Udah pada mudik? Atau masih bertahan di kota?
Foto dari tema google.com hari ini |
Saya masih bertahan di kota dan hari ini masih menjalani hidup seperti biasa. Dan masih perlu belanja. Akhirnya melipir ke Superindo Ujungberung karena tinggal ngajleng dari kontrakan. Ceritanya mau bikin tajil es buah buat nanti magrib. Hanya buat berdua doang. Kebayang kan belanjanya berarti seuprit pisan.
Sampai sono, ternyata antrian panjanggggg (g nya banyak banget saking panjangnya). sebagai langkah cepat, buruburu ambil belanjaaan. Sret sret dan secepatnya nangkring di jalur cepat. Jalur cepat ini dikhususkan bagi non trolley dan pembayaran tunai. Yanamanya juga jalur cepat sehhhh sehingga dikhususkan bagi yg belanjaannya sedikit dan non gesek-gesek yg biasanya suka butuh waktu lebih lama.
Lalu pas mulai antri, sambil ngamatin segala hal. termasuk depan saya tuh antrinya pake trolley. seorang bapak-bapak. Saya langsung mikir cara yang tersopan untuk negur. Maksudnya sih tentunya mencari jalan tercepat untuk bayar belanjaan tanpa merugikan orang lain dan mengingatkan dalam kebaikan.
Si bapak dengerin teguran saya dan oh oh. Beberapa menit si bapak diem. Tapi lalu berkata, "saya pindah deh". Alhamdulillah ada juga yang otaknya masi waras di tengah antrian segitu panjang.
Ada lagi ibu yang depan depannya saya (maksudnya keseling sama 1 antrian). saya kasitau dengan cara yang sopan juga. Trus reaksinya adalahhhhhh jreng jrenggggg! "kemarin juga saya antri di sini bawa troly tetap dilayanin". Oke baiklah buuu. Kan ga penting reaksi dia mah, yang penting sudah mencoba mengingatkan.
Lalu sambil antri sambil mikir. apa yang salah ya dengan si ibu teh. Bukan hanya si ibu itu secara spesifik. Tepatnya orang indonesia yg kelakuannya sejenis si ibu.
Apakah tingkat pendidikan? Lalu saya jadi mikir: belajar apaan ya dulu jaman sekolah. Adakah pendidikan yg emang efektif membiasakan antri sesuai kriteria? Atau setidaknya menghargai hak orang? Pelajaran PMP (IYA UDAH TUIR EMANG. ISTILAHNYA MENUNJUKKAN JEBAKAN UMUR WKWKW) sih biasanya emang bentuknya pilihan ganda. dan gampil-gampil aja ngisinya. Pokoknya isi aja yang sekitanya terpuji. Tapi lalu ada gap (meureun) antara teori dan praktek. Belum lagi contoh buruk yang lebih sering dilihat dalam keseharian. jadi mungkin moal beres juga kalau dipecahkan dengan pendidikan formal. kecuali sekolahnya alternatif atau ada perlakuan tambahan selain mengisi soal pilihan ganda. Padahal jaman baheula penataran P4 gencar dimana-mana ya.
Terus kalau yg disalahkan adalah sign (petunjuk) yang kurang, kayanya engga sih. NGAJEBLAG alias gede kok keliatan.
Siapa lagi yang bisa dipersalahkan? Sesunguhnya saya suka malu sendiri. Kita teh orang Islam (dan kebetulan ibu yang tadi kayanya orang Islam karena terlihat berkerudung besar) dan ditempa puasa hampir sebulan lamanya, tapi ko masi ada aja orang yg kelakuannya seperti itu.
Atau kalau menganut paham berprasangka baik, yaudah kita coba pikir saja bahwa orang itu buru-buru (pake banget) karena mungkin mau naik kereta mudik dua jam lagi di Stasiun Bandung. jauh kan ya kalau dari Ujungberung. Makaning macet. hahaha. Itu sih kayanya antara berprasangka baik dan sabar dan kumaha deui. Tapi ingatlah bahwa sabar itu aktif. jadi buat saya, bebas aja si ibu mau gimana. yang penting sudah diingatkan. Maapin curhat siang-siang.
Punya pengalaman seru saat antri atau berkegiatan di tempat umum? ayo bagibagi cerita serunya!
Pa polisi aja kalah sama mak2 yang lampu sen ke kiri belok ke kanan komo mamak anil yang ema2 gadungan ga bisa serobot antrian wkwkwkwk
ReplyDeleteApala aku ini dibanding mamakmamak yg jam terbang srobotnya tinggi ituw~
DeleteYang penting Teteh hebat udah berani negur, soalnya klo ga ditegur orang-orang kek gitu jadi kebiasaan, terus dianggap lazim, yg lazim nanti lama-lama suka dianggap benar, terus lama-lama ga kentara lagi deh mana yang benar mana yg salah..
ReplyDeletesemangat teh!
Tah etpisss. Walopun harus siap dpt respon muka yg lempeng sambil dorong keranjang berisi belanjaan yg lobaaaaa~
Delete