Wednesday 19 December 2018

Berbinar!

Apa sih yang sebenernya dicari dalam hidup?
Mungkin ada (banyak) orang yang akan mengukur pencapaian hidupnya dengan jumlah harta yang dimiliki. Mulai dari rumah, kendaraan, perabot rumah tangga terkini, baju, tas dll dkk. Ga akan abis ngomongin yang namanya harta ini.

Penting ga sih si harta ini? PENTING tapi kayanya relatif.

Terkait dengan pencapaian hidup, satu lagi yang ingin saya capai adalahhhhh bisa selalu berbinar ketika mengerjakan sebuah pekerjaan. Bahkan sampai tua!

Keidean pas liat bapak aki-aki yang sampai umur 60an masih seru aja bawain pelatihan dengan mata yang berbinar dan muka yang asik! Dia adalah Koji Takakura. Padahal ilmuan itu (beberapa jigana) kan suka bosenin kalo jelasin sesuatu. Tapi ini jelasinnya asik banget dan kayanya emang beneran cinta sama hal yang disampaikannya di pelatihan tersebut.

Saya udah sering denger nama si bapak bahkan berkali-kali (berapa kali ya, poho) menceritakan tentang teknologi yang diciptakannya bersama dengan teman-temen dari Pusdakota Surabaya yaitu keranjang Takakura. Bahkan keranjang takakura pun menclok di dapur kontrakan saya sebagai pengompos sisa makanan yang dihasilkan. Namun akhirnya baru di tahun ini beneran ketemu orangnya. Sekilas cerita saat beliau berkunjung ke Indonesia bisa dilihat di sini.

Selain matanya berbinar, semangat positifnya menyebarrrrr. Bayangin weh, usia segitu masih pake bodor ngasi materinya (bikin sulap-sulap) dan ada nyanyi pake lagu Jepang. Sehat, semangat terus dan menginspirasi banyak orang yapakkkkk~

Pak Takakura yang pakai baju biru (Dokumentasi YPBB)

Satu orang lagi yang bikin saya beneran pengen-pisan-banget-sekali bisa punya mata yang berbinar saat melakukan pekerjaan. Dia adalah Pak Rama seorang pakar serangga dari ITB. Jalan yang ditekuninya adalah (dulu) jalan yang sepi. Dikit banget yang milih spesifikasi ke situ. Selama dengerin dia presentasi di kegiatan ini, jadi mikir: gimana caranya supaya bisa asyik banget cara ceritanya. Biasanya kan kalo cerita yang ngelmu kan penuh slide dan tunjuk-tunjuk tulisan. Ini sih jelasin tentang jenis-jenis lebah lebih kaya nyeritain temen-temen dengan segala karakternya. Santai dan mengalir.

Dan peserta yang awam kaya saya (saya dulu kuliah biologi tapi nyaaaa teuing kuliahnya ngapain wkwk) jadi paham bahwa justru sebagaian besar serangga itu menguntungkan buat manusia. Dan menjadi ahli serangga itu penting! Buktinya pak Rama sampai dipercaya salah satu universitas di Jepang buat bikin lagi suatu kawasan jadi ada kunang-kunangnya lagi. Karena kunang-kunang adalah hewan yang dekat dengan keseharian orang Jepang dan sebagai indikator lingkungan yang masih baik.

Belum lagi ceritanya tentang lebah. Lebah bukan sekedar mikir kebutuhan madu untuk manusia loh ya, tapi beliau cerita gimana si lebah ini bisa jadi titik penting bagi keberagaman sumber makanan kita. Kalau lebah ga ada, mau makan apa kita? Hanyalah sedikit makanan yang bisa ada bila si lebah punah.

Pak Rama belum setua Pak Takakura, tapi terpancar ekspresi yang sama saat mereka berbagi tentang hal yang diminati dan dicintainya kepada kita sebagai audiens di kala itu.

Pak Rama, ahli serangga (Dokumentasi: Jessisca Fam)

Monday 19 November 2018

"Kabur"

Kalau lagi banyak masalah dan kerjaan, saya suka (sering sih tepatnya) kepikir buat kaburrrr. Setelah kabur gimana? Pusing hahah. Menimbulkan efek negatif yang lebih besar di masa kini maupun masa datang. Dan kadang terselip penyesalan di hati: padahal ya kalau....

Cara kabur yang pernah saya lakukan:

Menunda Pekerjaan 
Isi efeknya nyaman sejenak tapi rasanya hati ga tenang. Saat kembali dari perjalanan kabur itu tetep aja harus dihadapi. Dan seringkali kondisinya jadi lebih pelik. Ampun!

Tidur
Kadang tidur sejenak bisa mengistirahatkan hati dan pikiran sehingga sesudahnya memiliki energi lebih untuk kembali pada kenyataan hidup. Namun seringkali tidur tak cocok jadi tempat kabur karena di dalam mimpi taunya malah mimpi kerjaan atau mimpi lain yang ga jelas. Akhirnya berujung pada tidur yang kurang berkualitas. Bangun tidur stresss!

Mengerjakan hal lain yang produktif
Pindah mode kayanya salah satu tempat kabur yang agak mending. Setidaknya ada hal yang emang kacau, tapi ada hal yang lalu beres. Tapi walau hal produktif lain itu berasa penting, sesungguhnya ada yang lebih prioritas untuk dilakukan. Jadi itu sih masalah pilihan aja.

Mencari kesenangan yang lalu menghabiskan waktu dan uang
Nah, ini cara lain yang menimbulkan efek kebahagiaan namun berujung timbulnya masalah baru. Gamau kan di akhir bulan malah abis uang gara-gara kabur pakai cara ini? Atau minimal jatah nabung berkurang deh gara-gara aksi ini.

Ada lagikah cara kabur lainnya? Ayo dibagi!

Kabur sih sah-sah aja kalau memang benar-benar diperlukan. Tapi kalau lagi waras, kaburnya bentar aja dan baiknya dicicil menghadapi kenyataan hidup yang terjadi depan mata. Dari pengalaman, yang paling berat itu justru mengkondisikan hati. Kalau di hati udah merasa enggan duluan menghadapinya, hal yang sesungguhnya sepele pun jadi terasa berat. Padahal seringkali, saat mulai dihadapi terbukti gak pelik-pelik amat.

Jadi, yuk belajar bareng-bareng mengurangi kabur dan niat kabur sehingga kualitas diri kita meningkat dengan berbagai badai yang datang ini.

