Tuesday 24 November 2015

Memulai Warna Baru!

3 bulan terakhir ini, alhamdulillah banyak warna baru yang terjadi dalam hidup!.

Sekarang mari bercerita tentang salah satu warna baru tersebut yaitu mulai coba-coba ikutan mewarnai. Iya, kegiatan mewarnai yang lagi ngehitz! Saat ini kegiatan mewarna lagi usum pisan.
Kegiatan mewarnainya beda dengan pas jaman kita kecil.


Mewarnai jaman TK (diambil dari sini)


Mewarnai yang kekinian, gambarnya lebih detil dan kecil-kecil. Dan juga gada contoh cara mewarnainya. Bebas mau digimanain juga warna dan variasinya. Ini dia contohnya!


Ini contoh buku mewarnai yang kekinian tea! (diambil dari situ)

Kegiatan mewarnai pada orang dewasa ini mulai trend cenah sejak tahun 2013 sejak teteh Johanna Basford bikin buku mewarnai yang dikasi judul Secret Garden.

Harganya lumayan mahals dibanding produk buatan Endonesya. Tapi memang hardcover dan isinya cukup banyak (buku tersebut juga dimiliki oleh Mala dan Mega)

Ada versi imutnya yang bentuknya sebesar kartu pos. Emang bisa langsung disobek jadi kartu pos beneran. Lucu kaaaann?

Ini punya Jessis!

Proses menularnya minat untuk "punya buku" (saya kasi tanda petik karena punya buku mewarnai teh ga serta merta membut orang otomatis mewarnai heheheh) dimulai dari ngeliat dari postingan Mega di instagramnya. Langsung kebita. Tapi kayanya beda tipis lah antara kabita dan panasan hahahha. Pas pulang ke Cimahi juga berhasil "manas-manasin" sepupu.Mereka berdua ujug-ujug pada beli.

Burung Hantunya Mega

Dari situ mulai tertarik. Tapi makin tertarik setelah liat Putri babawa buku mewarnainya + pinsil warna. Mulai dari liat-liat bukunya sampe tanya-tanya harga. Komo cenah ini buku teh tagline nya terapi warna anti stres, cocok lah buat yang lagi berusaha move on. Beuki ngiler!

Jadilah akhirnya beli tah ujug-ujug buku mewarnai + pinsil warnanya. Ampun deh hahaahha. Belinya cari yang paling murah tea.

Pas mewarnai pertama, ga kepikir kudu diwarnain kaya gimana, sampe loba tatanya tea "ini bagusnya warna apa?" "kombinasinya mening sama mana" dll. Dan akhirnya terlahirlah karya pertama. Belum bagus banget. Tapi cukup untuk memenuhi target "harus ada 1 yang selesai dulu sehingga uang yang udah dikeluarin ga sia-sia" dan juga target "hayang ngajaran".

Hasil mewarnai pertama


Lalu mulai beranjak ke lembar lainnya di buku tersebut. Sampai sekarang belum kageroh deui :)
Baru sapotong.


Teaser lembar kedua!

Btw, buku yang saya beli ini produksi Indonesia. Ada 2 seri, dan saya punya yang buku duanya. Dan si mreka teh sampai bikin klubnya. Ada kopdaran sagala di beberapa kota. Intipin IG-nya geura. Dan yang luar negri juga sama geuning punya halaman yang partisipatif. Jadi kita bisa masukin hasil mewarna kita dan yang paling banyak disukai bakal dishare sama akun Facebooknya..



Godaan selanjutnya adalah: pengen punya buku yang baru. Saya ga paham kenapa sampe segitunya. Tapi beneran ada orang-orang yang punya sampai beberapa buku. Buku satu belum beres, tapi udah dobel punya yang baru. Alasannya macem-macem. Dan godaan itu mendera juga ternyata! Ampyun. Butuh waktu untuk mikir: ini kebutuhan atau keinginan. Dan akhirnya ditahan dulu tea. Nanti kalo pengen-pengen pisan, coba ngeprit aja dulu lah. Katanya sih ada yang nyediain di internet, gambar-gambarnya.

Yang menarik jugaadalah, mewarna bisa dilakukan di suasana-suasana seru ataupun sendirian. Sendirian udah pernah coba. Banyakan bari raramean juga udah. Bahkan nyoba di taman juga pernah. Sebagey lah warga Bandung yang memaksimalkan fungsi taman kekinian :)


Abaikan suku! hehehehe . Kiri di merdesa dan kanan di taman cibeunying, Bari piknik!


Tuesday 20 October 2015

Empati: Hati yang Gerimis?

Saran yang saya dapat dari psikolog adalah diajak untuk belajar lebih berempati dan juga belajar untuk lebih bisa merasakan perasaan sendiri. Dan saran teknis yang katanya perlu dilakukan adalah: belajar berinteraksi dengan anak-anak. Ketika ditanyakan saran teknis lainnya yang tingkatannya lebih cetek, saya justru diminta mencoba dulu hal tersebut.

Eaaaa, gaul sama anak-anak adalah hal yang tidak dihindari tapi bukan prioritas pertama yang ada dalam pikiran. Lempeng aja sih biasanya dan cenderung bukan menjadi “tante pilihan pertama” bagi anak-anaknya temen dan saudara. Lalu kalau gaul dengan anak-anak menjadi proses yang “dipaksakan” terlalu dini, yang paling kasihan adalah anak-anaknya. Padahal anak-anak termasuk yang paling peka dan tau banget kalau orang dewasa yang mengasuhnya “ga enakeun”.

