Wednesday 13 June 2018

Antri dan Hak Orang Lain

Udah pada mudik? Atau masih bertahan di kota? 

Foto dari tema google.com hari ini


Saya masih bertahan di kota dan hari ini masih menjalani hidup seperti biasa. Dan masih perlu belanja. Akhirnya melipir ke Superindo Ujungberung karena tinggal ngajleng dari kontrakan. Ceritanya mau bikin tajil es buah buat nanti magrib. Hanya buat berdua doang. Kebayang kan belanjanya berarti seuprit pisan. 

Sampai sono, ternyata antrian panjanggggg (g nya banyak banget saking panjangnya). sebagai langkah cepat, buruburu ambil belanjaaan. Sret sret dan secepatnya nangkring di jalur cepat. Jalur cepat ini dikhususkan bagi non trolley dan pembayaran tunai. Yanamanya juga jalur cepat sehhhh sehingga dikhususkan bagi yg belanjaannya sedikit dan non gesek-gesek yg biasanya suka butuh waktu lebih lama. 

Lalu pas mulai antri, sambil ngamatin segala hal. termasuk depan saya tuh antrinya pake trolley. seorang bapak-bapak. Saya langsung mikir cara yang tersopan untuk negur. Maksudnya sih tentunya mencari jalan tercepat untuk bayar belanjaan tanpa merugikan orang lain dan mengingatkan dalam kebaikan. 

Si bapak dengerin teguran saya dan oh oh. Beberapa menit si bapak diem. Tapi lalu berkata, "saya pindah deh". Alhamdulillah ada juga yang otaknya masi waras di tengah antrian segitu panjang.

Ada lagi ibu yang depan depannya saya (maksudnya keseling sama 1 antrian). saya kasitau dengan cara yang sopan juga. Trus reaksinya adalahhhhhh jreng jrenggggg! "kemarin juga saya antri di sini bawa troly tetap dilayanin". Oke baiklah buuu. Kan ga penting reaksi dia mah, yang penting sudah mencoba mengingatkan. 

Lalu sambil antri sambil mikir. apa yang salah ya dengan si ibu teh. Bukan hanya si ibu itu secara spesifik. Tepatnya orang indonesia yg kelakuannya sejenis si ibu. 

Apakah tingkat pendidikan? Lalu saya jadi mikir: belajar apaan ya dulu jaman sekolah. Adakah pendidikan yg emang efektif membiasakan antri sesuai kriteria? Atau setidaknya menghargai hak orang? Pelajaran PMP (IYA UDAH TUIR EMANG. ISTILAHNYA MENUNJUKKAN JEBAKAN UMUR WKWKW) sih biasanya emang bentuknya pilihan ganda. dan gampil-gampil aja ngisinya. Pokoknya isi aja yang sekitanya terpuji. Tapi lalu ada gap (meureun) antara teori dan praktek. Belum lagi contoh buruk yang lebih sering dilihat dalam keseharian. jadi mungkin moal beres juga kalau dipecahkan dengan pendidikan formal. kecuali sekolahnya alternatif atau ada perlakuan tambahan selain mengisi soal pilihan ganda. Padahal jaman baheula penataran P4 gencar dimana-mana ya. 

Terus kalau yg disalahkan adalah sign (petunjuk) yang kurang, kayanya engga sih. NGAJEBLAG alias gede kok keliatan. 

Siapa lagi yang bisa dipersalahkan? Sesunguhnya saya suka malu sendiri. Kita teh orang Islam (dan kebetulan ibu yang tadi kayanya orang Islam karena terlihat berkerudung besar) dan ditempa puasa hampir sebulan lamanya, tapi ko masi ada aja orang yg kelakuannya seperti itu. 

Atau kalau menganut paham berprasangka baik, yaudah kita coba pikir saja bahwa orang itu buru-buru (pake banget) karena mungkin mau naik kereta mudik dua jam lagi di Stasiun Bandung. jauh kan ya kalau dari Ujungberung. Makaning macet. hahaha. Itu sih kayanya antara berprasangka baik dan sabar dan kumaha deui. Tapi ingatlah bahwa sabar itu aktif. jadi buat saya, bebas aja si ibu mau gimana. yang penting sudah diingatkan. Maapin curhat siang-siang. 

Punya pengalaman seru saat antri atau berkegiatan di tempat umum? ayo bagibagi cerita serunya! 

Friday 8 June 2018

Kebersamaan dalam #7hariKonsistenZW

Untuk tetap konsisten ber #ZeroWaste tentunya banyak tantangan dong ya! Melakukan hal yang sangat berbeda dengan kebiasaan mainstream tentu tak mudah. Namun, di dalam tantangan #7hariKonsistenZW yang diadakan oleh YPBB, ditemukan banyak teman-teman yang juga ternyata sedang menantang dirinya untuk melakukan upaya lebih. Motivasinya mungkin beragam, tapi ya bebaskeun weh masalah motivasi mah.