SEMANGAT!

*lagi nyemangatin diri sendiri sih sebenernya*
*lagi banyak deadline malah nulis di blog*

Saturday 20 October 2018

Plered?

Pasukan kurang piqniq akhirnya piqniq ke Plered!

YIIIHHAA, ini lah kamiii..

Abaikan AMDK-nya. Itu kayanya punya penumpang sebelumnya kwkw. Foto: Jessisca Fam 

Dengan berbekal ijin dari suami, uang secukupnya, semangat kekurang-piknikan dan kuras sisa makanan di kulkas, kita berempat berangkat piqniq setengah hari. Dengan tujuan kekeretaan dan makan.



Bekelnya Ayu

Kenapa harus bekal? Gada yang mengharuskan sih. Tapi sebagai orang yang selalu laperan dan tau bahwa di kereta jaman sekarang gada tukang dagang, maka ya lebih aman bekel. Ini udah tahun 2018 loh! Gada tukang dagang seliweran. Apalagi musik sepaket calung dan tukang ngamen waria hehe. Saya ngomong begitu karena masih kealaman jaman naik KDR Bandung. Sekarang sih takada asap rokok. Ber-AC dan ada colokan listrik. Ini kereta ekonomi ya, bukan bisnis apalagi eksekutif. Harganya aja cuma 8000 perak. PP dari Kircon/Bandung ke Plered jadi hanya 16.000. Warrrbyasak kan~

Inspirasi piqniq kali ini datang dari Mala. Dia pernah beberapa kali melakukan perjalanan serupa. Namun rupanya ini sudah jadi jalur favorit untuk rakyat kecil! Bersama dari stasiun Kiaracondong, ada serombongan ibu-ibu yang juga naik ke kereta menuju Plered dan ternyata sama akhirnya makan bareng sate Maranggi sama kita.

Niat pisan, mau makan sate aja pada pake seragam merah putih!

Tertarik mau coba juga, ini jadwal keretanya dan belinya di stasiun selatan ya, baik di stasiun Kiaracondong maupun stasiunn Bandung. Ini penting untuk diperhatikan karena kereta yang dinaiki masuk ke kereta api lokal yang jalan masuknya berbeda dengan kereta api luar kota.

Foto: Gemala

Tempat naik (juga turun) dan pilihan kereta silakan disesuaikan. Kemarin untuk perjalanan pergi kita pilih kereta nomor 395 (yang diberi tanda biru) dan pulangnya naik kereta nomor 396. Yuk jalan-jalan naik kereta! Pemandangannya keren. Ada sawah-sawah dan berbagai gambaran kehidupan tersaji.

Foto: Jessisca Fam

Ketika sampai di stasiun Plered yang dilakukan adalah tengok-tengok. Mencari dimanakah letak kampung Maranggi? Kata Mala sih deket stasiun banget. Dan ternyata tepat di sebelah stasiun!

Sebelum makan foto dulu tentunya. Monmaap ya pemirsa! Di foto ini udah mulai meringis karena udara terasa lebih panas. Selain karena sebelumnya turun dari kereta ber-AC.

Foto: Jessisca Fam

Lalu? Ya cepet-cepet pesan makan dan segera bersantap dong!

Harga sate relatif murah. Karena ini makanan rakyat kecil jadi kecil-kecil juga nih satenya. Tapi rasa lumayan. Seporsi satu 18-20 ribu. Isinya 10 tusuk.

Kampung Maranggi tampak depan. Foto: Gemala

Di Kampung Maranggi, berjejer banyak pedagang sate semacam ini. Foto: Jessisca Fam

Ayo makan!
Sejak turun dari kereta, sampai akhirnya kita naik kereta untuk pulang, ada waktu sekitar 2 jam untuk beraktifitas di daerah Plered. Jadi, setelah kenyang makan dan kenyang ngobrol, lalu kita berangkat ke Museum Keramik.

Dari Kampung Maranggi kalau mau ke Museum Keramik pilihannya ada 2:
1) naik angkot: Rp 3000/orang  untuk 1 kali perjalanan
2) naik grabcar: Rp.11.000/1 kali perjalanan

Grabcar batal kami gunakan karena angkot sudah lebih dulu nongol.

Ternyata ini bukan museum! Museum kebayangnya ada informasi yang jelas di setiap barang yang dipamerkan. Namun di tempat ini tidak ada. Yang nampak adalah 1 ruang yang berisi banyak keramik. Menurut penjaganya, keramik ini adalah produk-produk yang dibuat dalam 5 tahun terakhir.

Di dalam "galeri"

"Galeri" ini merupakan salah satu bangunan yang ada di UPT lupa-lagi-namanya-apa. Jadi memang bangunan milik pemerintah. Dan ada ruang pembakaran keramik dan ruang pembuatan keramik di samping bangunan "galeri" tersebut.

Mau buat keramik? Kayanya pakai alat ini 

Ruang pembakaran keramik. Foto: Jessisca Fam

Dengan waktu yang masih tersisa beberapa menit sebelum kereta datang, disempatkan jugaj jalan kaki ke beberapa toko keramik yang ada di sebelah-sebelah museum. Jaman dulunya sih katanya jaya nih industri keramik di Plered. Kemarin relatif tampak sepi.

Jajaran toko-toko keramik di Plered

Beberapa contoh keramik yang ada di kota sepanjang jalan tersebut

Lalu kita cepet-cepet pulang naik angkot untuk mengejar jadwal kereta pulang. Naik kereta dan sampai stasiun Bandung sudah gelap.

Sampai ketemu di piqniq selanjutnya!




Friday 21 September 2018

Makanan Sisa?

Makan adalah salah satu aktivitas favorit (saya)! Dengan berat badan yang kian bertambah ini, tentunya saya pernah mencoba diet. PERNAH MENCOBA. Namun begitu pola makan dan asupannya kembali amburadul, maka berat badan pun NAIK LAGI.

Masalah lain dari makanan adalah, kalau gak direncanakan dengan baik, bisa bersisa banyak. Atau bahkan kekurangan. Dua-duanya sama-sama bermasalah.

Kelebihan makanan biasanya terjadi karena kurang baik dalam perencanaan atau malah berubah sama sekali dari rencana awal. Contohnya kalau di rumah nih, saat udah masak nasi, taunya ada yang ribut pengen makan di luar. Otomatis nasi hari itu jadi ga abis. Ah tapi orang endonesya ada wae akalnya. Bikin nasi goreng dan olahan lainnya supaya makanan ga terbuang.

