lama tentunya tidak langsung dibuang tetapi dialihfungsikan menjadi lemari perabot. Jadi sampai sekarang, si Abu lama tetap berkolaborasi dengan si Abu baru. 

Lalu saya sempat setahunan kost. Masa ngekost saya tak punya kulkas, tak punya kompor dan juga segala perabot memasak. Beruntungnya, berkat jasa baik udunan para penghuni kost terdahulu, saya bisa pakai kompor bersama, katel bersama, panci bersama dan pernakpernik masak bersama lainnya. Dannn, saya bisa pakai sebagian kecil kulkas milik ibu kost secara gratis asal berani malu dan jam operasionalnya terbatas. Mengapa kulkas dilengkapi dengan paket malu? Karena, ternyata, sebelum saya, tidak ada anak kost yang berani rutin nebeng kulkas ke ibu kost! Saya baru tau fakta tersebut setelah  beberapa bulan nebeng kulkas. Tapi ya udah lah ya lempeng aja. Toh ibu kost mengijinkan dan saya butuh juga sarana tersebut. Dan mengapa jam operasional kulkas tersebut terbatas? Karena kulkas ibu kost disimpan di area yang berbeda dengan area kosan. Tepatnya disimpan di kosan sebelah yang dihuni oleh ibu kost. Jadi kalau mau ke sana, perlu nyebrang dulu, melewati tempat jemuran dan buka pintu "rumah sebelah". Ibu kost biasa tidur cepat. Sekitar jam 9 sehingga pintu rumah sebelah biasanya dikunci jam 9. Bahkan lebih cepat. Atau belum terkunci tetapi ibu kost merasa terganggu bila ada yang keluar masuk ke rumah sebelah saat dia bobo cantik (terungkap melalui obrolan pagi saat menjemur baju). Sedangkan saya dulu kadang pulang malam dengan perut lapar dan pengen makan. Yang mana  bahan makanan saya sebagian tersimpan di kulkas. Atau saya udah makan di luar dan ga laper, tapi bawa balanjaan yang butuh disimpan segera di kulkas. Ada juga masanya saya menggunakan kulkas melebihi kapasitas yang diijinkan karena kedarurotan. Ini juga bisa jadi perkara sama ibu kosan. Ya gitu deh cerita suka duka nebeng kulkas mah. Namanya juga nebeng! Pasti ada batasan dan berbeda dengan punya barang sendiri. 

Kenapa sih ga beli kulkas sendiri dan simpen di kamar kosan aja? Selain belum punya uangnya (kalopun ada, biasanya kepake buat prioritas lain), di kosan emang ga boleh simpen kulkas di kamar. Kegedean watt nya. Itu alasan yang diungkap oleh salah satu sesepuh kosan. Kosan kami kan kosan rakyat jelata~ Tapi rakyat jelata yang beruntung karena masih boleh nebeng rutin kulkas dan deket pisan sama akses angkot dan akses gaol di kota Bandung. Suatu kondisi yang perlu disyukuri. 

Setelah menikah dan pindah kontrakan selama 7 bulan ini, saya akhirnya putus hubungan dengan kulkas. Alias gapunya kulkas di kontrakan! Tapi alhamdulillah punya perabot lengkap memasak. Ya memang belum lengkap-lengkap amet seperti di rumah Cimahi atau belum selengkap temen-temen yang nikahnya udah bertahun-tahun. Tapi cukup pisan untuk memenuhi kebutuhan dasar memasak. Segitu ge Alhamdulillah. Hidup berjalan biasa aja karena akses ke pasar dekat sekali. Bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki tanpa lelah. Begitupun jarak ke supermarket gede macem Griya dan Superindo. Tepatnya kontrakan kami ada di gang sebelah Griya. Akses ke macem-macem tukang makanan jadi juga dekat. Kurang strategis apa coba aksesnya? Butuh apa-apa tinggal ngesot (Asal ada uang tentunya). 

Tapi ya gitu aja manusia mah, selalu punya keinginan termasuk keinginan untuk punya #kulkas2017. Lalu mulailah si Anil cari-cari alesan untuk beli kulkas hehehe. 

