Wednesday, 8 January 2014

Hari 3: Zero Waste Kit di Dalam Tas?

Masih suka nyampah? 
Saya dan temen-temen biasanya nyebutnya "gak Zero Waste". 

Banyak orang yang bilang bahwa: gak mungkin dong kita gak menghasilkan sampah, kita kan hidup dan pasti mengeluarkan sesuatu ke alam. Nah, berarti istilah nyampah atau gak nyampah sangat tergantung pada definisi kata "sampah" yang ada di kepala kita. 

Gampangnya sih, kita dibilang gak nyampah dan menuju Zero Waste bila: sampah yang dihasilkan sebanyak mungkin adalah sampah organis (yang berasal dari hewan dan atau tumbuhan). Tapi, bukan berarti kita bisa panen sebanyak-banyaknya bahan organis ini dari alam. Jumlah mereka pun dibatasi oleh kemampuan bertumbuh kembalinya dan juga perlu diingat juga bahwa, setelah dia jadi sampah (setelah tidak dipakai) maka perlu perangkat di alam yang bisa mengelolanya supaya bisa balik lagi jadi tanah. Nah, si alam inipun, punya daya pemurnian diri (kemampuan untuk menguraikan) yang terbatas. Jadi perlu seimbanglah. 

*kalau pusing baca paragraf di atas, jangan khawatir! Biasanya kita bisa paham konsep tersebut setelah mengikuti pelatihan keberlanjutan yang durasinya minimal 2 hari :) 

Baiklah, mari kita mulai mengurai tentang perangkat apa saja yang perlu dimiliki dan dipersiapkan di dalam tas (bisa juga di rumah dan atau di tempat aktivitas) untuk mulai ber Zero Waste!


Kita sebut sebagai Zero Waste Kit!


1) Tas kain: mengurangi penggunaan kantong kresek. 
Modelnya macam-macam. Mulai dari yang kelas mahal (berharga 50ribu ke atas), yang sedang dan sampai gratisan. Gratis karena diberi orang lain/kit acara ataupun karena memakai bahan bekas yang ada di sekitar. 


Tas dari kaos bekas (sumber dari sini)
Kata kuncinya: bukan jenis bahan ataupun harga yang akan memaksimalkan penggunaannya! Tetapi pada sisi: 
1) apakah tas kain itu selalu stand by di sekitar kita? (tersimpan selalu di tas bepergian. atau disimpan di dekat pintu keluar rumah sehingga akan lebih mudah untuk mengambilnya setiap diperlukan) 
2) bila no 1 sudah terpenuhi: PR selanjutnya adalah membiasakan memakainya, tak perlu karena kita tampak berbeda dibandingkan dengan orang lain. 


2) Lunch Box (misting dalam bahasa sunda) : mengurangi aneka kemasan sekali pakai (plastik bening, kresek, kertas nasi, styrofoam) 

Ketika berencana akan membeli makanan di luar, kita bisa mengurangi sampah dengan cara: 
1) makan di TKP, juga bisa mengurangi kerjaan mencuci piring sendiri :) 
2) mengemas makanan menggunakan misting ataupun rantang yang telah dibawa. 
Berarti syarat pentingnya: kita punya memiliki sejumlah simpanan lunch box di tas/ rumah/tempat aktivitas.


Contoh misting dari kaca (sumber dari sini)

Yang sering terjadi dalam penggunaan misting ini adalah: 
1) lupa bawa dan baru ingat ketika sampah ke TKP penjual makanan
2) ingat, tapi malas bawa karena: 
- tasnya kecil dan tidak cukup untuk memuat misting
- ada kerjaan tambahan untuk mengatakan request khusus ke penjual terkait dengan pengemasan makanan "spesial" kita. 
- males ribet karena harus nenteng-nenteng misting kosong dari rumah
- malu karena terlihat "lain" dibanding pembeli yang lain. 

Terlepas dari aneka kendala tersebut, langkah kongkrit yang saya lakukan selama ini adalah: selalu bawa misting kosong di dalam tas. Memang resikonya adalah: gak bisa pakai tas yang berukuran kecil, tapi tak mengapa karena aksi ini bisa jadi langkah jitu untuk mengurangi sampah dari awal. 

3) Tumbler (tempat minum plastik/kaca/alumunium): mengurangi penggunaan kemasan AMDK (air minum dalam kemasan)

Membawa tumbler punya keuntungan yang sangat nyata! Pastinya akan mengurangi pengeluaran kita terkait pembelian AMDK atau minuman-minuman kemasan lainnya. Dari sisi kesehatan pun, kita bisa memastikan diri meminum jumlah air yang cukup, tanpa perlu mencari pedagang minuman atapun warung/toko. 


contoh tempat minum untuk bekal (sumber dari sini)

Tapi dari segi lingkungan, pastinya upaya membawa tumbler dapat mengurangi penggunaan kemasan AMDK dari awal. Apalagi bila dipastikan bahwa di tempat yang akan kita kunjungi, tersedia refill air bening. Wow, berarti kita tidak perlu membawa tumbler yang berukuran besar. Sama halnya dengan kita membaca gelas sendiri dari rumah. 

4) Sapu tangan: mengurangi penggunaan tissue 
Adakah yang jaman kecilnya dibiasakan oleh orang tua untuk membawa sapu tangan? Hal tersebut dulu terasa biasa dan bukan sesuatu yang menjadi beban. Tapi sekarang keadaan sudah jauh berbeda. "Kalau bisa gampang, ngapain repot-repot?" Fenomena tersebut terjadi juga pada penggunaan sapu tangan yang mulai ditinggalkan. Lagipula menggunakan tissu dianggap praktis karena dianggap lebih higienis dan juga tidak perlu repot-repot mencuci sesudahnya. 


sapu tangan handuk yang motifnya bervariasi (sumber dari sini)

Yuk mulai lagi membawa saputangan secara rutin di dalam tas kita. Saat ini cukup banyak pilihan jenis sapu tangan. Mulai dari yang berbahan kain (katun ya?) sampai ke yang berbahan handuk bermotif lucu-lucu. 

Demikianlah 4 perangkat yang selalu tersedia pada tas saya. Bila keempat benda tersebut sekarang belum kamu miliki, memang perlu ada investasi di awal untuk membelinya. Tapi begitu barangnya ada, tingkatan tantangan selanjutnya adalah merutinkan membawanya. Tantangan yang lebih advance lagi adalah: memastikan barang itu digunakan saat diperlukan. Kadang adaaaaa aja godaan-godaan yang menghambat upaya kita untuk mengkonsistenkannya. 

Jadi, mari mulai cek tas masing-masing dan mulai melengkapinya dengan Zero Waste Kit untuk mulai membiasakan diri mengurangi sampah dari awal!



No comments:

Post a Comment