Saturday 24 January 2015

Maju Mundurnya #ZeroWaste #homemadenugget

Di tahun 2014, saya lagi hobi pisan nyobain aneka resep. Hobi ini sebagai bentuk perwujudan euforia karena baru ngerasain masa bebas-masuk-dapur. Kenapa euforia? Karena bertahun-tahun sebelumnya ada rezim yang menguasainya dan mengakibatkan dampak yang ekstrim seperti gejala teu-bisa-numis-numis-acan. Dan tentuuu karena ditambah segudang motivasi dari yang punya pesan sponsor: "harus bisa masak dan nyambel ya"

Singkat kata singkat cerita, salah satu resep yang diujicoba di akhir tahun adalah nugget ayam sayur. Kebayangnya asa enak weh. Pas nuggetnya jadi datanglah saatnya mentester. Kalem heula, saya bukan pentester yang jagoan. Menurut saya, makanan di dunia ini cuma ada 2: enak atau enak banget. Kalau saya sampai bilang ada makanan yang gak enak, itu artinya makanan tersebut emang kebangetan gak enaknya. 

Dicicip dan hmm rasanya relatif aman, lalu cepet-cepet pamer ke grup wasap horehore. Dan kemudian kepikir buat bawain lagi si nugget buat icip-icip saat ada acara ke luar bareng temen-temen.   

Komentar dari temen-temen: oke cenah. Dan kemudian ada teh Tiwi yang jadi pemesan perdana. Iya PESEN! Pesen yang berarti BELI. Jeng jrengggg...langsung bingung pas ditanya harga karena pas bikin juga beli-beli weh. Gatau sabarahaeun. 

Dari situ, akhirnya nyoba bikin itungan harga-harga bahan pleus tenaga kerjanya. Sampai dicatat daftar barangnya dan kemudian wawancara ibu warung. Saat bikin perdana, sebagian bahan dibeli di supermarket (kaya ayam fillet dan tepung roti), nah karena mau mulai dadagangan, saya sambil nyobain beli unak anik bahannya di pasar. Dan ternyata selisih harganya lumayan lah. 

Itang-itung sana-sini, akhirnya saya dapet itungan harga jual (dengan itungan yang entah-bener-untung-atau-enggak). Pede weh langsung jeger kasi harga dan nawarin nugget ke beberapa orang temen. 

La la la ~ 
Rame juga dadagangan teh. Cukup meledak sebagai pemula. Saya dipesenin 300 buah nugget dalam waktu 2 minggu!

Jadi inget, jaman dulu saya dagang juga. Jaman kuliah. Dagang roti homemade, Ngadonan dan nyetak malem-malem kana loyang. Bangun sebelum subuh untuk manggang. Lalu semangat berangkat ke kampus sehingga bisa jadi provider sarapan temen-temen. Sayang gada potona eta jaman kejayaan sebagai tukang roti. 

Selain itu, sempet juga jadi tukang dagang macem-macem. Mulai ti tupperware, bisnis motokopiin diktat kuliah dan yang paling gampang adalah dagang yang ambil dari orang lain: bacang, gorengan, makanan yang dibungkus-bungkus sejenis makroni dan kawan-kawannya (jaman dulu belum kenal isu zero waste bo). Selain dagang, pernah juga beberapa saat jadi tukang jus dadakan pas jam makan siang di kantin kampus. Kerja sekitar sejamduajam (lupa tepatnya) lalu dibayar voucher makan siang. Hayaaah, jaman dulu skale itu ya. 

Okeh mari balik lagi ke cerita nugget. Saya kemudian mulai berani promo di facebook. Langsung semarak tanggapan para pemirsa. Banyak yang ngomen tanya-tanya dan nge-like. Nilai plus yang saya jual untuk si nugget ini adalah nugget yang tanpa pengawet, tanpa perasa buatan (ga pake pecin-pecinan sama sekali) dan pastilah pengemasannya Zero Waste (bisa bawa misting sendiri sehingga tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai).

  
Proses pesan-memesan nugget ayam sayur ini ini berjalan sekitar sebulan dengan segala perbaikan rasa dan cara kerja. 

Sebulan kemudian, muncullah varian baru. Mencoba menggunakan jamur tapi masih pakai udang sebagai penyedap. Pengennya sih pure jamur, tapi masih ragu ngelepasnya. 



Begitulah, kemudian dur der aja tiap ada pesenan. Baru kemudian mulai rada sepi karena tara ngageder promo deui. Semoga dengan nulis tentang nugget ini, semangat untuk dadagangan nugget tumbuh kembali. 

