Saturday, 7 May 2016

#TPSperjuangan?

Kemanakah sebenarnya sampah kita pergi dan berakhir?
Itu adalah hal yang jarang dipikirkan secara sadar oleh kebanyakan orang.

Beberapa orang yang saya tanya di beberapa pelatihan menjawab dengan fasih bahwa sampah itu berakhir di TPA alias tempat pembuangan akhir (belakangan "P" nya juga diartikan sebagai "pemrosesan"). Setelah sebelumnya diangkut oleh mamang sampah ke TPS (pembuangan sampah sementara) dan akhirnya dibawa oleh truk kuning PD kebersihan menuju TPA.

Rangkaian dongeng tersebut diketahui oleh cukup banyak orang. Buktinya dari banyak pelatihan yang sempat saya fasilitasi (kayanya baru puluhan pelatihan-belum sampe ratusan) ataupun ikuti, selalu ada peserta yang bisa menceritakan dengan fasih dongeng tersebut.

Bahkan ada yang sampai beneran menelusuri dongeng tersebut. Beneran liat mamang sampahnya pas lagi ngangkut sampah. Beneran tau TPS mana yang akhirnya jadi tempat menclok sampah dari RW-nya. Bahkan ada yang beneran ikut sama truk sampah yang menuju TPA. Perilaku terakhir ini biasanya dilakukan oleh anak-anak mahasiswa teknik lingkungan saat mengambil kuliah persampahan yang dalam rangka mengerjakan tugas kuliah.

Kesimpulan sementara dari saya: sudah cukup banyak orang yang tau kemana sampah mereka akan menuju dan berakhir. (itu asumsi saya dari hanya melihat jawaban para peserta pelatihan yang ditemui dalam beberapa tahun terakhir).

Lalu setelah tahu, apa?

Sekarang kita cuplik bagian kecil dari rangkaian dongeng tersebut. Yaitu dongeng seputar TPS. Seperti apakah wajah TPS di kota Bandung?Amati baik-baik 3 gambar berikut ya.

Wajah TPS di Kota Bandung (dan mungkin seperti TPS di kebanyakan kota lainnya) Foto: bebassampah.id

Dari segi estetis, tidak indah. Dari segi baunya, kebayang "sedapnya", Potensi bibit penyakit? Pastinya ada Foto: bebasampah.id 

Dari ketiga foto tesebut, saya tak menemukan 1 tanda "resmi" bahwa itu TPS milik pemerintah. Plang misalnya? Foto: bebasampah.id

Begitulah gambaran kondisi TPS di kota Bandung. TPS tersebut terdiri dari TPS Pasar Palasari, Patrakomala, Peta, RS Kebon Jati, Andir, Nyengseret, Sarimadu, Cisinged, Binongjati, Cijambe, Ence Aziz dan Gudang Selatan. Data foto yang saya kompilasi cukup baru, didapat oleh para surveyor bebassampah.id di akhir tahun 2015. Kompilasi foto TPS diatas diambil secara acak dari foto-foto TPS yang tersedia di bebassampah.id (kalau mau lihat foto dan data yang lebih lengkap, sila langsung menuju peta di bebassampah.id)

Berkat sedikit begaol sama orang-orang PD kebersihan (halah) dan juga hasil ngobrol sama beberapa surveyor bebassampah.id, selintas saya jadi tahu bahwa TPS di kota Bandung berjumlah 150-an. Artinya: setiap kelurahan minimal punya 1 TPS karena jumlah kelurahan di Bandung ada 151.

Artinya lagi: TPS bisa banget jadi "etalase" pengelolaan sampah di tiap kelurahan = etalase pengelolaan sampah kota.

Dari "etalase" di akhir 2015 itu kita bisa langsung tau bahwa:
1) sampah dari rumah masih bercampur baur antara sampah sisa makanan, sampah-sampah yang potensial masih bisa didaur ulang dan sampah yang gak bisa diapa-apain (atau biasa disebut residu)
2) karena bercampur tersebut makanya jadi bau
3) kalau udah bau, apalagi gak langsung diangkut makaaaaa yang lewat jadi gak nyaman. Seeeengg, langsung semerbak mewangi begitu melewati area TPS.
4) jumlahnya itu ya buuu paaakkk. BANYAK! Kadang sampai gerobaknya antri panjang. Bahkan katanya sampah TPS bukan hanya datang dari gerobak-gerobak RW sajah sebagai yang ngikut mekanisme PD Kebersihan (yang ber-MOU antara RW dan PD Kebersihan) tapi juga sampah dari orang yang lewat dan atau naek motor. Laluuu plung buang sampah di TPS tersebut. Entahlah itu warga mana.

Begitulah kalau kita mau melihat "etalase" tersebut secara jujur. Pengelolaan sampah di tingkat rumah tangganya masih "payah".

Apa yang kira-kira bisa dilakukan supaya "etalase" tersebut berubah jadi lebih baik.

Kalau dari rumah-rumah sampah sudah terpisah minimal jadi 3 maka:
1) sampah sisa makanannya gak nyampur dengan sampah lainnya. Sampah inilah yang sering dituding jadi penyebab bau, Keren pisan kalau bisa diolah langsung ditempat. Si sumber bau ini gausah diangkut-angkut ke TPS tapi justru dia bisa disulap jadi kompos yang bisa dipakai menanam!
2) sampah yang masih bisa didaur ulang atau yang biasanya disebut piduiteun akan bisa langsung diambil sama tukang sampah/tukang pulung/disetor ke bank sampah dan lapak tanpa ada kerujitan yang berarti. Gak rujit dong, kan dari awal ga dicampur sama sampah sisa makanan.
3) sampah yang gak bisa diapa-apain (dikompos gak bisa, dijual juga gak payu, dan sering disebut sebagai residu), ini lah yang nantinya mau tak mau perlu diangkut ke TPS.

Dan taukah kawan, jumlah rata-rata sampah residu dari rumah itu hanya 30% persen!

Artinya: jumlah sampah yang sampai ke TPS akhirnya bisa berkurang jadi TIDAK BANYAK LAGI (kan 70%nya sudah diurus). Bebauan pun akan berkurang secara signifikan (kan sampah sisa makanannya udah diurus di area rumah) dan si pemulung gak harus ngorek-ngorek lagi di TPS. Dengan sudah terpisah dari awal, sampah sampah-sampah yang potensial piduiteun bisa diambil dalam keadaan relatif bersih.

Nah, kalau penanganan sampah dari rumah ini mulai dilakukan, tentunya penampakan TPS sebagai "etalase kondisi pengelolaan sampah kota" akan lebh nyaman dipandang dan nyaman pula di hidung.

Yeah, teorinya sih sesederhana itu. Yang masih menjadi tantangan bersama: seberapa bisa motivasi kita sebagai penghasil sampah bisa meningkat untuk mulai mengelola sampah dari rumah? Dan cara apa yang paling efektif untuk meningkatkan motivasi itu?

Mari jawab bersama 2 pertanyaan tersebut dengan LANGKAH NYATA :)
 
Salah satu solusi awal banget yang ditawarkan oleh tim bebasampah.id adalah dengan membuat sistem rating TPS oleh warga kota. Dengan menilai tentunya warga jadi makin ngeh dengan kondisi di TPS sekitarnya kan? Dan hasil penilaian dari masyarakat itu juga bisa jadi data bagi pengelola sampah kota dalam melakukan perbaikan sehingga TPS yang ada bisa jadi #TPSperjuangan!

Daripada panjang-panjang cerita tentang rating TPS, mending lihat lengkapnya di video ini!





No comments:

Post a Comment