Sunday, 12 January 2014

Hari 7: Oleh-oleh #ZeroWaste ? Mungkinkah?

Salah satu pernyataan yang sering terdengar ketika ada orang yang berpamitan akan pergi jauh adalah: "Jangan lupa bawa oleh-oleh yah."
Begitupun ketika seseorang datang dari tempat jauh, biasanya juga akan ditanya: "Oleh-olehnya mana?"

Kebiasaan tersebut, membuat akhirnya tradisi bawa oleh-oleh menjadi berkembang. Sudah tidak aneh ketika orang pergi ke tempat jauh, otomatis sudah membawa anggaran tersendiri untuk beli oleh-oleh. Area penjualan oleh-oleh pun menjadi berkembang untuk melayani kebutuhan tersebut.

Nah, terkait dengan oleh-oleh, saya akan berbagi beberapa foto oleh-oleh yang sempat mampir ke area kantor yang didapatkan dari berbagai daerah. Untuk kenyamanan semua pihak, tidak akan disebut nama si pemberi oleh-olehnya.

Berburu dan meramu ke Lampung ternyata ini oleh-olehnya.


Oleh-oleh dari Lampung ini datang dari 2 orang yang berbeda. Tapi kalau diamati baik-baik, kopi yang diberikan, mirip pisan. Berarti kopi merk itu memang khas banget sebagai oleh-oleh dari lampung. Sama merknya maupun ukurannya. Kemasannya juga pastinya sama yaitu plastik (apa alumunium foil ya?). Plastik yang akhirnya jarang dipakai ulang dan juga tidak didaur ulang. Artinya nyampah. Sejauh ini tampaknya para produsen kopi belum menemukan cara alternatif kemasan selain plastik. Yang saya temukan di Bandung, ada kopi Aroma yang berkemasan kertas. Mungkin ide tersebut bisa ditiru. Walaupun belakangan, kopi Aroma yang berbungkus plastik tersebut, sudah dibungkus dengan plastik juga.

Kemasan sambelnya, kalau telaten nyuci, bisa dipakai ulang. Kemasan lain-lainnya, biasanya sih dibuang begitu saja, karena sudah tidak bisa diapa-apakan.

Sekarang mari kita jalan-jalan ke Bali!


Mari perhatikan foto yang bawah. Ada gantungan kunci. Kalau gak salah bahannya dari kayu. Tapi teutep aja nyampah karena diplastikin lagi. Plastik pembungkusnya bening, mungkin agak mending karena bisa didaur ulang. Tapi kalau pembeli diberi pilihan untuk: gantungan kunci bisa pilih mau dikemas/tidak, mungkin itu akan membantu mengurangi sampah dari awal.

Pada gambar yang atas terdapat sate lilit pada wadah biru. Itu namanya sate lilit. Enak, nyam-nyam. Sampahnya hanya gagang sate yang bisa membusuk dalam waktu lama. Kata yang ngoleh-ngolehin, sate dibeli dalam jumlah banyak dan dari awal memang dibeli pakai wadah misting besar, supaya mudah dimasukkan ke dalam koper dan baunya tidak menyebar ke dalam koper. Suka deh dengan pengemasan sate lilitnya :)

Kedua oleh-oleh Bali tersebut, memiliki kesamaan yaitu sama-sama ada pie susunya. Pie susu ini kayanya lagi jadi trend oleh-oleh. Tapi kemasannyaaaaaa, dibungkus plastik satu-satu. Pemilihan kemasan ini (katanya) dengan alasan supaya gak kena debu dan juga supaya si bagian vlanya gak kering. Plastiknya bisa didaur ulang karena plastiknya bening. Asalkan plastik pembungkusnya dipisah sejak awal. Tapi kalau saya ke Bali kapan-kapan, dan ada produsen pie susu yang punya cara cerdas mengemasnya pakai kemasan non plastik, kemungkinan itu bakal lebih saya pilih.