Coming soon nugget ikan!





Sunday 18 January 2015

Serunya Jadi Relawan Host: Do the Math 350.org

Cerita pengalaman pas jadi relawan host pemutaran film Do the Math 350.org ah.
Ini cerita rada jadul, tapi rasanya masih seru untuk diangkat. Serunya sebelah mana? Mari disimak :)

Pada bulan Juni 2012, saya gabung jadi #EndFossilFuelSubsidies social media team.. Judulnya pakai bahasa Ingris karena memang sebuah gerakan internasional yang dimotori oleh 350.org.



Seluruh pola komunikasi dengan 350.org dilakukan menggunakan bahasa Inggris. Pertanyaan pentingnya: "emang ngerti bahasa Inggris, Nil?" Hehehhe, gak ngerti-ngerti banget. tapi ya dikira-kira aja.

Singkat kata singkat cerita, seluruh alumni kegiatan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam milis dan dikirimi email rutin yang biasanya berisi info terkini dari 350.org (kegiatan, wawasan, ajakan petisi dll). Lagi-lagi karena hambatan bahasa dan malas menelaah, banyak email yang akhirnya hanya skip-skip. Sampai sekitar setahun kemudian (awal Mei 2013) datang email ajakan untuk menjadi host pemutaran film Do the Math. Mata langsung berbinar lope-lope ala wasap. Namun karena ini itu, email tersebut terabaikan dan baru ditindaklanjuti lagi sekitar seminggu setelahnya.

Ajakan jadi relawan hostnya cukup menarik dan filmnya juga tampak keren.



Yang paling bikin seneng adalah karena mekanisme kerja mereka rapi dan terorganisir dengan baik. Platform yang disediakan memungkinkan film ini diputar 500+ kali | di 80 negara | dalam 1 hari | secara serentak!

Seperti apakah platform yang disediakan?

Untuk di Indonesia, ada 2 local volunteer host. Satu di jakarta (kalau gak salah green radio) dan satu lagi di Bandung. Untuk kegiatan di Bandung, saya duet bersama Jessis. Pembagian perannya alamiah saja. Sesuai kesukaan dan keahlian. Saya lebih banyak di publikasi dan reramean bla bla pas acara, Jessis lebih di belakang layar untuk teman diskusi dan terutama di penterjemahan subtitle film.

Jessis di sebelah kanan
*baru nyadar: si anil mei 2013 masih rada kurus hahahha

Untuk bisa menjadi local host volunteer, kita cukup mengisi form online mencakup nama kegiatan, waktu detil, perkiraan jumlah peserta, deskripsi kegiatan, lokasi kegiatan detil dan data CP. Data ini nantinya menjadi 1 titik kecil di tengah titik-titik lainnya pada peta yang ada di web 350.org. Sayangnya, titik-titik di peta tersebut saat ini sudah tidak ada. Mungkin karena kegiatannya telah berlalu. Menjelang 16 Mei 2013, peta besar itu dapat menjadi media promosi bersama dan visualisasi bahwa film ini diputar di banyak tempat.

Setelah melalui proses konfirmasi, acara yang kita buat, akan muncul di peta dan muncul deskripsinya.




Aturan main yang dikeluarkan oleh 350.org cukup sederhana. Hanya 2 hal. Selebihnya diserahkan ke para local host volunteer.



350.org menyediakan film dan subtitle yang dapat didownload oleh para local host volunteer. Subtitle disediakan dalam beberapa bahasa untuk memudahkan: Spanyol, Portugis, Jerman, Prancis dan Inggris. Bahasa Indonesia belum ada saat awal, apalagi Sunda hehehe.

Di info kegiatan kami tidak menjanjikan adanya subtitle Indonesia walaupun ada upaya ngageder (aslina eta jasa Jessis seorang diri) untuk menterjemahkannya menggunakan media amara. Ketika hari H, ternyata penterjemahan selesai! Terimakasih Jessis. Ini sumbangsih nyata dari Indonesia untuk mendukung gerakan 350.org dan gerakan lingkungan secara umum :)

Dan akhirnya total ada 8 alih bahasa untuk subtitle film Do the Math! Yeayy



Ah senangnya bekerja satu tim dengan Jessis, 1 tim besar dengan 500an local host volunteer dalam koordinasi 350.org.

Kesenangan selanjutnya adalah ketika hari pemutaran film. Peserta yang datang tidak terlalu banyak karena memang waktu dan tenaga untuk mempublikasikannya yang mepet. Datang beberapa teman dan juga perwakilan 350.org Indonesia. Tapi seneng bisa terbakar semangat bersama setelah nonton dan mendiskusikan isi film tersebut.