Boleh intip-intip postingannya di instagram. Tinggal ketik ajeee #7hariKonsistenZW. Banyak yang keren-keren dan semangatnya berkobar-kobar semangatnya.

Saya juga ikutan posting walaupunnn, hanya menceritakan hal-hal kecil yang biasa dijalani (belum sampai ke tahap yang edun macem pake-menstrual-cup) dan itu ge ga sampai 7 hari dengan ada sempat dobel posting di hari ke sekian.

Di hari pertama, saya masak sayur asem. Dan rasanya kalau cerita aspek mengkompos, udah terlalu biasa. Sehingga di postingan pertama itu saya cerita tentang pentingnya mengukur porsi bahan yang akan dimasak. Masaklah seiprit, kalau hanya untuk berdua walaupunnn rasanya kaya anjang-anjangan~



Buat saya yang dari kicil tinggal di rumah yg macem asrama (alias banyak penghuninya) rasanya ga afdol kalo masak seiprit. Tapi sejak ngerasain ngekos sebentar dan juga sekarang cuma tinggal berdua, mau gamau pola itu perlu diubah. Sayang weh kalo ahirnya sisa makanan lobaaa. Nyampah dan bkin takakura eror. Tentunya ini tak seindah teori. Perlu try and error tea (errorna lumayan loba ogesih, nu penting usaha kwwkkw)

Pada postingan kedua, saya menceritakan "kehebatan"timbangan digital.


Sepanjang ada timbangan digital dan sepanjang mamangnya "terampil" mengoperasikannya dan sepanjang ga hoream bawa misting makaaaa sesungguhnya ada beberapa plastik pembungkus yg dapat kita kurangi dari awal~ Waktu itu saya mau masak cumi-cumi pedas dan belanja di pasar di mamang langganan.

Selanjutnya saya menceritakan tragedi abisnya-gas-saat-sahur. Apa hubungannya dengan upaya pengurangan sampah? Tentunya adadong. Jadi, Ketika tunduh melanda, aya wae tantangan pas nyiapin saur teh. Ujug-ujug gas abis zzzz. Padahal udah beres motong-motong sayur dan ngulek bumbuwww.


Sehingga masih setengah merem lalu ke warteg (untung cuma tinggal jalan dikit ke depan) sambil bawa tas kain, 2 misting dan 1 tumbler. Bawa tumbler soalnya biar bisa minta air anget sekalian. Bisa aja sih pake mejikom masak airnya, tapi rempong bo! Harus mindahin nasi dulu dan rada lama kan mendidihnya.

Walaupun berupaya mengurangi sampah, tapi kadang yang rada hese dibendung adalah keinginan untuk jajan.



Ini garagara kabita sama ibu-ibu yg nawarin pas ke luar kota (luar kota padahal Ngamprah hahahha). Untung ga dikemas-kemas plastik. Ngan dikaretan hungkuls (karet biasanya dikumpul dan dipake ulang sampai pegat). Seperti biasa nu dagang mah bageur, otomatis nyodorin kresek tea. "Ah teu kedah atuh ibuuuu, nganggo ieu weh", sambil saya sodorin tas kain.

Potensi masalah sampah bisa datang dari barang-barang kiriman. Di postingan selanjutnya saya cerita tentang kiriman dari tetangga yang justru tanpa sampah. Pada suatu sore, pas lagi kukumbah, ada yang ketok-ketok panto. Ternyata teteh tetangga ngirim baso tahu bikinannya sendiri.



Alhamdulillah, itu salah satu makanan favorit dan Alhamdulillahnya lagi, si teteh ga kirim pakai kemasan yang hanya sekali pakai tapi menggunakan piring.

Terakhir, saya posting tentang persiapan buka puasa bersama di YPBB. Makanan dan minumannya pada bawa dan nanti tuker-tukeran.


Supaya praktis dan rasanya puguh, ahirnya beli aja kering kentang di ibu pasar. Dia dagang macem-macem makanan jadi. Cocok buat yg males masak atau kalau masak rasanya ga keruan (urang eta hahaahha). Di si ibu bisa banget ga nyampah belinya. Asal bawa misting.

Semuanya ko tentang makanan ya? Padahal pengurangan sampah bisa dilakukan di luar sektor makan-memakan. Yuk simak postingan lainnya di #7hariKonsistenZW sebagai inspirasi untuk memulai juga konsisten melakukan upaya pengurangan sampah.