Wednesday 20 March 2013

#BeungeutJawa

Pada suatu pagi, saya berangkat kerja. Kostum standar, kaos, kerudung jeblus dan celana panjang. Bawa tas ransel. Naik kereta dari stasiun kereta Cimahi dan berhenti di stasiun Bandung. Dari situ saya lanjut naik angkot.

Naaah, kemudian saya ditanya sama mamang angkot, kira-kira petikannya seperti ini:
"Baru pulang dari Jawa ya?" 

O ow!
Langsung kepikir, ini kenapa si mamang tanya gitu ya? Dugaan saya adalah: karena saya turun kereta bersamaan dengan datangnya kereta malam yang dari Jawa (Jogja dan sekitarnya). Dan kemudian saya disangka orang Jawa juga. Tapi entah kenapa ya, di otak saya kepikirnya, kayanya si mamang nyangkanya saya orang Jawa yang bukan di kota (alias orang kampungnya heheheeh) dan kerja jadi pembantu ato profesi sejenisnya.

Sebelum dan sesudahnya saya pun pernah ditanya dengan pertanyaan serupa. Ya memang sih, saya ada keturunan Jawa sebagian, tapi sampai orang bertanya seperti itu beberapa kali, rasanya risih juga. Resiko #BeungeutJawa (beungeut = wajah/tampang) ya begitulah.

Tapi ya, ternyata yang suka disangka orang Jawa tuh, bukan saya saja.

Lihat baik-baik foto di bawah ini


Nah, ini teman saya yang namanya Aip. Ini orang asli sunda tulen. Tapi dia juga katanya suka disangka orang Jawa. Saya aja pas pertama ketemu nyangkanya dia mas mas Jawa hehehe.


Ada satu kisah menarik lagi tentang #BeungeutJawa yang lebih seru!
Coba lihat foto yang di bawah ini


Teman saya ini namanya: Indarta Kuncoro Aji. Dilihat dari nama lengkapnya itu, tidak diragukan lagi kalau dia memang mas-mas Jawa. Penampilan dia di foto tersebut juga cukup keren. Pakai jas dan dasi. Bahkan pada hari tersebut dia sedang menceritakan profesinya sebagai pengusaha dan peneliti.

Tapi yaah, pada beberapa waktu sebelumnya, saat dia sedang berobat di Lebak (tempat dia mengkontribusikan waktunya sebagai pengajar muda selama setahun), dia ditanya begini oleh dokternya (kurang lebih, saya lupa persisnya):
Sudah selesai ngebangunnya, Mas?

Ini dia mas-mas Jawa yang memang disangka orang Jawa. Tapi sekalinya sangkaan orang memang benar, disangkanya malah sebagai tukang bangunan.

Dari ketiga cerita tersebut, saya sih kembali diingatkan bahwa:
Kita bisa mendapatkan kesan secara umum dari penampilan orang. Bahkan saat pertemuan pertama dengannya. Tapi, kadangkala penampilan juga bisa "mengecoh" kita.

atau kalau bahasa kerennya:  Don't judge a book by its cover

Pada adegan lain, dan tidak saya ceritakan di tulisan ini, penampilan juga bisa secara sengaja dipakai untuk memanipulasi orang. Kapan-kapan saya bahas deh tentang itu.

Jadi, apa kisah menarikmu tentang #BeungeutJawa ?



Monday 11 March 2013

Kelas Inspirasi: We are Happy Family :)


Di kelompok Coblong ini, rasanya saya seperti bertemu dengan 1 keluarga baru. Kita hanya bertemu muka hanya sekitar 1 jam di pertemuan briefing, 5 jam saat survey dan sekitar 9 jam di hari H (total 15 jam tatap muka ditambah dengan komunikasi-komunikasi tidak langsung (sms/whatsapp/twiter/email dll), tapi sekarang saya merasa memiliki keluarga baru!