Belum lagi pas ngecek kulkas ada nyelip sayur yang ga kemasak tapi udah butut. Pernah ga ngalamin kaya gitu? SAYA PERNAH. Ampun! Kuncinya emang di aspek perencanaan.

Makan di luar biasanya porsi suka besar-besar kan? Antara sayang udah dibeli tapi perut udah penuh sesak. Belum lagi kalau dapet konsumsi makan siang non prasmanan (misalnya nasi kotak). Jenis makanannya buayak pisan dan enak-enak. Ini biasanya bisa diselesaikan dengan #MistingAjaib. Mistingnya misting biasanya, tapi ajaib karena rutin tersimpan di tas dan pas ada makanan sisa yang enak-enak itu bisa dibekel.

Kumpul-kumpul makan juga ada lagi seninya. Misalnya direncanakan botram bareng temen-temen/keluarga. Memang mungkin ada rasa sungkan karena perlu sebelumnya mendata dengan detil --> siapa aja yang bakal datang? masing-masing bakal pada bawa apa? (akusih ga sungkan hahah, justru biasanya jadi seksi sibuk untuk pendataan dan grupnya jadi rusuh). Tapi kalau ga dilakukan, peluang makanan berlebih/kurang bisa terjadi. Kalau kurang, kasian kan pemirsa yang sudah hadir. Kalau berlebih, pusing lagi untuk memastikan bahwa makanan itu terdistribusi pada yang membutuhkan. Atau nambah-nambah kerjaan/beban jadi harus ada kegiatan ngompos-ngompos kalau memang ahirnya ga abis!



Foto: Judith


Jadi, kapan kita kumpul makan-makan lagi? 


#KapanKurusnya
#DietItuBesok
#belajarzerowaste

Friday 24 August 2018

Pembantu?

Udah lama ga share buku bacaan. Kerjanya bolos melulu di #oneweekonebook . Ampunnn 🙈. Namun tadi malem ahirnya ada bacaan yang beres. Tepatnya baca curhatan mamak-mamak tentang pembantu rumah tangga.

Trus jadi inget jaman baheula. Hidup memang tida lengkap tanpa kehadiran mereka. Mreka lah yg bkin hidup jadi bisa lebih ngapa-ngapain. Ga terpaku nginget2 seuseuhan, istrikaeun dan tumpukan cucian piring.






Sejak kecil, saya emang terbiasa adaaa wae pembantu. Ada masanya ketang sebentar ga punya pembantu dan mesin cuci lagi rusak. Makaning nyuciin serumaheun. Auoooo!

Jadi saya pernah ngalamin hidup berdampingan sama pembantu yg pulang, yang nginep, pembantu tunggal, pembantu sampai 2 orang, pembantu bawa anak, pembantu yg udah nikah, belum nikah, dan tentunya drama ga balik lagi sesudah lebaran. JRENG JRENG


Begitulah serunya hidup!

Eh ternyata sgala drama tsb dirangkumkan dengan manis sama teh Ric Erica di bukunya yang berjudul PEMBANTU METROPOLITAN. Tapi si teteh eta emang juara bgt, sampai puluhan kali ganti pembantu. Kukira pembantu di rumah cimahi sudah juarak dramanya. Tp ternyata hal sedemikian emang fenomena umum. Kituwehhh~


Boleh dibaca juga tuh buku tsb sebagey pelipur lara bagi temen2 yang bete dan rudet sama pembantu (TAPI BUTUH). Termasuk di dalamnya sampai ada matriks perbandingan antar tipe pembantu. Kepikiran yampon!

Okelah, saya sudahi dulu cerita panjang ini karena tumpukan cucian baju kotor sudah menanti.

Tertanda: teteh-teteh-yang-udah-tiga-taun-hidup-tanpa-pembantu 🙌🙌 

Saturday 11 August 2018

Mengkompos Itu (Harusnya) Mudah!

Cara mengkomposmu, cermin kerapihanmu!
Kalau untuk saya sih, ga rapi gapapa, yang penting ada kesempatan untuk mengurus sisa makanan yang biasanya perlu dibuang ke luar rumah!

Jangan dilihat dari kerapihan takakuranya ya. Malu 🙈 udah kelamaan ga dipanen jadi kepenuhan. Juga si kardusnya udah rawing minta diganti.

Tapi mari saya ajak temen-temen untuk lihat manfaat dari si keranjang takakura ini!



Saya belum pernah ngukur secara pasti jumlah sisa makanan yg dihasilkan di rumah (baik dari aktivitas memasak maupun makan-makannya), tapi perbedaan yang nyata adalah: saya tak perlu buang sampah sesering tetangga. Dan tak sebanyak tetangga.

Pada jadwal pengangkutan sampah rumah yg berlangsung tiap selasa, jumat, minggu, saya paling banyak buang sampah 2 kali saja. Dan itupun seplastik. Karena masih ada residu yang dihasilkan. Tetangga???? Sampai ada yg keberatan gotong tong sampahnya. Ataupun bawa sampe berkresek-kresek.

Dari pengalaman saya (yang pemalas ini) sebenernya kalau punya balong dan ayam, ga perlu lah itu teknologi pengomposan yg begini dan begitu. Kerasa saat tinggal di rumah Cimahi. Tapi kalaulah perlu tinggal di tempat yang minim tanah (bahkan tembokan semua) takakura ini lumayan lah~ bahkan saya ga meracik sendiri isinya. Tinggal pesan ke @tokoorganisypbb. Enaknya lagi kalo pake takakura, isiannya (kalo ga eror-eror banget) ya gausah ditambah apa-apa lagi. Jadinya ga menambah pengeluaran rumatangga.

Catatan: bagi penganut #SuksesBagiSiRajin , tentunya bisa meramu sendiri isi takakuranya. Ga harus beli loh.

Perubahan kecil aja, sangat berarti untuk kurangi sampah yg keluar dari rumah kita~

Wednesday 11 July 2018

Ganti Istilah?

  • Penggunaan istilah/slogan katanya bisa mulai mengubah pola pikir kita katanya.

    Segitu seringnya kita dengar: BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA. Kenyataannya? Orang-orang masih weh ninggalin sampah dimana-mana.