Kemasan kopi Aceh ini berkemasan plastik bening. Kalau kita telaten memisahnya dari awal, paling tidak bisa didaur ulang dengan jalan dikasi ke mamang pemulung dalam keadaan bersih. Mudah-mudahan ke depan ada yang jual dalam bentuk kilo-kiloan dan kita bawa misting dari Bandung :)

Kopi Aceh

Kemasan berkilau warna-warni ini udah ampun banget. Tak bisa didaur ulang. Kalau gak percaya, tanya deh sama semua pemulung, gak ada yang mau terima. Jadi kalau ada alternatif oleh-oleh yang berkemasan plastik bening dan juga berkemasan lainnya yang masih bisa didaur ulang atau dipakai ulang, kemasan-kemasan seperti ini bisa menjadi pilihan terakhir sebagai oleh-oleh.

Oleh-oleh dari Jepang

Oleh-oleh dari Jerman

Kalau gak salah dari Spanyol

Kalau kita selalu bersiap dengan tas kain, mungkin salak dari Jogja ini bisa kita dapatkan tanpa sampah plastik sama sekali. Kulit salaknya tidak termasuk sampah dong karena bisa dikompos. Dengan catatan, beneran dikompos sendiri, karena kalau diberikan ke mamang-mamang sampah saja, kemungkinan besar tidak didaur ulang. Kecuali kalau yakin bahwa pengelolaan sampah organis di daerah anda memang sudah mencakup pengomposan juga. 

Oleh-oleh dari Jogja
Yeah, demikianlah adanya keadaan peroleh-olehan yang ada di sekitar kita. Karena banyak sampahnya, bukan berarti kita gak boleh membawa oleh-oleh. Tapi kemasan pembungkus bisa menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan saat memilih oleh-oleh. 

Semakin kita sadar bahaya plastik dan juga kemasan-kemsan lainnya yang menimbulkan aneka penyakit berjangka panjang, mudah-mudahan justru memicu semangat kita untuk: 
  • mencari oleh-oleh yang paling gak nyampah (#ZeroWaste) dari aneka pilihan yang tersedia (sebagai konsumen)
  • membiasakan diri membawa #ZeroWaste kit di dalam tas (sebagai konsumen)
  • meluncurkan alternatif produk oleh-oleh yang tanpa sampah (sebagai produsen)
Jadi, mana oleh-oleh #ZeroWaste buat saya? 


Friday, 10 January 2014

Hari 6: Try Something New for 30 Days

Beberapa pagi yang lalu, saya sempat melihat salah satu postingan page-nya TED di timeline Facebook.

Tentang TEDnya, silakan langsung mampir di website mereka.
Gambaran sekilas tentang web TED adalah mereka menyediakan kumpulan rekaman presentasi tentang aneka hal. Banyak pisan ilmu yang bisa didapat. Cocok buat orang yang lebih seneng didongengin daripada baca yang banyak-banyak. Cocok juga buat yang bahasa Inggrisnya rada kacau (seperti saya) karena minimal ada subtiltle Inggris dan maksimalnya ada subtitle Indonesia! Terimakasih para relawan penterjemah video TED, semoga umurnya barokah dan bisa terus memberikan manfaat yang banyak dari proses volunteeran nerjemahin :)

Balik lagi ke cerita awal!
Jadi, postingan dari page-nya TED itu berisi sebuah video presentasi dari Matt Cutts tentang ini nih: Try something new for 30 days. 

Setelah melihat video itu, saya jadi terilhami pengen nyoba tantangan coba hal baru selama sebulan!
Bukan hal yang bener-bener baru sih, tapi pengen nguji daya tahan, tingkat ke-keukeuh-an yang ada di dalam diri, termasuk nambah jam terbang dalam menulis.

Jadilah yang muncul adalah target ini:
Menulis setiap hari satu tulisan. Tulisan perlu bermanfaat buat diri sendiri dan juga untuk orang lain. 

