Saturday 22 April 2017

Tidak Selalu Buruk

“Ngurus surat-surat ke pemerintah ribett”

“Duit lagi-duit lagi! Kalau ngurus surat-surat ke pemerintah itu ujungnya mahal”

Apakah hal tersebut pernah terlintas di pikiran anda? 

Di pikiran saya PERNAH!

Tapi, dengan beberapa pengalaman mengurus persuratan ke pemerintahan membuktikan bahwa anggapan itu KURANG TEPAT!

Mengapa demikian? 

Baru saja kemarin saya menempuh perjalanan jauh dari rumah ke pusat pemerintahan kabupaten Bandung yaitu di Soreang untuk mengurus surat pindah Akang ke Cimahi. Pengalaman saya selama ini, saat mengurus persuratan di Cimahi, mulai dari KTP versi jadul, e-KTP, surat pengantar nikah, dan persuratan di KUA, rasanya cukup baik. Nah, saya ingin buktikan juga bahwa di Kabupaten pun sama baiknya. 

Seperti biasa, untuk menghemat waktu dan supaya tidak bolak-balik, saya menyempatkan diri telepon ke kantor terkait untuk menanyakan detil persyaratan dan mekanisme pengurusan surat pindah. Dan rada ZONG nih hasilnya. Jaringan telepon di pemkab Soreang sedang diperbaiki sehingga saya hanya mentok bisa nelpon ke bagian informasi saja dan tidak bisa menelpon dinas terkait. Saya selalu mencoba mengecek info ke bagian yang benar-benar mengurus secara teknis supaya bisa menyiapkan berkas-berkas dengan lengkap. 

Sehingga pada saat berangkat kemarin, dalam pikiran sudah tertanam: "kalau memang tak bisa beres satu hari karena ada syarat yang kurang, ya sudah terima sebagai resiko". Rada beresiko memang kalau bulak-balik. Jaraknya yang jauh dan waktu Akang yang terbatas untuk ijin ke kantornya. (ijin mulu kan ga enak dan kerjaan numpuk juga jadinya). Bismillah weh dan berprasangka baiklah. 

Sampai di TKP yaitu Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, terlihat kerumunan orang di depan gedung dinas. Kirain ada acara apa, ternyata memang setiap harinya begitu. Ramai. Padat. Penuh oleh orang yang berduyun-duyun dateng dari berbagai daerah. Bayangin aja, kabupaten Bandung tuh wilayahnya sampai ke area Dago atas juga! Yang mereka lebih dekat sebenarnya ke pemkot Bandung secara letak geografisnya. 

Tak mau mendapatkan informasi yang sepotong-sepotong (dan apalagi belum tentu benar), maka bertanyalah kepada petugas yang dekat tempat pendaftaran. Rupanya berkas tinggal disimpan saja ke bagian depan. "Depan teh dimana?" Itu yang langsung terlintas di kepala. Tapi untuk menanyakan lebih detil mekanismenya, situasi kurang mendukung. Pahibut kalau kata orang Sundanya mah. Jadi, saya cepat-cepat pergi ke "depan". Dan lalu kebingungan karena padet banyak orang. Selap-selip dan puntan-punten akhirnya saya sampai ke jajaran keranjang yang sudah masing-masing berlabelkan jenis berkas "dimana perlu ditempatkan". Gak kefoto, boro-boro, takut kecopetan aja dengan tempat sepadat itu. 

Lalu ditemukanlah tulisan: Surat Pindah Keluar. Dan saya simpat berkas di keranjang tersebut dan setelah dikonfirmasi, petugas berjanji bahwa surat yang diperlukan akan beres pada hari yang sama. Kondisinya, saat itu sudah jam 1 siang dan hari Jumat dan mau libur long weekend. Mencoba berbaik sangka lagi dan berharap maksimal jam 4 sudah bisa mendapatkan surat pindah tersebut. Banyak orang bangettttt, jadi mari siapkan mental untuk hasil apapun! 

Saya dan Akang menunggu sambil duduk-duduk di kursi yang telah disediakan. Bener-bener perlu konsentrasi supaya pas nama dipanggil lewat mic, langsung siaga datang ke meja pendaftaran. Dan bener aja, telinga Akang lebih peka mendengar namanya disebut, sedangkan saya anteng ngoprek HP hehehe. Rupanya pada tahap 1, berkas diperiksa kelengkapannya dan disusun ulang dalam map oleh petugas supaya proses di tahap 2 lebih cepat. Lalu kami diminta bergegas ke ruang dalam untuk mendapatkan nomor antrian. 