    Juga trend terkini: PILAH SAMPAH. Kenyataan: angger tempat sampah terpilah di tempat umum teh nyampur booo.

    Juga trend lainnya: LAKUKAN 3R! Reduce-reuse-recycle. Angger yang terjadi riweuh bikin ini itu kerajinan dari sampah. Nyampahnya? Masih tetep jalan terosss!

    Itu padahal udah diganti istilah-istilahnya dan sudah melebar dari sekedar "buanglah sampah pada tempatnya". Jadi apa yang salah sebenarnya?

    Istilah diganti tentunya oke. Tapi di balik itu ada sesuatu juga yang perlu berubah (banyak). Cara pandang kita terhadap sisa material dari rumah misalnya. Pikiran-pikiran kita saat mau bela-beli misalnya (ingin atau butuh yeuh?). Penggunaan maksimal dari barang-barang yang ada dulu misalnya. Metode pengangkutan material dari rumah-rumah misalnya. Upaya untuk mengkompos di rumah atau di dekat rumah misalnya dll.

    Semua hal ini perlu berjalan seiring dengan pengubahan istilah yang juga dilakukan pada berbagai aspek material di sekitar kita. Kalo engga, nanti kita cuma seruseruan ganti istilah dan pakeren-keren istilah padahal ya ga kemana-mana.



  • Ngetik panjang-panjang gini sebageyyy refleksi dan tugas 2 dari kelas #belajarZeroWaste . Ngetik terutama sambil "menampar" dan ngingetin lagi diri sendiri~

    Foto petugas pengelola material kawasan (ato yg biasanya disebut mamang sampah) diambil saat wawancara untuk program #ZeroWasteCities @ypbbbandung

Wednesday 13 June 2018

Antri dan Hak Orang Lain

Udah pada mudik? Atau masih bertahan di kota? 

Foto dari tema google.com hari ini


Saya masih bertahan di kota dan hari ini masih menjalani hidup seperti biasa. Dan masih perlu belanja. Akhirnya melipir ke Superindo Ujungberung karena tinggal ngajleng dari kontrakan. Ceritanya mau bikin tajil es buah buat nanti magrib. Hanya buat berdua doang. Kebayang kan belanjanya berarti seuprit pisan. 

Sampai sono, ternyata antrian panjanggggg (g nya banyak banget saking panjangnya). sebagai langkah cepat, buruburu ambil belanjaaan. Sret sret dan secepatnya nangkring di jalur cepat. Jalur cepat ini dikhususkan bagi non trolley dan pembayaran tunai. Yanamanya juga jalur cepat sehhhh sehingga dikhususkan bagi yg belanjaannya sedikit dan non gesek-gesek yg biasanya suka butuh waktu lebih lama. 

Lalu pas mulai antri, sambil ngamatin segala hal. termasuk depan saya tuh antrinya pake trolley. seorang bapak-bapak. Saya langsung mikir cara yang tersopan untuk negur. Maksudnya sih tentunya mencari jalan tercepat untuk bayar belanjaan tanpa merugikan orang lain dan mengingatkan dalam kebaikan. 

Si bapak dengerin teguran saya dan oh oh. Beberapa menit si bapak diem. Tapi lalu berkata, "saya pindah deh". Alhamdulillah ada juga yang otaknya masi waras di tengah antrian segitu panjang.

Ada lagi ibu yang depan depannya saya (maksudnya keseling sama 1 antrian). saya kasitau dengan cara yang sopan juga. Trus reaksinya adalahhhhhh jreng jrenggggg! "kemarin juga saya antri di sini bawa troly tetap dilayanin". Oke baiklah buuu. Kan ga penting reaksi dia mah, yang penting sudah mencoba mengingatkan. 

Lalu sambil antri sambil mikir. apa yang salah ya dengan si ibu teh. Bukan hanya si ibu itu secara spesifik. Tepatnya orang indonesia yg kelakuannya sejenis si ibu. 

Apakah tingkat pendidikan? Lalu saya jadi mikir: belajar apaan ya dulu jaman sekolah. Adakah pendidikan yg emang efektif membiasakan antri sesuai kriteria? Atau setidaknya menghargai hak orang? Pelajaran PMP (IYA UDAH TUIR EMANG. ISTILAHNYA MENUNJUKKAN JEBAKAN UMUR WKWKW) sih biasanya emang bentuknya pilihan ganda. dan gampil-gampil aja ngisinya. Pokoknya isi aja yang sekitanya terpuji. Tapi lalu ada gap (meureun) antara teori dan praktek. Belum lagi contoh buruk yang lebih sering dilihat dalam keseharian. jadi mungkin moal beres juga kalau dipecahkan dengan pendidikan formal. kecuali sekolahnya alternatif atau ada perlakuan tambahan selain mengisi soal pilihan ganda. Padahal jaman baheula penataran P4 gencar dimana-mana ya. 

Terus kalau yg disalahkan adalah sign (petunjuk) yang kurang, kayanya engga sih. NGAJEBLAG alias gede kok keliatan. 

Siapa lagi yang bisa dipersalahkan? Sesunguhnya saya suka malu sendiri. Kita teh orang Islam (dan kebetulan ibu yang tadi kayanya orang Islam karena terlihat berkerudung besar) dan ditempa puasa hampir sebulan lamanya, tapi ko masi ada aja orang yg kelakuannya seperti itu. 

Atau kalau menganut paham berprasangka baik, yaudah kita coba pikir saja bahwa orang itu buru-buru (pake banget) karena mungkin mau naik kereta mudik dua jam lagi di Stasiun Bandung. jauh kan ya kalau dari Ujungberung. Makaning macet. hahaha. Itu sih kayanya antara berprasangka baik dan sabar dan kumaha deui. Tapi ingatlah bahwa sabar itu aktif. jadi buat saya, bebas aja si ibu mau gimana. yang penting sudah diingatkan. Maapin curhat siang-siang. 

Punya pengalaman seru saat antri atau berkegiatan di tempat umum? ayo bagibagi cerita serunya! 

Friday 8 June 2018

Kebersamaan dalam #7hariKonsistenZW

Untuk tetap konsisten ber #ZeroWaste tentunya banyak tantangan dong ya! Melakukan hal yang sangat berbeda dengan kebiasaan mainstream tentu tak mudah. Namun, di dalam tantangan #7hariKonsistenZW yang diadakan oleh YPBB, ditemukan banyak teman-teman yang juga ternyata sedang menantang dirinya untuk melakukan upaya lebih. Motivasinya mungkin beragam, tapi ya bebaskeun weh masalah motivasi mah.