Selain harapan yang saya sebutkan di atas, saya juga kabita ingin mencicipi aneka manfaat yang bisa didapat dari proses "Try something new for 30 days" yaitu:
  1. 1 bulan akan jauh lebih terkenang
  2. kepercayaan diri tumbuh
  3. tidak akan pernah memiliki petualangan seperti itu sebelum memulai tantangan 30 hari 
  4. jiga benar-benar menginginkan sesuatu, kita dapat melakukan apapun selama 30 hari
  5. Saat membuat perubahan yang kecil dan berkesinambungan, kebiasaan itu cenderung akan melekat.

Alhamdulillah Try something new for 30 days #30hari bercerita sampai hari ini telah berjalan 5 tulisan tanpa terputus. Mudah-mudahan sampai ke hari 30!

Yeah!
Setelah saya lulus di uji pertama ini, nanti mau lanjut ke hal baru selanjutnya ah :) Siapa mau gabung?

Saya jamin 30 hari selanjutnya akan berlalu baik Anda suka ataupun tidak, jadi mengapa tidak memikirkan sesuatu yang selalu ingin Anda coba dan cobalah selama 30 hari ke depan (Matt Cutts)







Thursday, 9 January 2014

Hari 5: Piknik ke Baksil Yuk!

Menu "standar" Wiken: 

  1. Ngemall - "bosen"
  2. Nonton bioskop - "udah"
  3. Ngafe - "cafe mana lagi yang belum pernah dicoba?" 
  4. Ke FO - "gitu lagi- gitu lagi"
  5. Kulineran - "kaga nahan macetnya" 
Ngapain lagi ya? 

Kalau mulai merasa jenuh dengan aneka aktivitas yang tadi disebut, mendingan kita piknik yuk!
Di tempat yang asik dan letaknya masih di kota! 
Kota Bandung pastinya :) 

YUK KITA KE BAKSIL!
Baksil singkatan dari babakan siliwangi. Sekilas info tentang baksil, bisa lihat tulisan dari Rima di sini
Kali ini, saya akan cerita sedikit tentang piknik ke Baksil tempo hari, tepatnya tanggal 21 April 2013. 
Ceritanya kita semua, sekeluarga YPBB mau ikut Forest Picniknya Regia + Agritektur . Tapi karena pengen berasa banget pikniknya, kita sibuk masak dulu di kantor Ypbb Bandung (sidomulyo 21). 

Mulai dari belanja, udah diset supaya gak nyampah. 
Ini beberapa proses masak dan juga tampang para pelakunya :) 

Seluruh foto yang terpampang di tulisan ini, dari kameranya cicilawati Jessisca Fam




yang jagoan ngeliwet nih: pakentis !

ayah kiran yang janggotan juga ikut masak :) 

Masak teh, tong bari melak cangkeng atuh, A! --> adedom sebagai tukang goreng jengkol!

ada menu jus juga! --> cici jessis sebagai tukang jus

numis kangkung yuk!

bentuk tanggung jawab kami terhadap gagang kangkung yg dihasilkan: dipotong, dikompos



Berhubung masaknya terlalu asik dan kelamaan, akhirnya keburu hujan. Batal lah ikut acara botram yang bareng Regia. Yasudah lah, kita piknik sendiri aja. Dengan berbekal semangat yang kuat, meluncurlah si jangkrik (mobil ayah kiran) menembus hujan bersama stok makanan kita! Sisanya naik angkot.


Sekarang mari kita mulai memasuki area Baksil yang hujan!


Dan inilah salah satu perjuangan kami pas bawa-bawa stok makanan ke tempat piknik yang dituju yaitu area adu domba - Babakan Siliwangi Bandung.



Dan akhirnya sampailah kitaaaaa di tempat piknik. Kemudian kita mulai menggelar aneka makanan dan bersiap makan!
Apa saja menunya? Yang pasti sangat cukup untuk membuat kita sekeluarga merasa kenyang dan bahagia :) 


  
Asik kan nih pikniknyaaaa?!?