Inisiasi awal komunikasi di luar pertemuan tatap muka dimulai dari pa ketuanya duluan. Kita dibuatkan grup di whatsapp sehingga bisa komunikasi dengan lebih efisien. Dari grup itulah semuanya bermula. Ada kontak lewat email juga sih untuk hal yang lebih formal, tapi sebenarnya yang benar-benar mendekatkan kita adalah si grup itu (ditambah dengan kombinasi mention-mention di twiter dan sejenisnya). 

Mulai dari kata sapaan yang formal banget yaitu anda untuk mengajak segrup untuk cek emailnya terkait kiriman database kelompok, kemudian juga ada koordinasi karena sebenarnya di SD coblong dilebur jadi satu tim, tapi sampai H-1, itu panitia keukeuh masih menyangka kita 2 tim terpisah, kmudian juga terkait aktifitas survey. Survey awal dimulai oleh Aji (sendirian) karena memang di hari kerja. Kemudian dari situ lahirlah jadwal survey berjamaah, kemudian koordinasi tentang hal-hal penting apa saja yang akan difoto oleh relawan foto, kemudian ada juga perubahan mendadak dari panitia yang menyatakan bahwa jadwal briefing dipindah pada hari yang sama dan juga tentang kabar inspirator yang batal ikut karena satu dan lain hal (yang mana itu berarti jadwal ngajar perlu disusun ulang lagi).

Kemudian dilanjut dengan kumpul perdana. Yang mana itu lokasinya di Mc D simpang. Dipilih tempat itu (mungkin) karena dianggap tempat yang cukup nyaman dan strategis (dan bisa sarapan dulu juga). Jreng jrengggg. Waktu kumpul di saung angklung udjo, sebenarnya belum terlihat gambaran umum dari setiap anggota tim. Jadi inilah saat perdana kita mulai membentuk tim kecil dan (nanti akhirnya) kita jadi seperti keluarga baru yang bahagia.

Balik lagi ke dongeng briefing. Saat itulah, saat saling menunggu, menjadi saat orang saling men-scaning satu sama lain. Dan mencoba mencari bentuk komunikasi yang paling pas. Diskusi pun berjalan mengalir begitu saja tapi tetap tercapai tujuan dalam pembuatan kesepakatan-kesepakatan. Saat survey berjalan pun, sebenarnya saya merasa belum benar-benar mengenal lokasi mengajar nanti. Selain karena kelasnya pun tidak berjudul (tidak ada tulisan kelasnya loh), dan kita juga lupa-lupa ingat kebagian kelas apa sebenarnya heheeh. Ya begitulah, tapi paling tidak, masing-masing dari kita mulai merasakan kesan dari tempat tersebut dan itu cukup berguna untuk membantu dalam memikirkan strategi di hari H. Acara survey secara resmi ditutup dengan makan siang bersama di tempat makan yang cukup sederhana. Obrolan demi obrolan kami lewati. Secara umum, dalam pandangan saya, selain konten diskusi dan survey, rasanya mulai membangun chemistry diantara anggota tim menjadi hal yang cukup (kalau buat saya sangat sih eheh) penting saat pertemuan pertama tersebut.

Kedekatan itu mulai dirasakan ketika akhirnya beberapa “anak nakal” akhirnya dibujuk rayu untuk ikut ke Goethe institut. Bukan hal serius yang kami lakukan dan juga bukan hal yang terkait persiapan kelas inspirasi. Tapi..jreng jreng jreng..kami main aneka permainan meja. Nah, marketingnya satu orang yang mana provokatornya hehehe yaitu Aji. Terjebaklah (tapi bahagia) 3 orang anggota tim ke TKP. Letaknya dekat starbak alias skolah taruna bakti. Proses main-main yang seru itu, mulailah proses pamer-memamer terjadi. Beberapa proses bermain dan juga media permainan diupload untuk ngabibita anggota tim lainnya. Dan rupanya strategi pamer itulah yang juga menjadi pemicu keakraban si keluarga baru ini. Bahkan anggota tim yang jauh disana alias pa Hafzal yang notabene sudah cukup senior umurnya, masih ikut memantau aktifitas “gak penting tapi seru” tersebut.