Boleh intip-intip postingannya di instagram. Tinggal ketik ajeee #7hariKonsistenZW. Banyak yang keren-keren dan semangatnya berkobar-kobar semangatnya.

Saya juga ikutan posting walaupunnn, hanya menceritakan hal-hal kecil yang biasa dijalani (belum sampai ke tahap yang edun macem pake-menstrual-cup) dan itu ge ga sampai 7 hari dengan ada sempat dobel posting di hari ke sekian.

Di hari pertama, saya masak sayur asem. Dan rasanya kalau cerita aspek mengkompos, udah terlalu biasa. Sehingga di postingan pertama itu saya cerita tentang pentingnya mengukur porsi bahan yang akan dimasak. Masaklah seiprit, kalau hanya untuk berdua walaupunnn rasanya kaya anjang-anjangan~



Buat saya yang dari kicil tinggal di rumah yg macem asrama (alias banyak penghuninya) rasanya ga afdol kalo masak seiprit. Tapi sejak ngerasain ngekos sebentar dan juga sekarang cuma tinggal berdua, mau gamau pola itu perlu diubah. Sayang weh kalo ahirnya sisa makanan lobaaa. Nyampah dan bkin takakura eror. Tentunya ini tak seindah teori. Perlu try and error tea (errorna lumayan loba ogesih, nu penting usaha kwwkkw)

Pada postingan kedua, saya menceritakan "kehebatan"timbangan digital.


Sepanjang ada timbangan digital dan sepanjang mamangnya "terampil" mengoperasikannya dan sepanjang ga hoream bawa misting makaaaa sesungguhnya ada beberapa plastik pembungkus yg dapat kita kurangi dari awal~ Waktu itu saya mau masak cumi-cumi pedas dan belanja di pasar di mamang langganan.

Selanjutnya saya menceritakan tragedi abisnya-gas-saat-sahur. Apa hubungannya dengan upaya pengurangan sampah? Tentunya adadong. Jadi, Ketika tunduh melanda, aya wae tantangan pas nyiapin saur teh. Ujug-ujug gas abis zzzz. Padahal udah beres motong-motong sayur dan ngulek bumbuwww.


Sehingga masih setengah merem lalu ke warteg (untung cuma tinggal jalan dikit ke depan) sambil bawa tas kain, 2 misting dan 1 tumbler. Bawa tumbler soalnya biar bisa minta air anget sekalian. Bisa aja sih pake mejikom masak airnya, tapi rempong bo! Harus mindahin nasi dulu dan rada lama kan mendidihnya.

Walaupun berupaya mengurangi sampah, tapi kadang yang rada hese dibendung adalah keinginan untuk jajan.



Ini garagara kabita sama ibu-ibu yg nawarin pas ke luar kota (luar kota padahal Ngamprah hahahha). Untung ga dikemas-kemas plastik. Ngan dikaretan hungkuls (karet biasanya dikumpul dan dipake ulang sampai pegat). Seperti biasa nu dagang mah bageur, otomatis nyodorin kresek tea. "Ah teu kedah atuh ibuuuu, nganggo ieu weh", sambil saya sodorin tas kain.

Potensi masalah sampah bisa datang dari barang-barang kiriman. Di postingan selanjutnya saya cerita tentang kiriman dari tetangga yang justru tanpa sampah. Pada suatu sore, pas lagi kukumbah, ada yang ketok-ketok panto. Ternyata teteh tetangga ngirim baso tahu bikinannya sendiri.



Alhamdulillah, itu salah satu makanan favorit dan Alhamdulillahnya lagi, si teteh ga kirim pakai kemasan yang hanya sekali pakai tapi menggunakan piring.

Terakhir, saya posting tentang persiapan buka puasa bersama di YPBB. Makanan dan minumannya pada bawa dan nanti tuker-tukeran.


Supaya praktis dan rasanya puguh, ahirnya beli aja kering kentang di ibu pasar. Dia dagang macem-macem makanan jadi. Cocok buat yg males masak atau kalau masak rasanya ga keruan (urang eta hahaahha). Di si ibu bisa banget ga nyampah belinya. Asal bawa misting.

Semuanya ko tentang makanan ya? Padahal pengurangan sampah bisa dilakukan di luar sektor makan-memakan. Yuk simak postingan lainnya di #7hariKonsistenZW sebagai inspirasi untuk memulai juga konsisten melakukan upaya pengurangan sampah.





Thursday 17 May 2018

Beragam Tipe Ucapan Ramadan

Pagi ini mengamati sejenak trend ucapan selamat menjalani Ramadhan di instagram. Caranya sederhana aja. Intip timeline di instagram dan kalau ada yang menarik di-screenshoot. Cuma lihat-lihat bentar karena berbagai amalan di bulan suci Ramadhan menanti (maksudnya nyeuseuh, ngistrika, ngepel dkk hahah). Dan pengamatan terbatas pada akun-akun yang saya ikuti (sianil segala difollow tea)

Ada beberapa tipe postingan ternyata:

Ter-iyyyuhhh
Versi Iyyuh ini tentunya sesuai selera saya ya. Menurut saya, yang paling malesin adalah ucapan yang ngajeblag foto si tokoh di lembaga tersebut. Asa gimana ya~ Apakah tak ada simbol lain dari lembaga tersebut yang bisa diangkat?

Mohon maap ga pajang foto, bisi mengurangi nilai ibadah para pembaca hahaha

Agak iyyuh tapi masih berfaedah
Ini agak malesin karena kenapa harus ada muka si bapak-bapak ini ya? Apakah memang SOP pembuatan posternya seperti itu? Tapi agak mendingnya karena ada info kegiatan yang bisa diikuti oleh masyarakat selama bulan ramadan.



Terniat ataukah terbanyak budget?
Saya gatau namanya tehnik apa nih medianya. Tapi ucapan selamat ini menggunakan suara dan ada tangan yang nulis-nulis membuat ilustrasi sesuai omongan orang tersebut.

Boleh intip akun @walhinasional di sini

Terpersonal
Ibu Sri Mulyani alias menteri keuangan membuat ucapan selamat berpuasa yang rada panjang dengan tulisan tangan. Menarik karena terasa lebih personal.