  • Mulai dari: kan biar ga tiap hari bolakbalik ke pasar. 
  • Lalu disambung dengan: sayang nih makanan suka bersisa, kalau disikat abis, gendut dong! 
  • Atau: ada bahan-bahan yang kalau dibeli ukuran besar lebih hemat, tapi dia perlu disimpen di kulkas. 
  • Ada beberapa makanan yang bisa distok biar praktis tinggal sreng macem nugget, bumbu pecel  dkk. 

Begitulah manusia kalau udah punya keinginan, bisaaaa aja bikin alesan. 

Tapi akhirnya si kulkas belum terbeli juga sampai sekarang. Alasan klasiknya tentunya BELUM PUNYA UANG. Uang ada, tapi biasanya kepake terus untuk hal lain yang lebih prioritas. Alasan tersebut sangat jelas dan terukur. Gimana kalau uangnya ada? Mungkin ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. 

  • Pertama: itu kulkas mau ditaro dimana? Kontrakan kami kan kecil tapi imut. Begitu ditambah ditambah 1 barang baru makin sempit kayanya. Berikut kalo pindahan (yang belum tau kemana dan kapan), lumayan ribet juga kayanya. 
  • Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah konsekuensi biaya listrik yang perlu dibayar. Kalau lihat tetangga kontrakan kami, yang sama-sama pakai token dan punya kulkas, kejadiannya adalah: baru beberapa hari isi token, lalu udah nyala lagi alarmnya. Nuuuut, nutttt gitu aja terus berulang peristiwanya. Saya ga bener-bener ngitung berapa harinya dan juga males nanya usil berapa rupiah voucher listrik yang dia beli. Tapi nut-nut-nut alarm itu ganggu banget sodarasdari! Bisa berhari-hari. Jadi, kelanjutan dari punya barang misalnya "berapa biaya listrik yang perlu dibayarkan" penting dipertimbangkan nih sebelum beli kulkas. 
  • Hal lain yang perlu diperhatikan adalah: yakin ga neh perlu kulkas? Dari pengalaman tinggal di rumah Cimahi (tapi ga kejadian saat tinggal di kosan), kok kulkas seringkali jadi "tempat sampah sementara" bagi sisa-sisa makanan dan bahan makanan ya? Numpuk segala hal dan kadang sampai lupa ada makanan tersebut. Nyelip diantara tumpukan makanan lainnya. Atau ada benda yang begitu disayang-sayang, tersimpan lama dan akhirnya gak kemakan dan keburu kadaluarsa. Jadi punya atau ga punya kulkas, tentunya perlu manajemen makanan yang baik. Bukan boleh beli banyak-banyak dan nimbun lama-lama juga dong!

Jadi, punya #kulkas2017 atau engga ya?
Atau ada yang mau nyumbang kulkas buat di kontrakan kami? TETEP UJUNGNYA hahahaha.


Gambar dari sini


Punya pengalaman seru berkulkas? Ayo dibagi-bagi atuh!


Thursday 29 June 2017

Menepi dan Ambillah Jeda

Di kala perasaan makin tak nyaman, macam-macam reaksi orang. Ada yang tau-tau ngamuk, protes dengan cara keras ataupun halus. Bisa juga bereaksi dalam bentuk jenis tindakan lainnya yang pada intinya menyatakan bahwa "saya tidak nyaman dan tak setuju akan hal itu".

Ada juga yang kemudian diam. Diam pun macam-macam. Ada yang diam tapi di baliknya menyimpan energi buat melampiaskan ketidaksukaannya terhadap sesuatu, bisa dengan mengeluhkan kondisi ketidaknyamanan tersebut pada orang terdekat, mencurahkannya dalam tulisan fiksi atau karya seni lainnya. Reaksi lainnya, bisa juga diam tapi diam-diam mengajak orang lain untuk mendukung pendapat dirinya dan akhirnya memperkuat kondisi ketidaknyamanan tersebut.

Diam yang lain bisa juga berarti "tak nyaman tapi tak peduli". Setelah tidak nyaman, ya sudah tetap dijalani. Bisa karena orangnya pasrahan, gamau ribut, atau memang dia tak punya pilihan lain lagi. Akhirnya memilih untuk diam di tempat karena tak bisa keluar dari kondisi tersebut. Atau bahkan tak tau bahwa dia sebenarnya bisa atau boleh memillih untuk keluar dari kondisi yang tidak nyaman.

Ada lagi orang yang tipenya justru penasaran ingin mengubah kondisi ketidaknyamanan tersebut melalui pengaruh yang dimilikinya. Bisa oleh perkataan, tindakan atau kekuasaannya. Tentunya ini salah satu tindakan yang asyik dan solutif. Ketidaknyamanan justru jadi tantangan yang seru buatnya!

Masih banyak lagi tingkah polah orang-orang saat menghadapi kondisi yang tak nyaman buatnya. Sangat tergantung dari tingkat keparahan ketidaknyamanannya, juga tergantung kondisi mental dan fisik orang tersebut pada saat serangan ketidaknyamanan melanda. Dan sedikit banyak dipengaruhi oleh latar belakangnya. Pendidikan formal, informal dan pengalaman semasa hidupnya tentunya sangat berpengaruh.

Namun, ada satu pilihan lagi sebelum akhirnya mengambil tindakan akan ketidaknyamanan yang mulai dirasakan yaitu: menepi dan ambillah jeda.

Foto dari: bit.ly/menepi



Kamu biasanya melakukan jeda dengan cara apa?

Sunday 11 June 2017

Hanya untuk Kepantasan

Sehari sebelum mulai puasa, saya belanja ke sebuah supermarket. Hanya 2 item sesuai dengan kebutuhan. Makanya gausah nenteng keranjang. Saya dan suami seringkali beli ini itu di toko tsb. selain dekat, juga sekalian jalan-jalan.

Yang berbeda dari biasanya, antrian malam itu super panjang. sampai ke lorong-lorong. Nah karena panjang, ya bosen nunggu, ya gatau mau ngapain. Kalo gasalah, malam itu saya ga bawa hape. Mati gayalah. Tapi justru jadi nemu hal yang "menarik".





Pas antri, akhirnya terjadi pembicaraan sama seorang ibu-ibu yg antri depan saya. bla bla bla dan ujungnya dia tanya saya: "Kok belanjanya hanya 2 barang?" Ya saya jawab, memang butuhnya hanya ini aja. Pas saya amati lebih detil lagi, malam itu memang yang belanja banyaaakkk, isicbelanjaannya juga banyak. Makanya, orang semodel saya yang hanya nenteng 2 item barang, jadi terlihat seperti alien.

Si ibu ngerasa watir apa gimana ya, sampe nanya kaya gitu.

Pas pulang, saya cerita sama suami tentang obrolan sama si ibu itu. Saya nanya kan: "Emang aku segitu mengkhawatirkannya ya, beli barang 2 biji dan sampai ditanya sama si ibu?"  Dan swami menjawab dengan enteng: "Emang iya."

Hahaha, lalu saya makin merasa seperti alien. Ya abis gimana, kalo butuhnya 2 biji yamasa perlu beli banyak-banyak hanya untuk kepantasan depan orang lain.

Wednesday 31 May 2017

Negara-Negara

Saat ini berbagai negara sedang dilanda kekacauan. Krisis terjadi di mana-mana. Semua warga negara panik karena berlomba-lomba untuk mengejar ketertinggalan yang terjadi.


Foto dari sini


Mengapa kondisi ini bisa sampai terjadi? Di awal-awal pendirian negara, sudah dirumuskan tujuan negara tersebut dan cara mencapainya. Tapi terjadi banyak kebingungan yang bahkan beberapa warga negaranya teu-bingung-bingung-acan. Waktu malah habis untuk mengerjakan hal-hal lain. Hal lain itu bukan tidak berguna, yatapi tak langsung berhubungan dengan tujuan negara tersebut.