Hayu ah, kita piknik di Baksil! Nih didadahin sama (sebagian dari) keluarga YPBB!




 Seluruh foto dari cicilawati Jessisca Fam

Hari 4: KEJUTAN ULTAH!

Siapa yang tidak suka KEJUTAN?!?

Biasanya saat ulang tahun terjadi "kejutan".
Mengapa saya berikan tanda kutip pada tulisan kata kejutan pada kalimat sebelumnya?
Karena kadang kita sudah GR dari awal bahwa "pas saya ultah, pasti akan ada yang ngasi kejutan"
Teu kaci ah kalau dari awal kitanya sudah sudah tahu bahwa akan diberi kejutan. Makanya saya berikan tanda kutip.

Dari jaman sekolah dulu sampai jaman kuliah, ada aja aneka kejutan dan "kejutan" saat berulang tahun.
Cuma sayangnya, dulu belum jaman banyak foto-fotoan seperti sekarang, jadi tidak sempat terdokumentasi.

Ada hal unik terkait "kejutan". Ini terjadi pada saat kuliah. Saya temenan dengan beberapa orang teman, yang kemudian rutin saling memberikan kado ketika ulang tahun. Itu berjalan beberapa tahun, sampai akhirnya kita kemudian bersepakat untuk menghentikan aksi memberikan kejutan-kejutan tersebut karena mulai berasa hambar. Setiap orang yang bakal ultah pasti udah kepikir "Pasti ada "kejutan" nih". Dan juga akhirnya perlu ada tim riweuh yang ngider cari hadiah yang dirasa cocok. Ngider bari mikir:: "naon deui nya kadona? tahun kemarin udah kasi ini, taun kemarennya udah kasi itu". Orang yang rajin (tepatnya katempuhan) nyari kado, biasanya orang-orang tertentu yang "aktif".

Tapi tahun ini, saya benar-benar dapat kejutan (tanpa tanda kutip) ketika ulang tahun!

Ada dua momen yang dikoordinir oleh 2 grup yang berbeda.

Yang momen pertama jatuh pada H-1 ultah. Bukan sok-sok an anti mainstream sehingga pada ngeburu sebelum jam 12 malam, tapi karena pada H-1 tersebut bersamaan dengan acara ultah kantor. Mungkin pertimbangannya adalah mumpung lagi pada ngumpul
Di acara ultah kantor (dan beberapa hari sebelumnya), saya jadi tim riweuh. Boro-boro nginget ultah sendiri. Banyak hal yang perlu dikelola. Di hari H pun, masih aja ngutek-ngutek banyak hal dan jadi orang yang banyak tampil di "panggung utama" dan ngobrol sana-sini.

Dan di ujung acara, tepatnya setelah acara selesai, di saat masih banyak orang berkumpul, tiba-tiba TARAAAAAAA
Sekonyong-konyong muncullah kue ultah mini. La la la....Sama sekali gak nyangka bakal ada tim yang sempet mikirin untuk kasi kejutan seperti itu. Sebagai info untuk para pembaca, di kantor kita, takada budaya kejutan-kejutan seperti itu. Biasanya lempeng weh. Makanya saya sama sekali gak kepikiran dan emang di hari tersebut pikiran bener-bener fokus mikirin gimana caranya supaya acara berjalan dengan sukses.

kue hasil konspirasi banyak pihak :) 

Beberapa hari sesudahnya, datang lagi kejutan dari teman-teman Kelas Inspirasi! Hore!



Alhamdulilah, ultah di tahun 2013 penuh dengan kejutan dan kehangatan persahabatan. Terimakasih semuanyaaaa :)

Ayo, sekarang siapa yang mau berbagi serunya kejutan dan "kejutan" yang didapatkan di hari ultah?








Wednesday, 8 January 2014

Hari 3: Zero Waste Kit di Dalam Tas?