Termemanfaatkan moment
Ada 2 jenis postingan yang saya amati untuk kategori ini:
- Memajang jam bukan dan tutup layanan karena biasanya bulan ramadhan ada perubahan jam kerja


- Menampilkan tema kampanye atau visi misi lembaga. Ini dibagi dua, ada yang tertulis di caption, ada yang tertulis di poster + di caption dan dibagi dua lagi yaitu ada yang masukin pesannya enakeun, ada yang rada "maksa"

Pesan sponsor hanya di caption



Mohon maap, postingan yang rada "maksa"nyambungin ke visi misi lembaga tidak ditampilkan. 

Bila ada lembaga yang memanfaatkan moment, tentunya tak mengapa. Bahkan akan lebih asyik lagi bila ada yang membagikan informasi yang sesuai dengan visi misi lembaga namun bermanfaat bagi pelaksanaan ibadah ramadan.

Kamu sendiri, kalau bikin ucapan seperti apa?







Wednesday 16 May 2018

Dari Soreang Menuju Sadang

Karena kabita sama iklan di instagram tentang promo travel ke Soreang, maka ketika hari senin saya coba ke Soreang pakai travel. Bukan sekedar iseng cobain travel tentunya, tapi memang ada kerjaan untuk wawancara tokoh program ZWC-nya YPBB untuk bahan liputan blog dan medsos.

Tiket sudah di tangan dan tinggal menanti mobil travelnya siap.



Lalu naik lah ke mobil travel. Semua masih tampak baik-baik aja sampaiiiiiii di jalan tol saya melihat plang PADALARANG. Lalu mikir dulu: apakah ke Soreang perlu melewati Padalarang dulu? O-ow! Lalu mulai panik!

Bertanya ke penumpang di sebelah dan ternyata ini BUKAN travel ke Soreang melainkan travel ke Sadang. Apakah Sadang adalah nama sebuah tempat di Soreang? TENTU BUKAN! Sadang adalah suatu tempat di pinggir Purwakarta. JAUH OGE NYA! Dan gabisa tibatiba hoyong kiri dan minta turun. Yaudah, ngikut aja dulu sampai Sadang. Memandang pemandangan sepanjang jalan tol. Anggap aja jalan-jalan. Dan tentunya segera memberi kabar ke tim Soreang bahwa si eteh tukang wawancaranya batal ke sana karena kebawa travel ke Sadang. Dan semua enak dan kenyang banget kayanya ngetawain. Hiburan~

Pool travel di Sadang ternyata tepat di ujung jalan keluar tol, tepatnya di Ramayana Sadang. Pak supir bilang, tak perlu lagi bayar tiket, tapi langsung saja ikut ke Bandung, lalu naik lagi travel yang ke Soreang. Hal tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan petugas tiketnya sehingga dipastikan saya mendapat kursi di jadwal selanjutnya. 

Baiknya lagi, pihak travel tidak memberi beban kepada saya untuk beli tiket menuju Bandung. Bahkan digratiskan kalau mau ke Soreang pada hari yang sama. Lumayan juga sih soalnya kalau perlu bayar: tarif Sadang-Bandung Rp. 35.000.00. 

Masih tersisa sekitar 45 menit untuk tunggu jadwal travel selanjutnya. Akhirnya masuk ke Ramayana. Bukan buat jalan-jalan sih, tapi hanya nebeng sholat di musholanya dan kemudian balik lagi ke ruang tunggu travel. Ngadem tentu tujuannya dan terutama sieun ketinggaleun travel.


Nebeng Ngadem

Petugas tiket ternyata langsung memberi jatah kursi di nomor 1. Tepatnya sebelah supir. Jigana dititip ke supir . Bisi salah naek deui hehe. Demikialah petualangan singkat naek travel di hari senin. Tanpa direncanakan, jadi sempat menginjakkan kaki di kota Sadang sejenak.

Sunday 6 May 2018

#masalahVSsolusi Kemasan

Ketika YPBB mengadakan lomba-lombaan ini, lalu sebenernya saya lieur. Foto apa yang bakal ditampilkan ya? Asa idup mah gini-gini aja levelnya. Belum bisa sampai kurangi kemasan (apalagi menggunakan produk-produk organis) sampai seekstrim beberapa teman dan selebgram kece. Masi jauhhhh~



Kalo ngorek-ngorek koleksi foto di laptop, pasti ada sih. Tapi kan PR banget ya nyarinya. Secara kalo pindahin foto cuma dicut-paste doang. Sehingga akhirnya memutuskan: yaudah foto lagi aja kehidupan yang berjalan dalam beberapa hari tersebut. Kan aktivitasnya juga rada lama. 21-27 April 2018, 7 hari lumayan lah. 

Dan inilah 5 posting kemasan bermasalah dan solusinya!

SATU


Jadi ceritanya kan mendadak ke rumah Cimahi. Langsung mata jelalatan mencari kemasan naooooon yang kemudian bisa dijadikan masalah. Dan nemu sepaket sambel sachet-an. Langsung difoto karena inget bahwa di rumah ada sambel botol yang ga abis-abis isi rumah kan ngan dua-an dan jarang dipake oge sambel itu teh. Sambel botol kan bisa dijadikan solusi dari kemasan sachet.

Walaupun yaaaa, bila dilihat dari komposisi bahannya, masih ada bahan ini itu yang berbahaya. Yang udah paling bener adalah, kalau mau seuhah, ya ngulek sambel ajeee. 


DUA

Seperti kebanyakan tukang tahu, mamang ini pun mengemas tahu jualannya dalam plastik. 


Tapi mamang nu ieu rada istimewa karena masih memberikan peluang bagi pembelinya untuk membeli tahu menggunakan wadah sendiri (misting dkk). Asallll pembelinya mau bangun pagi dan ke pasar rada nyubuh. Telat dikit, semua udah pindah kana plastik. Jarang pedagang tahu yang seperti ini. Kebanyakan pedagang tahu sudah datang dengan tahu berplastik atau ada supplier yang anter stok tahu dalam plastik. 

Berhasil pakai misting!