Setelah itu yang terjadi adalaaaaahh, masih aktifitas saling pamer media persiapan ngajar. Tujuannya sih supaya saling menyemangati. Dan kehangatan dan keakraban mulai terasa saat itu. Anggota tim yang belum mulai menyiapkan properti mulai panik dan aktivitas saling pamer rupanya mulai meningkatkan energi positif seluruh anggota tim.  Bahkan kita kirimkan wuzzz juga untuk anggota tim yang mulai terserang sakit. Harapannya supaya hari H bisa sehat dan ikut berbagi juga.

Kehadiran Christy yang baru muncul dan langsung jadi ice breaker, itu juga merupakan salah satu kejutan. Bayangkan, tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi tiba-tiba dia bisa mengisi celah yang kosong di dalam tim. Luar biasa kan? Bahkan diapun pulang duluan karena perlu balik lagi ke pekerjaannya (di luar kota bahkah di luar pulau jawa).  Selama proses mengajar tersebut ada koordinasi-koordinasi yang dilakukan. Memang sebetulnya kurang bagus manajemen timnya karena memang tidak ada 1 orang yang khusus bertugas menjadi time keeper dan juga khusus memikirkan strategi kelas yang kosong (karena ada yang tidak datang, karena ada inspirator yang ngajar 2x di tempat yang sama dll). Tapi secara umum proses koordinasi berjalan lancar. Bahkan dengan teman-teman fotografer juga. Padahal tidak ada koordinasi yang terlalu detail di awal.  Alhamdulillah. Rupanya kekuatan tujuan yang samalah yang bisa membantu terlaksananya proses pada hari H.

Saat proses kepulangan pun keluarga baru ini mulai saling membantu. Ada yang mau bersedia memberi tebengan, ada juga yang siap nebeng :) Ada yang bawa motor dan ketemu langsung di TKP, ada juga yang memang perlu pulang dulu dan ketemu di TKP, ada yang langsung ngampus dan kerja lagi. Demikianlah kekompakan mulai terjalin. Kemudian akhirnya proses makan siang bersama dan istirahat (termasuk ada yang main ayun-ayunan bareng) rupanya kembali menambah deretan panjang keeratan tim. Ngobrol dan bercakap-cakap menjadi sarana kami untuk saling mengenal satu sama lain. Pastinya belum dalam, tapi ini modal penting untuk proses komunikasi di kemudian hari. Kami (atau paling tidak saya sendiri) ingin supaya ini bukan merupakan perjumpaan pertama. Dan ada perjumpaan selanjut dan selanjutnya lagi untuk proses kolaboratif selanjutnya.

Singkat kata, menujulah kami ke tempat debriefing. Nah, inilah saatnya kita “pamer lagi” Tiba-tiba tim ini memiliki yel-yel yang cukup heboh dan kita teriakkan dengan bangga: Coblong, Coblong, Coblong Yessss! Itu muncul begitu saja heheh. Ada proses pembagian kelompok baru di proses debriefing itu, tapi rupanya itu tidak menghalangi tim ini untuk saling mencari saat akan berpisah. Proses foto bersama memang paket kegiatan dari panitia, tapi setelah itu ada proses foto-foto kreatif yang tim bikin sebelum pulang. Saat itu mulai terasa berat untuk berpisah dan itu ditandai dengan inginnya kita kumpul lagi di acara selanjutnya. Mungkin ada rasa yang sama yang dirasakan. Entahlah apa itu namanya. Akhirnya kami membubarkan diri dan kembali ke aktivitas masing-masing. Semoga bisa lahir kolaborasi-kolaborasi baru setelahnya di dalam keluarga baru ini.