Saya bergegas pergi ke ruang dalam untuk ambil nomor antrian. Nah, sebagaimana layaknya di bank dan tempat layanan umum lainnya, nomor antrian berarti "kita duduk manis dan menunggu nomor disebut". Tapi luak-lieuk, kayanya ajaib lagi nih prosesnya dan daripada salah, mending nanya. Dan benerrrrr, prosesnya emang ajaib. Nomor antrian yang didapat itu emang bukan buat disimak nomernya dan dinanti dipanggil atau tercantum tulisannya di papan pengumuman, tapi ya langsung aja berkas dan nomor antrian tersebut disetor ke meja "surat pindah". Tak pernah saya temui di tempat layanan umum lainnya hehehe. Dan kemudian kami diminta untuk tunggu lagi di luar. 

Banyak orangggggg!

Setelah siap mental menanti sampai jam 4, ternyata nama Akang dipanggil jam 2. WAHHHHHH, eduns! Hanya 1 jam semua proses itu terjadi. Rasanya lama! Mungkin karena memang banyak masyarakat yang perlu dilayani. Tapi menjadi dirasa lebih sebentar karena sudah siapkan mental untuk menanti lama sampai jam 4. YIIIIHHHAA, secara umum layanan di pemkab belum secepat di Cimahi, tapi layanan-satu-hari-asal-mau-sedikit-ribet-dan-urus-sendiri TERBUKTI! Dan tentunya NOL RUPIAH!

Semoga layanan di seluruh lini pemerintahan bisa dipertahankan yang telah baik dan meningkat juga kualitasnya dari hari ke hari!

Da kami mah apa atuh, hanya rakyat yang pengen dapet layanan cepat, tepat dan benar!




Tuesday 4 April 2017

Gundah? Respeklah terhadap Apa yang Dimiliki

Pernahkah kamu merasa, “Kenapa hidup ini begitu mengesalkan?” Perasaannya negative mulu dan rasanya segala kurang?

Misalnya kepikir: kenapa kok idup gini-gini aja? Kenapa uang kurang mulu? Kenapa kerjaan memusingkan? Kenapa banyak masalah yang belum terpecahkan? Kenapa kenapa dan kenapa…

Belum lagi kalau kepikir pengen punya segala macem. Wuih, rasanya kalau didaftar, banyak banget daftar keinginan. Pengen punya rumah yang begini begitu, pengen punya kendaraan pribadi yang begini begitu, pengen ikutan kegiatan ini itu, pengen punya perabot rumah tangga yang begini begitu, pengen liburan ke sana sini…..terussss aja gakan ada batasnya keinginan manusia mah.

Kalau hal-hal tersebut sedang melanda dan ujungnya bikin gundah, bete, galau, rudet stres dan sebangsa, ya gak apa-apa. Biasa aja dan mendingan dimuntahkan dulu kekesalannya. Manusia kan cenah emang salah satu sifatnya adalah senang berkeluh kesah. Muntahkan kepada orang yang dipercaya atau bisa juga dimuntahkan lewat media lain seperti tulisan atau karya seni. Tujuannya sih supaya hati rada ngemplong dulu.

Apakah cukup sampai di situ?

Langkah lain yang kemudian bisa membuat hati lebih terasa damai adalah dengan respek terhadap apapun yang kita punya. Kita merasa hidup kita malang sehingga jadi stress?

Mari kita lihat, apakah sampai hari ini kita masih bisa makan cukup? Cukup itu gak selalu harus makan daging dan segala makanan yang enak-enak dan mewah-mewah loh. Sesekali makanan mewah itu tak apa, tapi kalau keseringan justru jadi sumber penyakit loh. Saya sendiri akhirnya sempat lewat dikit dari batas atas aman untuk kolesterol. Gara-gara kebanyakan makan enak. Makan tahu tempe dan sayur itu justru hebat! Apalagi kalau pinter masaknya. Semalas-malasnya masak dan sehemat-hematnya uang untuk makan, bisa berupa lalaban atau pecel. Salad juga boleh lah, tapi kalau ujungnya sausnya mengandung banyak telur, angger potensial kolesterol hehehe. 

Cara pandang yang berubah, membuat kita bisa menyikapi makanan yang dimakan dengan tepat dan justru bisa menyukurinya. Buah juga tinggal dipilih aja yang sedang musim. Biasanya melimpah tersedia di pasar tradisional, mobil bak maupun di supermarket. Melimpah dan murah. Tomat aja kemarin sempat sekilo kurang dari 5000. Yang penting bisa nambah asupan buah.

Nah, kalau memang masih bisa makan cukup, mau ngapain lagi coba hidup kita?? Punya masalah dikit-dikit mah wajar saja lah. Namanya juga hidup.

Sampai hari ini, masih cukup waktu tidur kita? Kalau sehari minimal masih bisa tidur lebih dari 5 jam artinya masih cukup hak tubuh untuk istirahat. Dan itu yang akan membuat badan kita tak mudah sakit (selain makan makanan yang sehat). Selain jumlah jam tidur, factor merasa tenang karena tak kedinginan dan takut kebocoran dan tak takut digusur membuat kualitas hidup kita lebih meningkat lagi. Mari kita hargai nikmat waktu istirahat tersebut.

Teman. Semua orang punya teman kan ya? Hangatnya persahabatan adalah harta berharga juga yang dimiliki secara nyata. Bisa ketemuan dan ngobrol panjang tentunya mewah banget. Tapi bila tak sempat berjumpa di darat, kadang mendenger kisah seru dari teman-teman di grup wasap dan bahkan bisa saling ledek lalu ketawa bareng juga rasanya hangat dan menyenangkan. Teman juga yang seringkali saling mendukung saat kegalauan melanda. Tak selalu memecahkan masalah, tapi saling cerita dan mendenger pun sudah menjadi kekuatan besar.

Merasa bahagia karena melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain! Itu juga "harta" berharga yang kita miliki. Saat dilakukan, justru biasanya akan menyita waktu dan uang yang dimiliki, tapi entah mengapa hal tersebut begitu membahagiakan. 


Apalagi hayoh,,,kalau diinget-inget sih, banyak hal yang bisa membuat kita respek terhadap apa yang kita sudah miliki saat ini. Yang saya tulis di atas hanyalah sebagian kecil saja dari banyaknya “harta” yang dimiliki saat ini. Kalau “harta” tersebut kita coba ingat-inget kembali, biasanya akan membuat bibir yang manyun dan kening berkerut berangsur bisa tersenyum kembali. SMANGATS!

Sunday 2 April 2017

"Kantor" Baru dan Lintasan Pikiran di Sekitarnya

Dalam beberapa hari ini, tepatnya dalam 12 hari berturut-turut, saya bolak-balik ke daerah Babakan Sari. Ada yang baru denger nama daerah tersebut? Bagi yang belum mengenalnya, daerah tersebut adalah sebuah kelurahan yang berada di kecamatan Kiaracondong. Daerah yang banyakkk RWnya yaitu 18 RW.

Saya ngapain bolak-balik ke sana? Jawaban resminya adalah menjadi tim lapangan dari program Kawasan Bebas Sampahnya YPBB. Jawaban tak resminya adalah “ngangon” bapabapa dan eboebo perwakilan dari 18 RW tersebut. Aslina ngangon hahaha. Abisan yang bekerja keras mengumpulkan data riset dari warga adalah mereka. Saya dan teman-teman bagian mensupport mereka aja biar bisa beraktivitas secara aman, nyaman semangat dan tak sampai kekurangan jatah makan siang heheh. 

Dalam 2 minggu ini saya sempat mengalami ngantor di dua kantor baruuu! Dikasi ruang, tepatnya sa-aulaeun di lantai atas sama kelurahan selama 6 hari berturut-turut ngetem di kantor kelurahan. Udah mirip sama pegawai kelurahan belum? Itu dikasi sama para pegawai yang lewat-lewat ke meja yang saya duduki. 


udah mirip staf kelurahan belum? 

Yang seru adalah tentunya pas diajakin makan bareng! Waktu itu kebun organik di salah satu RW sedang panen. Jadi bisa papasakan deh. Tapi bahan makanan yang dipanen rupanya masih lebih dikit dibanding yang dibeli sih. Yaudah gak apa-apa, minimal ada sayur organisnya. Dan tentunya ada ikan asin gorengnya.. Hmm, wangi dan menggugah selera.

Botram~

Selain itu, kelurahan ternyata biasa dapat support makan siang setiap jumat dari RW-RW. Genk bapak RW ini sigana sudah mengatur jadwal supaya setiap jumat selalu ada asupan makanan bagi staf kelurahan. Di jumat tersebut, serombongan staf kelurahan diundang ke area RW. Dan si saya sebagai yang sedang nebeng ngantor diajakin juga makan ke sana. Bukan saya pemalu sih, tapi da baru pisan makan. Makan bekel dari rumah. Kenapa bawa bekel? Soalnya males jalan menuju tempat makan dan biar hemat waktu dan uang juga sih. Sayang banget ya, padahal kan bisa sekalian kenal dan dekat sama warga. Tapi ya begitulah serunya urusan makan babarengan di kantor kelurahan.

Dan hal lain yang unik, tapi sayangnya gak sempat saya foto, di kantor kelurahan, masih ada budaya ngetik make mesin tik. OW HARI GENE!