Hal-hal yang dilakukan beberapa justru kreatif, seru, dan asik. Kegiatan menyenangkan tersebut dilakukan untuk mengisi waktu dan menghalau kebingungan yang samar-samar melanda.

Tau-tau terjadilah krisis di negara-negara tersebut. Pada waktu yang sama. JRENG!

Yang paling pusing adalahhhh orang yang dobel kewarganegaraan. Di setiap negara, dia perlu hadir untuk mengatasi kritis. Waktu untuk pindah-pindah antar negara saja sudah cukup menghabiskan waktu, menyita emosi dan perhatian. Belum lagi proses menyelesaikan aneka krisis dalam satu waktu. Orang-orang inilah yang akhirnya kepalanya hampir meledak, stres dan akhirnya berujung pengen-tidur-dua-bulan.

Wednesday 24 May 2017

Pendidikan dan Sekolah

Pendidikan tuh harus selalu berbentuk sekolah ga? 

Sepengalaman saya selama 10 tahun kemaren di ypbb (kerja yg lebih banyak berupa belajar sambil maen, botram dan ngerumpi) dan ngikutin event-event-an, jaringan dan ekskul lainnya: JAWABANNYA ADALAH: PENDIDIKAN TAK SELALU BERBENTUK SEKOLAH. 

Justru kegiatan setelah beres pendidikan formal itulah yang jadi sarana pembelajaran yg serrrruuu! Seru pas lagi gembira + senang maupun kadang seru sampe hayang-syare-welah pas lagi nemu kondisi yg menantang. 

Foto dari sini


Termasuk dalam hal membangun relasi pertemanan dan juga dengan lawan jenis pun mengandung banyak pembelajaran di dalamnya #seriusan

Jadi: TONG SARAKOLA WAE KITU? 
Pilihan bebas itu sih. Tentunya tak ada yang sia-sia ketika seseorang memutuskan untuk menjalani pendidikan formal dan tak salah juga kalau seseorang memilih untuk tidak bersekolah tapi tetap belajar dengan jalan lainnya. 

Tuesday 23 May 2017

Copas Grup Sebelah

Puasa medsos mungkin lebih gampang dari puasa wasap. 

MUNGKIN. Karena belum saya coba. 

Wasap: salah satu aplikasi yg menyihir sehingga bikin ateul pengen cek henpon wae. 
Mulai dari grup kerjaan yang bercabang-cabang, grup pertemanan, grup aneka ekskul dr tema botram sampai tema menulis, grup alumni-alumnian sampai ke grup keluarga. 

Foto dari sini


14? 16? 18, 20 ataukah 28?!? Entahlah udah brapa grup yg ada di henpon ini. 


Wasap pula lah yg akhirnya menjadi alasan kuat (atau entah diada-adain) untuk beralih ke henpon android dengan spek lebih tinggi. "banyak grup, heng wae" begitu alasan saya. Dan "wasapnya udah gabisa apdet lagi. Gawat nih". 


Grup itu kadang menghibur, kadang bikin bahagia, sering banget ngeluarin notif, kadang bikin pengen tidur-2-bulan, kadang bikin kebodohan terjadi karena salah chat di tab yg bukan dimaksud, kadang bikin semangat, kadang bikin kezel, sering bikin album foto dan video penuh bahkan-tanpa pernah-saya-tonton-videonya, grup kadang bikin tau info terkini, grup kadang bikin tau gosip terkini mulai dr gosip penting sampai yg ga penting, tapi yaaaaaa kadang ada masanya GRUPGRUP PENUH DENGAN COPAS DARI GRUP SEBLAH! 

Yang mostingnya terpercaya: biasanya dibaca. 
Yang udah diposting di aneka grup: ya dimaklumin aja. 
Yang postingannya pimatakeun: kadang sebel tapi ga bisa ngapa-ngapain, kalo lagi niat dan kebenaran admin grup tersebut maka langsung weh ngasi kartu peringatan, tapi kalo lagi hoream ngapa-ngapain yaudah antepkeun wehh kumaha maneh.