Filmnya sendiri? Saya lupa cerita tepatnya. Terakhir kali nonton, ya tahun 2013 itu. Eduuuuunn, itu perjuangan Bill McKibben! Serius pisan, terorganisir. Pokonya saat itu sampai merinding. Saat ada demo, yang demo banyaaaakkkk. Film ini, cocoknya untuk yang sudah pernah beberapa kali berkegiatan lingkungan. Kalau yang baru-baru bisi stres hehehe. Tapi kalau masih baru dan mau nonton, boleh juga dicoba.

Nonton ulang deui ah untuk membakar semangat. Mari nonton!


Friday 9 January 2015

Sayur Organis: Panen Agrapana!

Kemarin (stelah diinfo di grup wasap staf), saya ngambil tunjangan sayur dari YPBB.

Apakah tunjangan sayur itu? 
Sejumlah sayur yang diberikan bagi staf part-time dan full-time YPBB. Apa keistimewaannya? Sayur tersebut diyakini tanpa diberi pupuk kimia buatan yang aneh-aneh. Kalo bahasa gaya-nya mah: sayur organic. Dan sayuran tersebut ditanam di sebidang tanah di Soreang (Cipatra - Ciseupan - Desa Bandarasari) site YPBB yang sejauh ini kita juduli dengan nama AGRAPANA. 

Sistem relasi yang dibangun antara petani (produsen) dan kita (konsumen) dicoba lebih adil. Misalnya kalau gagal panen, maka tetep akan ada sejumlah uang standar yang mengalir ke petani. Dan juga kita terima tanaman macem-macem berdasarkan tanaman yang sedang panen saat itu. 

*ini deskripsi ngarang aja sih, tim PSDM pasti punya deskripsi yang lebih baik dan benar

Jadi ceritanya adalah: staf yang mengelola site Agrapana bertugas mengirim sayur ke urban centre YPBB (dalam hal gundala dan sekalian ke kota), laluuu para staf ambil jatah sayurnya masing-masing. 

Sejauh ini sih masih dititip di kulkasnya gundala. Kedepan katanya bakal beli kulkas khusus untuk penyimpanan sayur. 


Sayur yang padedet karena belum diambil para pemiliknya

Karena baru awal-awal, maka sekarang dalam masa melihat dulu pola produksinya. Ke depan harapannya, selain untuk mencukupi tunjangan sayur staf, sisanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Dari obrolan-obrolan selintas, kelebihan sayur itu bisa dibarter dengan kertas. Mengapa kertas? Karena kertas diperlukan sebagai pembungkus sayuran-sayuran. Bisa pula dilakukan pengawetan pada beberapa jenis sayur tertentu. Begitulah ide-ide yang sempat dibicarakan. 

Sosin dan bayam (hijau dan merah) adalah sayur yang kemarin dibawa dari Agrapana. Kemarin saya ngambilnya 3 ikat sosin dan 3 ikat bayam (2 merah dan 1 hijau). Langsung diolah karena penasaran!


Jus sosin! *abaikan tulisan orange juice
Asalnya mau sok jagoan gamau pakai gula. Tapi pahang ternyata. Jadi ini masih mix gula. Nanti-nanti mungkin bisa dikombinasikan sama buah lainnya yang punya rasa manis. Enak dan rada wareg karena 1 gelas jus ini berasal dari satu ikat sosin. 

Yang kedua, kemudian cepet-cepet dimasak sayur. Sayur bayem merah! Langsung jadi bekal makan siang untuk aktivitas hari ini. 



Alhamdulillah! Mari mulai belajar hidup sehat dengan makanan yang minim pupuk kimia buatan dan juga relasi yang erat dengan petani sebagai produsen makanan kita. 

PR selanjutnya (selain tetep menerima pasokan dari Agrapana) adalah mencoba menanam sendiri di rumah PR banget. Dan rasanya masih berat di horeamna heheheh. Mungkin nanti di rumah sendiri (#alesan dan #ngeles)

-----

Tentang #1minggu1cerita : 
Proyek menulis di blog yang bertujuan untuk membuat blogger rajin nulis dan berbagi mengenai berbagai macam informasi. Tulisan di-posting maksimal hari Jum'at tiap minggunya dan dibagikan lewat grup WhatsApp anggota serta media sosial masing-masing anggota dengan menyebut akun para anggota supaya lebih mudah untuk dibagikan ulang. Tertarik bergabung? Silahkan mendaftar disini