YIIIHHAA, ini lah kamiii..
Abaikan AMDK-nya. Itu kayanya punya penumpang sebelumnya kwkw. Foto: Jessisca Fam |
Dengan berbekal ijin dari suami, uang secukupnya, semangat kekurang-piknikan dan kuras sisa makanan di kulkas, kita berempat berangkat piqniq setengah hari. Dengan tujuan kekeretaan dan makan.
Bekelnya Ayu |
Kenapa harus bekal? Gada yang mengharuskan sih. Tapi sebagai orang yang selalu laperan dan tau bahwa di kereta jaman sekarang gada tukang dagang, maka ya lebih aman bekel. Ini udah tahun 2018 loh! Gada tukang dagang seliweran. Apalagi musik sepaket calung dan tukang ngamen waria hehe. Saya ngomong begitu karena masih kealaman jaman naik KDR Bandung. Sekarang sih takada asap rokok. Ber-AC dan ada colokan listrik. Ini kereta ekonomi ya, bukan bisnis apalagi eksekutif. Harganya aja cuma 8000 perak. PP dari Kircon/Bandung ke Plered jadi hanya 16.000. Warrrbyasak kan~
Inspirasi piqniq kali ini datang dari Mala. Dia pernah beberapa kali melakukan perjalanan serupa. Namun rupanya ini sudah jadi jalur favorit untuk rakyat kecil! Bersama dari stasiun Kiaracondong, ada serombongan ibu-ibu yang juga naik ke kereta menuju Plered dan ternyata sama akhirnya makan bareng sate Maranggi sama kita.
Niat pisan, mau makan sate aja pada pake seragam merah putih! |
Tertarik mau coba juga, ini jadwal keretanya dan belinya di stasiun selatan ya, baik di stasiun Kiaracondong maupun stasiunn Bandung. Ini penting untuk diperhatikan karena kereta yang dinaiki masuk ke kereta api lokal yang jalan masuknya berbeda dengan kereta api luar kota.
Foto: Gemala |
Tempat naik (juga turun) dan pilihan kereta silakan disesuaikan. Kemarin untuk perjalanan pergi kita pilih kereta nomor 395 (yang diberi tanda biru) dan pulangnya naik kereta nomor 396. Yuk jalan-jalan naik kereta! Pemandangannya keren. Ada sawah-sawah dan berbagai gambaran kehidupan tersaji.
Foto: Jessisca Fam |
Ketika sampai di stasiun Plered yang dilakukan adalah tengok-tengok. Mencari dimanakah letak kampung Maranggi? Kata Mala sih deket stasiun banget. Dan ternyata tepat di sebelah stasiun!
Sebelum makan foto dulu tentunya. Monmaap ya pemirsa! Di foto ini udah mulai meringis karena udara terasa lebih panas. Selain karena sebelumnya turun dari kereta ber-AC.
Foto: Jessisca Fam |
Lalu? Ya cepet-cepet pesan makan dan segera bersantap dong!
Harga sate relatif murah. Karena ini makanan rakyat kecil jadi kecil-kecil juga nih satenya. Tapi rasa lumayan. Seporsi satu 18-20 ribu. Isinya 10 tusuk.
Kampung Maranggi tampak depan. Foto: Gemala |
Di Kampung Maranggi, berjejer banyak pedagang sate semacam ini. Foto: Jessisca Fam |
Ayo makan! |
Dari Kampung Maranggi kalau mau ke Museum Keramik pilihannya ada 2:
1) naik angkot: Rp 3000/orang untuk 1 kali perjalanan
2) naik grabcar: Rp.11.000/1 kali perjalanan
Grabcar batal kami gunakan karena angkot sudah lebih dulu nongol.
Ternyata ini bukan museum! Museum kebayangnya ada informasi yang jelas di setiap barang yang dipamerkan. Namun di tempat ini tidak ada. Yang nampak adalah 1 ruang yang berisi banyak keramik. Menurut penjaganya, keramik ini adalah produk-produk yang dibuat dalam 5 tahun terakhir.
Di dalam "galeri" |
"Galeri" ini merupakan salah satu bangunan yang ada di UPT lupa-lagi-namanya-apa. Jadi memang bangunan milik pemerintah. Dan ada ruang pembakaran keramik dan ruang pembuatan keramik di samping bangunan "galeri" tersebut.
Mau buat keramik? Kayanya pakai alat ini |
Ruang pembakaran keramik. Foto: Jessisca Fam |
Dengan waktu yang masih tersisa beberapa menit sebelum kereta datang, disempatkan jugaj jalan kaki ke beberapa toko keramik yang ada di sebelah-sebelah museum. Jaman dulunya sih katanya jaya nih industri keramik di Plered. Kemarin relatif tampak sepi.
Jajaran toko-toko keramik di Plered |
Beberapa contoh keramik yang ada di kota sepanjang jalan tersebut |
Lalu kita cepet-cepet pulang naik angkot untuk mengejar jadwal kereta pulang. Naik kereta dan sampai stasiun Bandung sudah gelap.
Sampai ketemu di piqniq selanjutnya!
No comments:
Post a Comment