TIGA

Kalau beli telur, biasanya pakai plastik kan ya? Plastik dan seringkali dikeresekan karena ditenteng terpisah dengan belanjaan lain. BIAR APAAA? Ya biar ga pecah lah~



Nah, sebagai alternatif, lagi-lagi misting adalah jawabannya. Tapi kalau pengen sakses pakai misting, perlu pilih mamang yang nimbangnya "cerdas". Timbangan elektrik dan tau cara pakainya kalau mau pakai misting. Yang ditemui sih ada yang "gamau nimbang pakai misting" karena dianya udah set timbangnnya supaya kompatibel sama wadah yang biasa dia gunakan. Ini masih ok lah ya. 


Baru kemudian si telornya dimasukkan ke misting. 


Supermarket yang mau terima rikues aneh seperti ini adalah Superindo.

EMPAT

Pada suatu hari, seharian riweuh di rumah sampai ga sempat ke pasar. Laluuuu menjelang sore, akhirnya pergi ke griya untuk beli pecay buat lalab. Dan penampakan kemasannya seperti ini. 


Jeng jrenggg, semua dikemas plastik. Tapi karena butuh, ya diambil welah. Dan berjanji dalam hati, mun teu kapaksa-paksa teuing, ulah beli di sini lagiiii. 

Dan pas ke pasar, asa bahagia bisa beli pecay tanpa dikemas-kemas. Tinggal slubbb, asupkeun ke tas kain. BERES. 



LIMA

Di supermarket ataupun di pinggir jalan sekarang bertebaran buah dengan kemasan styrofoam dan plastik wrap tea geuning. BIAR APA? Mungkin biar "cantik" dan meningkatkan nilai jual.



Cara lain supaya ga perlu mendapat bonus kemasan tersebut, ya beli buah di pasar atau supermarket yang menginjinkan kita untuk mewadahi pakai wadah sendiri. 




SELALU ADA SOLUSI DARI SETIAP MASALAH
Asal kita mau!



Sunday 1 April 2018

Memasuki Dunia "Berbeda" dari Membaca


PELACUR. Sebuah profesi yang seringkali dibenci, tapi diberantas segimananya juga tetap ada. Istilah lain yang disematkan ke mereka kadang WTS alias wanita tuna susila atau PSK alias pekerja seks komersil (ada emang ya, kerjaan yang ga komersil? hehe), ada juga istilah-istilah lain yang bukan berupa singkatan misalnya lonte. 


Proses saya berinteraksi dengan isu dan apalagi para pelacur sangatlah minim. Dulu sempat tinggal sebulan di belakang area pelacuran pas jaman KKN. Penasaran, tapi akhirnya hanya sempat masuk satu kali ke salah satu "warung" dan itupun di siang hari dalam rangka sebar kuesioner sosial ekonomi. Dan sambil wawancara pemilik warung, saya sambil penasaran-penasaran tea pengen noong "ada apa sih di dalam arena pelacuran teh".

Kalau tampak luarnya, seperti warung tempat berjualan. Tapi jualannya minimalis. Yang heboh adalah saat menjelang sore saat eteh-eteh dangdan mulai ngajajar  
Eteh-eteh tersebut pada duduk manis di kursi bambu depan warung masing-masing menanti konsumen. Teman-teman lelaki saya apa pernah mencoba "icip-icip"? GATAU TAH. Yang pasti tiap kita (kita tuh maksudnya kalau saya dibonceng sama salah satu teman lelaki) mau masuk ke area tempat tinggal si eteh kadang menawarkan jasanya.

Pertemuan kedua dengan pelacur berlangsung saat seminggu menjalani masa live in di salah satu kampung miskin perkotaan, di Jakarta. Pas jaman baru-baru lulus kuliah. Itu kampung isinya macem-macem dan beberapa budayanya baru saya kenali. Mulai dari orangtua yang pagi-pagi nganter pakai motor beberapa anaknya ngamen, pulang ke rumah, santai, lalu sorenya jemput. Lalu budaya nonton dan denger musik keras-keras, padahal yaaaaaa itu pemukiman padat. Yang ditonton musik dangdut dan India, yampoooon! Anak-anak yang tukang jajan. Orangtuanya ngeluh ga punya uang, tapi frekuensi jajannya luwarrrbyasak! Banyaknya tikus gede-gede seliweran di dalam rumah dll dkk. Oh iya, sama ditambah bonus "diincer" sama salah satu mamang di lapak sampah. Sampai disamper-samper ke rumah tiap hari. Oh masa lalu~ 

Kesimpulannya, rasanya saya ga betah. Hidup terasa berjalan begitu lambat. Seumur hidup baru kali itu merasa "pengen pulang ke rumah". Biasanya kalo nginep dimanapun, anteng weh.

Untuk mempelajari pola hidup warga di lokasi itu, saya perlu banyak-banyak ngobrol dan mengamati. Termasuk kalau bisa mengikuti beberapa kegiatan masyarakat, bila memungkinkan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah nongkrong di warung. Kalau kebetulan ada yang nyambung, ya ngobrol. Kalau engga, ya diem aja mengati. Saya pernah duduk bareng aja sama 1 perempuan yang masing muda. Pas ditanya kerjaanya apa, sambil cengar-cengir dia bilang kalau dirinya lonte. NAH SAYA GA TAU ITU APA-AN. Terus ya ahirnya ngobrol yang umum-umum aja.
Di kampung tersebut juga tinggal beberapa waria. Ga pernah ngobrol juga sih. Tapi karena rumahnya dempet-dempet dan rumah yang saya tinggali cukup dekat dengan kamar mandi umum, jadi suka denger obrolan mereka pas lagi antri. Termasuk "centil-centilnya" pas lagi nyanyi sambil mandi kedengeran. 


  • Sisanya? Kayanya saya ga pernah berinteraksi sama pelacur. Kalaupun pernah bareng, mungkin saya terlalu polos dan ga sadar lagi bareng dia 😉. 



  • Nah, di @ipusnas, saya menemukan 1 buku yang memaparkan hasil disertasi terkait dengan pelacur. Membaca buku ini mengajak saya memasuki area Kramat Tunggak sebagai dunia yang saya tak ketahui, yang menawarkan cara pandang baru. Banyak data seliweran di buku ini. Kadang beberapa saya baca cepat aja (mumet juga kan liat data ini itu sekian persen terus-terusan) dan biasanya saya lebih senang baca bagian deskripsinya atau penafsirannya. Yang menarik pada buku ini, mulai dari awal pengenalan medan, pengambilan data sampai ke pemaparan hasil, terasa maksimal. Observasi awal aja sampai "menyamar" jadi murid di area kelas pembinaannya Depsos. Bukan sekali, tapi berkali-kali. Yang diwawancara bukan hanya pelacurnya saja, tapi sampai ke pemilik tempat pelacuran dan bahkan pelanggan. Peneliti bahkan sampai punya "asisten" yang profesi aslinya pelacur. Hal tersebut bisa memuluskan jalan saat pengambilan data dan juga bayangkan betapa si pelacur itu mau bela-belain bantu peneliti disamping tetap menjalani pekerjaan utamanya. Bagian yang cukup heboh juga adalah saat peneliti mencoba menyelami perasaan para pelacur tersebut dengan mencoba menginap 1 malam di area pelacuran. WOW! totalitas pisan. Padahal saat itu dia sudah bersuami dan beranak. Bahkan sampai suaminya datang menitipkan peneliti ke ibu pemilik warungnya.

  • Endang Rahayu Sedyaningsih penulisnya. Membaca buku ini, memancing saya untuk mengetahui "siapakah dia?" Dan saya baru tahu setelah googling. Rupanya peneliti sudah meninggal karena kanker paru-paru dan dulu sempat bikin heboh karena diduga sebagai "antek" Amerika namun malah diangkat jadi menteri kesehatan. Hasil penasaran itupun mempertemukan saya dengan 1 buku lagi yang ditulisnya yaitu Untaian Garnet Dalam Hidupku. Sungguh berbeda dengan buku "Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak" yang begitu terstruktur buku ini berisi cerita tentang kesehariannya, dari masa muda sampai berkeluarga, sisi-sisi personal yang terkait dengan pekerjaan, sampai perasaan dan pemikirannya saat hari-hari terakhir hidupnya. Buku tersebut ditulis saat masa sakit mulai datang. Saat telah divonis kanker. Yang saya bayangkan saat membaca buku ini adalah EDUUUNNN sakit segitu parah aja masih bisa menghasilkan 1 buku. 

Mau baca juga? Gatau di toko buku masih ada ataukah tidak. Yang pasti di ipusnas ada beberapa bukunya yang bisa dipinjam secara gratis. Mari meluncurrrrr~

Friday 9 March 2018

Perubahan di 2018: Mau Rajin Baca Buku!

Jadi, ceritanya mulai Februari kemarin saya memantapkan niat untuk rajin baca buku melalui media @gerakan1week1book

Jaman dulu kalau ngisi diary temen jaman SD, kalau nulis hobi adalah titik dua MEMBACA. Baca apa? Yang pasti karena dilangganin Bobo dan AWD, maka itulah bacaan rutinnya + warisan 5 sekawan berikut suka diajak ke taman bacaan dan Gramedia. Jaman udah rada gede masih sama sukanya baca fiksi. Bisa anteng berjam-jam. Bacaan lain? Koran langganan PR dan Republika. jadi suka baca juga walopun sret sret banyaknya baca judul dan antengnya koran hari minggu. Jenis yg lebih "ngelmu" apalagi yg terkait matkul: TARA alias ga pernah.

Jadi ceritanya (lagi), saya ingin mulai menggeser kebiasaan kebanyakan ngintip medsos (terutama instagram yang racun dunia ituh) dengan kebiasaan yang lebih baik dan berfaedah. Apakah perubahan sudah mulai terjadi? 

TADAAAAAA!

Jawabannya adalah BELUM SEGITUNYA. Ya tapi mayan lah~
Daripada tahun kemarin kayanya ga pernah baca buku deh hahah. 

Menyadari kondisi tersebut, pilihan buku perdana untuk setoran #oneweekonebook pun yang ringan aja dulu supaya memberikan pengalaman positif! Maksudnya yang kira-kira tamat dalam seminggu.




Walau 300an halaman tapi ternyata beres 2 hari! Tapi akibatnya BAPER booo. Karena banyak bagian yg menggambarkan suasana ketidakjelasan saat akan putus dan suasana hati sesudahnya #eaaaaHihiy! Ya gitudeh~


Di minggu kedua menjalani #oneweekonebook ini, saya mulai berkenalan dengan aplikasi @ipusnas.id. Bisa wareg baca buku secara online!

Minggu kedua ini tanpa sengaja pilih buku yang terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak saling berhubungan satu sama lain. Jadi bisa satu kali duduk beres 1 cerpen (cocok kalo lagi riweuh sama ini itu). 



Senang bisa kenal dan mendalami cerita hidup beberapa tokoh dan setting yg berbeda dalam setiap cerpennya. Walau kadang rada bolot pas ujug-ujug udah sampai ujung cerpen dan perlu balik lagi ke bagian tertentu untuk memahami lagi pesan dari si cerpen.

Minggu ketiga dan keempat kegiatan baca ini mandeg karena eh karena (mau nulis alesannya tapi gausah lah ya)

Baru di awal minggu ke 5 ini menamatkan buku ketiga di tahun 2018 yaitu buku ini nih..




Buku yang ditulis keroyokan oleh para relawan Rumah Dunia ini bisa menggambarkan pengaruh sebuah komunitas terhadap para relawannya. Pengaruhnya bahkan sampai ke level "mengubah hidup". 

Diceritakan dalam buku ini banyak relawan yang berasal dari keluarga menengah ke bawah yang bahkan tak terbayang akan berkiprah di seputar dunia baca dan tulis. Adapun yang memiliki hasrat di bidang tersebut biasanya Adapun yang memiliki hasrat di bidang tersebut biasanya terbentur pada tidak adanya akses dan lingkungan yang mendukung.

Beberapa orang yang "beruntung" tersebut lewat jalurnya masing-masing mendapatkan kesempatan emas untuk belajar langsung bersana Gol A Gong dalam berbagai aktifitas di Rumah Dunia.

Proses belajar tersebut tentunya tak mudah. Namun dapat menempa para relawan untuk berani bermimpi dan meraih impiannya tersebut.

Buku ini menginspirasi saya bahwa perubahan itu MUNGKIN. Namun tentunya bukan keajaiban dan kebetulan yang terjadi begitu saja. Terkandung proses intens dan strategi yang tepat untuk mendukung proses tersebut. Dan kemudian perlu kemampuan bercerita atas dampak-dampak yang telah terjadi sehingga dapat menginspirasi lebih banyak orang dan membuka pintu-pintu kerjasama untuk meluaskan lagi dampaknya.

Minggu kelima ini, baca buku apa lagi ya??