Ya tapi sama aja sih kaya di “kantor” kedua saya. Dari hari ke 7 sampai hari ini (ini hari ke 12) saya boyongan pindah (beserta dengan peralatan) ke TPS Babakan Sari.

TPS pasti pada tau dong ya? TPS bukan bilik-bilik yang berfungsi untuk mencoblos saat pemilu. Tapi TPS yang ini berarti Tempat Penampungan Sampah Sementara. Dan TPS Babakan Sari adalah TPS unggulan di kota Bandung karena sudah disulap menjadi TPS terpadu. Apa istimewanya? Dateng dooooong, jalan-jalan ke sana! Pokoknya di tempat ini, tak hanya ngagunduk sampah dan banyak roda-roda sampah aja, tapi ada aktivitas unik lainnya yang berlangsung.


Sebagian area TPS Babakan Sari

Nah beberapa cerita unik dari tempat ini adalah (tentunya selain masih pakai mesin tik) adalah di tempat ini ada akses internetnya. TPS lain mah boroboro! Jadi kebayang kan, di tempat ini emang ada kantor-kantornya. Dan sebagai sayah penebeng, ditawarkan bisa kerja menggunakan beberapa meja kosong. Di kantor ini relative lebih kenal orangnya. Dan terutama yang terkenal sih si Akang tentunya. Jadi ya gitu weh lebih akrab. Beberapa stafnya seneng bercerita heheh. Kalo nginget jaman awal perkenalan sama Akang, tempat ini jadi salah satu modus dia nganter-nganter tea saat saya jadi surveyor yang akan mewawancara kabercam Kiaracondong. Huhuyyy!

Begitulah selintas 2 “kantor” tebengan saya di dalam masa 12 hari ini. Dan nebeng ngantor ini akan berlanjut dalam 3-4 hari ke depan. Yiiiiihaaa! Sisanya, saya ke kota dan ke kantor hanya bila benar-benar ada kebutuhan yang mendesak. Kalau hanya sejenis “perlu kirim dokumen” ya tinggal pake kurir online aja.

Lintasan pikiran yang juga muncul selama perjalanan dari dan menuju Babakan Sari adalahhh:
Saya biasanya  kalau pergi ke Babakan Sari memanfaatkan jasa ojek online. Karena kalau naek angkot lamaaa (macet, muter). Udah lama puuun, tetep kudu naek ojek lagi dari turun angkot. Yang artinya, total biaya transport juga membengkak kalau pakai angkot. Waktu tempuh pun jadi pertimbangan “mengapa saya pilih ojek online”. Jam 8-9 pagi biasanya saya perlu udah siaga di TKP. Kebayang kan kalo ngangkot, kudu jam brapa brangkat dari rumah. Kalau pulang sih biasanya dijemput Akang.

Nahh, dari proses warawiri tersebut, saya jadi makin sadar: yapantes aja makin banyak orang pakai motor ataupun ojek online. Soalnya, di jalur yang saya lalui tersebut (kalau gak salah nih ya: Cirengot – jalan Rumah Sakit, Cinambo, Cingised ….. Pratista dan berakhir di Babakan Sari), rasanya saya gak pernah ketemu angkot. Dan itu jalannya udah rame kaya jalan raya aja. Tapi bentuknya lebih mini. Dan orang-orang yang tinggal di situ, susah juga kali kalo mau tetep konsisten naek angkot. 

Salah satu penyebabnya mungkinn karena daerah tersebut tak dilewati angkot. Bahkan ada 1 rumah susun di area tersebut. Kalau gak salah rumah susun Cingised. Rumah susun itu itu rada jauh dari jalan yang berangkot. Padahal saya sih kepikirnya: rumah susun bukannya untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah ya? Dan mungkin ga semua pengontrak di situ sanggup untuk membeli motor. Kalaupun akhirnya beli atau nyicil motor, yak arena memang tiada pilihan lain yang dirasa lebih sesuai dengan kantong dan kebutuhan untuk tiba di lokasi tujuan dengan tepat waktu. Semua masih serba mungkin karena judulnya juga lintasan pikiran tanpa sempat saya cari data lebih lanjutnya.  

Lintasan pikiran tersebut kepikir pas lagi bengong dan menclok di ojek online setiap pagi selama 12 hari ini. Ada lintasan-lintasan pikiran lainnya yang kepikir juga biasanya. Sisanya, saya kadang ngobrol juga sama mamang ojek online untuk mengisi waktu kosong selama menclok di ojek online. 

Begitulah sekilas dongeng dalam 12 hari ini. Yang tentunya proses pergi pagi mulu yang berturut-turut ini membuat saya gak sempat nungguin baju-baju terjemur sampai kering *ngetik tulisan sambil menatap nanar tumpukan baju yang belum dicuci. Hihihi, ujungnya curhat*