Masih suka nyampah? 
Saya dan temen-temen biasanya nyebutnya "gak Zero Waste". 

Banyak orang yang bilang bahwa: gak mungkin dong kita gak menghasilkan sampah, kita kan hidup dan pasti mengeluarkan sesuatu ke alam. Nah, berarti istilah nyampah atau gak nyampah sangat tergantung pada definisi kata "sampah" yang ada di kepala kita. 

Gampangnya sih, kita dibilang gak nyampah dan menuju Zero Waste bila: sampah yang dihasilkan sebanyak mungkin adalah sampah organis (yang berasal dari hewan dan atau tumbuhan). Tapi, bukan berarti kita bisa panen sebanyak-banyaknya bahan organis ini dari alam. Jumlah mereka pun dibatasi oleh kemampuan bertumbuh kembalinya dan juga perlu diingat juga bahwa, setelah dia jadi sampah (setelah tidak dipakai) maka perlu perangkat di alam yang bisa mengelolanya supaya bisa balik lagi jadi tanah. Nah, si alam inipun, punya daya pemurnian diri (kemampuan untuk menguraikan) yang terbatas. Jadi perlu seimbanglah. 

*kalau pusing baca paragraf di atas, jangan khawatir! Biasanya kita bisa paham konsep tersebut setelah mengikuti pelatihan keberlanjutan yang durasinya minimal 2 hari :) 

Baiklah, mari kita mulai mengurai tentang perangkat apa saja yang perlu dimiliki dan dipersiapkan di dalam tas (bisa juga di rumah dan atau di tempat aktivitas) untuk mulai ber Zero Waste!


Kita sebut sebagai Zero Waste Kit!


1) Tas kain: mengurangi penggunaan kantong kresek. 
Modelnya macam-macam. Mulai dari yang kelas mahal (berharga 50ribu ke atas), yang sedang dan sampai gratisan. Gratis karena diberi orang lain/kit acara ataupun karena memakai bahan bekas yang ada di sekitar. 


Tas dari kaos bekas (sumber dari sini)
Kata kuncinya: bukan jenis bahan ataupun harga yang akan memaksimalkan penggunaannya! Tetapi pada sisi: 
1) apakah tas kain itu selalu stand by di sekitar kita? (tersimpan selalu di tas bepergian. atau disimpan di dekat pintu keluar rumah sehingga akan lebih mudah untuk mengambilnya setiap diperlukan) 
2) bila no 1 sudah terpenuhi: PR selanjutnya adalah membiasakan memakainya, tak perlu karena kita tampak berbeda dibandingkan dengan orang lain. 


2) Lunch Box (misting dalam bahasa sunda) : mengurangi aneka kemasan sekali pakai (plastik bening, kresek, kertas nasi, styrofoam) 

Ketika berencana akan membeli makanan di luar, kita bisa mengurangi sampah dengan cara: 
1) makan di TKP, juga bisa mengurangi kerjaan mencuci piring sendiri :) 
2) mengemas makanan menggunakan misting ataupun rantang yang telah dibawa. 
Berarti syarat pentingnya: kita punya memiliki sejumlah simpanan lunch box di tas/ rumah/tempat aktivitas.


Contoh misting dari kaca (sumber dari sini)

Yang sering terjadi dalam penggunaan misting ini adalah: 
1) lupa bawa dan baru ingat ketika sampah ke TKP penjual makanan
2) ingat, tapi malas bawa karena: 
- tasnya kecil dan tidak cukup untuk memuat misting
- ada kerjaan tambahan untuk mengatakan request khusus ke penjual terkait dengan pengemasan makanan "spesial" kita. 
- males ribet karena harus nenteng-nenteng misting kosong dari rumah
- malu karena terlihat "lain" dibanding pembeli yang lain. 

Terlepas dari aneka kendala tersebut, langkah kongkrit yang saya lakukan selama ini adalah: selalu bawa misting kosong di dalam tas. Memang resikonya adalah: gak bisa pakai tas yang berukuran kecil, tapi tak mengapa karena aksi ini bisa jadi langkah jitu untuk mengurangi sampah dari awal. 

3) Tumbler (tempat minum plastik/kaca/alumunium): mengurangi penggunaan kemasan AMDK (air minum dalam kemasan)

Membawa tumbler punya keuntungan yang sangat nyata! Pastinya akan mengurangi pengeluaran kita terkait pembelian AMDK atau minuman-minuman kemasan lainnya. Dari sisi kesehatan pun, kita bisa memastikan diri meminum jumlah air yang cukup, tanpa perlu mencari pedagang minuman atapun warung/toko. 


contoh tempat minum untuk bekal (sumber dari sini)

Tapi dari segi lingkungan, pastinya upaya membawa tumbler dapat mengurangi penggunaan kemasan AMDK dari awal. Apalagi bila dipastikan bahwa di tempat yang akan kita kunjungi, tersedia refill air bening. Wow, berarti kita tidak perlu membawa tumbler yang berukuran besar. Sama halnya dengan kita membaca gelas sendiri dari rumah. 

4) Sapu tangan: mengurangi penggunaan tissue 
Adakah yang jaman kecilnya dibiasakan oleh orang tua untuk membawa sapu tangan? Hal tersebut dulu terasa biasa dan bukan sesuatu yang menjadi beban. Tapi sekarang keadaan sudah jauh berbeda. "Kalau bisa gampang, ngapain repot-repot?" Fenomena tersebut terjadi juga pada penggunaan sapu tangan yang mulai ditinggalkan. Lagipula menggunakan tissu dianggap praktis karena dianggap lebih higienis dan juga tidak perlu repot-repot mencuci sesudahnya. 


sapu tangan handuk yang motifnya bervariasi (sumber dari sini)

Yuk mulai lagi membawa saputangan secara rutin di dalam tas kita. Saat ini cukup banyak pilihan jenis sapu tangan. Mulai dari yang berbahan kain (katun ya?) sampai ke yang berbahan handuk bermotif lucu-lucu. 

Demikianlah 4 perangkat yang selalu tersedia pada tas saya. Bila keempat benda tersebut sekarang belum kamu miliki, memang perlu ada investasi di awal untuk membelinya. Tapi begitu barangnya ada, tingkatan tantangan selanjutnya adalah merutinkan membawanya. Tantangan yang lebih advance lagi adalah: memastikan barang itu digunakan saat diperlukan. Kadang adaaaaa aja godaan-godaan yang menghambat upaya kita untuk mengkonsistenkannya. 

Jadi, mari mulai cek tas masing-masing dan mulai melengkapinya dengan Zero Waste Kit untuk mulai membiasakan diri mengurangi sampah dari awal!



Monday, 6 January 2014

Hari 2: #7HariNaikAngkot


Bulan Maret 2013, saya mengikuti tantangan #7HariNaikAngkot yang diadakan oleh @angkotindo . Mereka juga on di page facebook. Siapakah orang di balik akun ini? Sampai sekarang saya belum tahu, apalagi bertemu muka dengan mereka. Tapi dari desas-desus yang terdengar, akun tersebut dibuat untuk dalam rangka tugas kuliah. Okelah, tak cukup penting untuk kita teliti hal tersebut kan? Yang pasti akun mereka sudah tidak aktif sekarang. 

Dengan deskripsi di page mereka ini --> Ayo Naik Angkot untuk mengurangi kemacetan dan polusi di Indonesia :) , bila digarap dengan serius, terencana dan kontinu, pastilah aktivitas mereka akan bisa jadi salah satu model kampanye alternatif untuk mengatasi sebagian masalah kemacetan dan polusi di kota Bandung. 

Oke, saya ceritakan pengalaman saat mengikuti #7HariNaikAngkot yah. 

Pada tanggal 3 April saya dinobatkan sebagai.... TARAAAAA....


Sebenarnya tiap hari juga saya ngangkot. Jadi sangat wajar sekali kalau akhirnya saya mendapatkan predikat yang tertulis poster di atas. Tapi yang menarik, selama seminggu itu, saya jadi lebih awas mengamati keadaan di dalam angkot dan juga jadi naktik untuk dapetin foto yang menggambarkan suasana yang dimaksud, tanpa ketauan sama si pelakunya.

Sebelum saya cerita satu-satu fenomena yang dijumpai, berikut kolase para peserta #7HariNaikAngkot.

si anil berada di kiri atas

Okai mari kita membedahnya!

Hari satu saya menemui ini! 
Yang sering ngangkot pasti pernah mengalaminya. Kadang tanpa sadar (apalagi kalau riweuh banyak barang bawaan), kita suka pegang-pegang uang ongkos yang mau dibayarkan ke supir, padahal turunnya masih jauh dan lama. 


Hari kedua saya mengamati fakta: semakin akrabnya orang-orang Bandung dengan handphone, tab dkk. Terkait dengan kondisi macetnya jalanan dan lamanya waktu ngangkot, rupanya gadget ini bisa jadi penawar rasa kebosanan. Mulai dari yang serius (balas email kerjaan), chatting, denger radio, ngegame sampai stel lagu pakai youtube juga!

Hari selanjutnya, saya menemui kejadian lain. Ini anak kecil bisa tetap anteng aja makan coklat. Padahal cuaca panasssss. Jadi inget sama yang khas di angkot yaitu: "Nu alit dipangkon!"


Nah, ini yang paling angkot banget! Untuk jalur tertentu dan jam tertentu, penumpang angkot bisa sangat padat !
Yang saya temui pada hari keempat: formasi angkotnya PADAT - 7-5-2!
7 orang di kursi yang panjang, 5 orang di kursi pendek dan 2 orang di kursi depan (bertiga dengan supir). 

Pas jaman jayanya angkot, fenomena angkot pasesedek seperti ini cukup sering ditemui. Sehingga sampai perlu ada profesi mamang kenek yang salah satu tugasnya nagih ongkos ke penumpang.. Tapi semakin ke sini, boro-boro ngegaji kenek, para supir aja sering ngeluh karena muatan selalu sedikit. "Buat setoran aja kurang, Neng?"
 

Dan besok paginya, kontras banget. Setelah pasesedek, pagi ini saya punya supir pribadi. Penumpangnya cuma sendiri. Kesian pisan si mamang. Untungnya dia punya radio (fyi: gak semua angkot ada radionya). 105,10 siap menemani kegalauan si mamang.  



Pas saya lihat anak sekolahan ini di angkot, saya langsung kasi judul peristiwanya dengan Manusia Setengah Angkot. Terilhami dari judul novelnya Raditya Dika: Manusia Setengah Salmon. 
Saat ini mulai banyak yang perginya nebeng pakai motor dan pulangnya naik angkot. Atau sebaliknya. Atau naik angkotnya hanya setengah jalan. Merekalah para manusia setengah angkot !



Hari terakhir ikutan #7HariNaikAngkot!
Malam itu ngeliat ibu-ibu yang riweuh bawa barang. Tepatnya bawa selimut yang super besar. Nah, begitulah kondisi angkot: banyak yang bawa barang besar-besar. Bahkan sesekali, kalau pas lagi dapet jackpot, kamu juga bisa bareng seangkot sama barang belanjaan dari pasar yang banyak dan hanya menyisakan 1-3 kursi untuk penumpang lainnya. 

Demikianlah sekilas tingkah polah orang-orang di dalam angkot.
Okai, marilah kita ngangkot (kembali)!