Eits, ceritanya belum usai (dan memang jangan usai sampai di sini)

Sepertinya beberapa orang memiliki relasi lanjutan dari proses 15 jam ini. Saya sendiri bisa mencapai salah satu (dan tujuan terbesar) mengikuti program ini yaitu: mendapatkan teman dan jejaring baru. Saya merasa punya keluarga baru :) Ini terasa (mungkin) karena masih ada proses kontak-kontak selanjutnya dan beberapa ikatan emosional yang telah terjadi. Moga kita menjadi keluarga baru yang bahagia dan bisa saling bersinergi. We are Happy Family :) 


*tulisan ini dulu ditulis sebagai PR untuk bahan e-book. Foto kolase seluruhnya didapat dari jepretan tim foto Coblong. 



Sunday 10 March 2013

Nama Alay: Berkembang Sesuai Potensi?



Pernah gak nerima sms pakai bahasa alay?
Misalnya begini (nyontek dari kamus alay):
Aku = akku
Buat = Wat, Wad
Deh = Dech
Kok = KoQ

Heheh, geli banget kan ya? Belum lagi kalau tulisannya beribet antara huruf dan angka. Fiuuuuh.

Dan tadi pas iseng googling, sampai ada tools untuk ubah tulisan asli menjadi gaya alay.
Misalnya gini:
Versi asli: nama saya anil
Hanya tinggal klak-klik maka keluarlah beberapa alternatif terjemahannya dalam bahasa alay:
- naMA sAya AniL
- n4m4 saya an1l
- nm say anl

Tapi ya, kalau inget-inget masa SMP dulu, sama juga ternyata alaynya. Hanya beda versi aja sama anak SMP jaman sekarang. Ini sebagian rahasia ke-alay-an si anil heheheh. Lucu pas nginget-ngingetnya. Dan norak abis ya ternyataaaa.. 

Ceritanya begini:
Waktu SMP dulu, kan lagi musimnya gank-gank-an. Sebagaimana layaknya anak-anak SMP yang lagi cari jati diri, saya pun punya temen-teman 1 gank. Isinya sekumpulan anak-anak cewe. Nah, setiap anak punya nama alay. Dulu bukan nama alay sih sebutannya. Pokonya nama setiap anak ditulis berbeda supaya tampak keren. 

Contohnya ini:
Nama saya kan Anilawati Nurwakhidin. Ketika jaman SD dipanggilnya ani. Tapi kemudian pas SMP dipanggilnya Anil. Nama gaulnya ditulis: ANIEL. Waduh parah! Nah, nama setiap anak ditulis versi “keren”nya dan pakai huruf aneh-aneh. Dan kita berasa keren aja satu gank itu.

Apa sih yang dikerjakan anak-anak satu gank tersebut? Ya teman main aja. Dan kita suka main dari rumah ke rumah diantara anggota gank tersebut. Salah satu modusnya adalah kerja kelompok. (gak setiap kerja kelompok = main juga sih hehehe).

Nah balik lagi ke nama alay. Nama-nama tersebut, ditulis di beberapa tas anggotanya. Berhubung saya pengen jaim (antara jaim dan takut sama orang rumah kayanya), nama anggota gank tersebut ditulis di tas saya juga. Tapi di bagian dalam. Besar-besar tulisannya pun gak papa kan jadinya. Ya ampun, norak banget kan ya? Gak cukup sampai di situ, nama-nama kita kan ditulis di tas. Ditulisnya lengkap dengan nama kecengan kita. Yang tentunya nama-nama kecengan pun ditulis pake nama “keren”. Astaga parah!

Ya tapi itulah salah satu tahap yang pernah terlewati pada masa abg. Masa dimana teman memang menjadi lingkar pusat perhatian. Norak, kampring dan menggelikan aja membayangkannya. Tapi itulah bukti bahwa orang berkembang terus dari waktu ke waktu. Dan ternyata KEREN itu suatu ukuran yang relatif. Dan, bila di masa sekarang mau ngritik anak-anak alay, langsung keinget bahwa dulu pun saya pernah berada pada masa-masa tersebut. Tapi walaupun saya dulu "alay", akhirnya bisa juga menemukan jati diri (semoga benar begitu adanya) dan juga berkembang sesuai dengan potensi yang ada (aamiin)  

Semoga akhirnya anak-anak alay itu menemukan juga jalannya dan berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing :)