Judul kesenjangan sosial tuh kaya serius banget ya. Padahal pagi ini saya cuma mau berbagi cerita sambil ngopi dan makan kue pisang (bantat) home made. Siapa belum ngopi pagi ini?
Kemaren itu sempet heboh grup SMP karena ada temen yang hilang sudah 3 hari. Hilang dalam keadaan sehat lahir dan batin. Tentu kisahnya akan berbeda kalo yang hilang misalnya sudah sepuh dan pikun. Tapi ini masih seumuran loh sama saya dan masih aktif berkegiatan. Lalu ada spekulasi di grup. Spekulasi dan harapan tepatnya. Bahwa dulu ada temennya temen yang sempat hilang juga beberapa hari, ternyata memang sedang butuh waktu sendiri. Jikalau benar seperti itu, rasanya lebih lega hati ini mendengarnya. Karena memang ada saja orang yang butuh hal tersebut dalam kondisi khusus. Tapi kalau bukan itu, lebih hariwang aja mendengar kabar menghlang tersebut.
Lalu heboh lagi pas akhirnya si temen itu ditemukan. Mengucap syukur tentu saja, tapi jadi miris saat mendenger urutan ceritanya. Singkat kata si temen itu kayanya terhipnotis oleh pengirim paket. Punten ya para kurir, ari kurir mah cari rizki yang halal buat keluarga tentu saja tidak akan melakukan ini. Tapi oknum pengirim paket ini pura-pura kasi .paket dan tiba-tiba si temen pas sadar udah di jakarta. Serem sekali kan? Rasanya seperti sinetron aja Tapi teh nyata dan kejadian pada temen yang dikenal. Orang yang masih berada dalam lingkar kita.
Jadi gemes kan ya, apa coba motif si penculik itu. Ternyata di masa "penculikan" itu ditemukan transaksi di rekening. Kartu ATM dan KTP ga dibawa padahal. Dan handphone lalu mati. Jadi mulai diduga bahwa motifnya ya cari uang. Kami semua juga cari uang deh ya, tapi kan ga harus gitu juga caranya. Dan selama diculik 3 hari tersebut, temen saya itu ga dikasi makan dan sempet dipukulin. HADEUH. Tapi akhirnya selamat dan bisa ngecharge handphone di pos satpan dan bisa telpon suami untuk mengabari.
Luka apapun secara fisik bisa disembuhkan, tapi luka di batin, trauma dan sejenisnya akan sulit pulih. Paling tidak di masa awal baru kejadian.
Yang menjadi pemikiran saya, mengapa hal ini sampai terjadi ya? Apakah cari duit segitu susahnya sampai harus pilih cara yang merugikan parah orang lain? Butuh duit buat apa dan segede apa sih sampai harus segitunya? Dan apakah benar tidak ada jalan lain lain untuk cari duit? Atau emang gada keterampilan yang bisa diandalkan dari kawanan penculik itu untuk mencari rizki yang halal?
Tapi kita semua perlu ingat, bisa jadi kesalahan bukan hanya milik si kawanan penculik. Kalo bahasa aktivisnya mah, bisa jadi hal tersebut terjadi karena struktur yang lebih besar. Ada kondisi-kondisi yang membuat akhirnya mentrigger kawanan tersebut untuk melakukan kejahatan. Kalo yang sering dibicarakan (tapi perlu beneran dirunut deh) salah satu penyebabnya tentu saja karena adanya kesenjangan sosial. Ada si miskin dan si kaya yang terlalu jomplang. Bukan cuma perkara harta aja, tapi berkaitan dengan akses juga. Gitu sih kalo kata analisis-analisis sosial mah. Tapi benarkah analisis tersebut bila dikaitkan dengan kasus tersebut? Belum tentu juga sih.
Tapi apakah solusinya semua orang perlu sama kondisi sosial ekonominya agar tidak terjadi kesenjangan? Belum tentu juga. Inget ga pelajaran PMP/PPKN/Pancasila (atau tergantung istilah yang temen-temen pake pada jamannya)? Salah satunya ada materi terkait keadilan. Katanya adil itu ga harus sama. Katanya begitu. Walo kita lihat, kalo bedanya beda bangett, mau gamau akan memicu masalah. Salah satunya mungkin berkaitan dengan kasus penculikan teman saya tersebut.
--- sekian celotehan pagi, mari masuk kembali ke dunia online buat bekerjaaaa!