Sunday, 5 January 2014

Hari 1: Pesan Lingkungan? Titipkan pada Seniman (Mengenang Slamet Gundono)



Ketika tadi pagi iseng baca timeline twitter, menemukan kabar bahwa Slamet Gundono telah berpulang. Saya kemudian googling dan menemukan beritanya di 1, 2, 3

Ingatan langsung melayang ke akhir tahun 2007. Saat saya dan tim YPBB menjadi tim Zero Waste Event di acaranya tahunan UPLINK di Tugu Proklamasi (Tuprok) Jakarta. Selama sekitar seminggu kami memfasilitasi proses pengelolaan sampah di kegiatan tersebut dengan jalan meminimalkan sampah dari awal (perwakilan tim sudah merapat bareng panitia beberapa bulan sebelum kegiatan) dan juga mengajak pengunjung dari awal untuk memisahkan sampahnya. Cerita tentang keseruan mengelola event tersebut kapan-kapan saya ceritakan.

Narsis dulu bareng tim inti Bandung, sebagai yang paling cantik :)
(selain kami ber-5 ada puluhan relawan Jakarta juga yang terlibat)
Mohon maaf kalau mukanya  lalusuh, karena ini hari kepulangan kami ke Bandung setelah satu minggu bertugas. 

Tim ZWE - Tuprok 2007: Hari, Ardi, Mocha, Anil, Dody (ki-ka)

Balik lagi ke cerita tentang Slamet Gundono. 

Di acara tersebut, kami dapat kesempatan untuk menyelipkan pesan lewat berbagai jalur tentang pengelolaan sampah dan terutama ajakan kepada pengunjung untuk aktif memisahkan sampah dari awal. Salah satu jalur yang bisa diakses adalah para talent pengisi panggung. Dan salah satu seniman yang tampil di panggung adalah grup wayang suketnya Slamet Gundono. 

Saya awam terhadap seniman-seniman (kecuali yang lalu lalang di TV dan itupun gak semua hafal). Tapi kemudian mendapatkan gambaran sekilas bahwa dia seniman yang cukup diperhitungkan dan menggunakan pertunjukan wayang sebagai media penyampaian kritik-kritik cerdasnya. Gak terlalu paham juga sih, tapi ya cuek aja hehehe. Di sela-sela mas Slamet check sound, saya berkesempatan ngobrol sebentar tentang poin-poin yang ingin disampaikan.  Sebentar tuh, beneran sebentar. Gak lebih dari 10 menit dan kemudian saya diminta untuk menuliskan poin-poin penting pesannya.  

Slamet Gundono (alm) saat check sound di acara tahunan UPLINK - 2007

Sesudah diskusi tersebut, saya balik lagi ke kesibukan utama yaitu mengelola relawan dan perangkat lainnya di dalam sistem Zero Waste Event. Dan sama sekali gak kepikir tentang bagaimana si pesan tentang pengelolaan sampah itu akan disampaikan lewat pagelaran wayang nanti malam. 

Malamnya saya nonton wayangnya dan sambil harap-harap cemas menanti sisipan pesan pengelolaan sampah. Dan taraaaaaaa.....di tengah cerita, tiba-tiba ada cerita yang dimainkan oleh salah satu pemain yang menceritakan bahwa sampah itu memang perlu dikelola dan dipisahkan. Lupa persisnya bagaimana itu disisipan, yang pasti itu gak terlalu ketara sebagai pesan sponsor. Nyampur dengan jalan cerita yang ada. Ih, keren! 

Suasana Pertunjukan Wayang di acara tahunan UPLINK - 2007
Tampak Slamet Gundono (alm) saat menjadi dalang di acara tahunan UPLINK 2007

Jadi selain MC acara yang sepanjang minggu bolak-balik sampaikan pesan sponsor: "Mari pisahkan sampah yang anda dihasilkan pada 20 titik pemisahan sampah yang ada di area Tuprok" dan juga aneka media komunikasi lainnya,  mas Slamet melengkapi proses reminder itu lewat pertunjukannya. Yeay, hebat!


Sumber foto: Dokumentasi YPBB
Tulisan ini dipublikasi di sini