Saran dari psikolog itu akhirnya belum saya lakukan. Heheheh, pasien yang nakal memang. Tapi terus terang, saya gak yakin dengan saran teknis tersebut.

Nah, saya mulai menemukan salah satu cara asyik untuk mulai belajar berempati. Entah ini tepat ataukah tidak. Saya mendapatkan 1 film yang humanis pisan. Film India sih. Film yang suka ditempelkan dengan image nari-nari dan polisi. Bila saya mendengar kata i-india-an, saya langsung kepikir film yang banyak narinya di taman tea. Seperti halnya film-fim India yang sempat booming di TV nasional jaman baheula.

Namun, film India yang saya tonton ini kayaknya termasuk jajaran film yang bukan dilekatkan pada 2 image tersebut. Sempet nonton dan baru ditonton ulang hari minggu (2 hari yang lalu). Humanis, realis dan keren pisan. Persis seperti kehidupan nyata dan banyak pesan moralnya tapi tidak terasa berat.

Nonton film India ini justru mengingatkan saya sama satu film yang ceritanya sangat sederhana, tapi dikemas dengan sangat apik. Ditonton jaman kuliah dulu. Di acara nobar himpunan bersama teteh-teteh akhwat keputrian (mungkin karena filmnya dari Iran hehehehe) Sudah pernah nonton filmnya? Judulnya Children of Heaven. Sempat dapat banyak penghargaan karena memang keren pisan.
*jadi kepikir pengen nonton ulang film itu*

Balik lagi ke film India yang menarik itu. 3 kata yang mewakili film ini adalah Hati yang Gerimis. Entah kenapa. Dan rasanya campur aduk karena film tersebut mengaduk-aduk perasaan. Mulai dari timbulnya rasa sedih, bahagia, kesel, kagum dan timbulnya optimisme.

Judul filmnya adalah Every Child is Spesial. Cerita tentang lika-liku kehidupan seorang anak yang bernama Ishaan. Penderita disleksia. Kesulitan untuk membaca dan menulis. Kalau dari nonton filmnya sih, sebenarnya penyakit tersebut bukan masalah yang terlalu besar. Banyak tokoh-tokoh di dunia ini yang menderita penyakit tersebut tapi kemudian mereka bisa memandang dunia dengan berbeda dan punya bakal special. Seperti Albert Einstain dan Thomas Alva Edison. Dan penderita diskeksia sebenarnya bisa tetap membaca dan menulis secara normal namun perlu belajar dengan cara yang berbeda.

Yang masalah banget di film ini adalah ketidak tahuan orang-orang di sekitar Ishaan akan gejala yang ada. Apalagi kemudian terdorong untuk mengobatinya. Yang ada justru respon negatif dari orangtua, guru dan teman-teman di sekolahnya. Dan reaksi negatif tersebut membuat tekanan yang cukup takarannnya untuk membuat Ishaan sampai depresi. Sedih banget ngebayangin kalau ada di posisi Ishaan. Sendiri, dikucilkan oleh semua pihak, bahkan harus pindah sekolah yang jauh berjarak dengan orang tua dan dan tanpa tau alasannya kenapa kecuali karena huruf-huruf yang selalu menari-nari ketika dilihat.

Yang keren adalah gurunya. Guru seni yang beda dibanding guru-guru lainnya. Ketika guru lain hanya memarahi Ishaan dan juga mengadukannya pada kepala sekolah, bahkan sekolah lama “stengah mengusir” Ishaan, Pak Nikumbh justru berbaik hati memfasilitasi Ishaan untuk menemukan potensi dirinya. Hese nginget nama-nama india teh hahaha. Pokonya yang main sebagai Pak Nikumbh adalah Aamir Khan. Ini guru yang sangat keren saat menangani anak-anak, mengubah cara pandang para guru dan meyakinkan orang tua Ishaan untuk memahami masalah yang ada. Tidak selalu langsung berhasil, tapi prosesnya untuk menfasilitasi itu yang menarik!

Tepuk tangan heula untuk teknik fasilitasinya yang juara pisan! Dia sampai niat dateng ke rumah Ishaan. Dan kemudian akhirnya dapat mendeteksi bahwa walaupun Ishaan punya “kelemahan” disleksianya, tapi bakat seninya luar biasa. Kalau lukisan, saya gak paham bagusnya sebelah mana. Tapi ini salah hasil karyanya yang berkesan bagi saya. Ekspresi Ishaan saat merasa "terbuang" karena harus pindah ke sekolah asrama dan jauh dari orangtuanya. 









Ketika dibuka bukunya secara cepat pakai satu tangan,. Sreeeeett gitu, kelihatan perubahan posisi Ishaan yang asalnya dekat dengan orangtuanya dan kemudian lembar demi lembar memperlihatkan posisinya yang menjauh. Idenya cerdasss!

Nikumbh berusaha menjelaskan tentang disleksia tapi kedua orangtunya tampak sulit teryakinkan. Teknik fasilitasi yang baik adalah saat dia mencoba mengambil produk kemasan yang bertuliskan cina (cina atau jepang ya, lupa) dan kemudian meminta bapaknya Ishaan untuk membaca sambil diberikan beberapa hardikan ketika bapaknya Ishaan mengalami kesulitan. Itu teknik yang keren pisan: ketika sulit diberi pengertian, memang yang terbaik adalah berikan pengalaman serupa supaya bisa lebih “terasa”.

Sama halnya saat adegan: bapaknya Ishaan niat pisan dateng ke sekolah Ishaan (jaraknya kayanya cukup jauh). Hanya untuk bilang bahwa istrinya sudah membaca tentang disleksia dan itu dirasa sudah cukup untuk melarang Nikumbh untuk berkata bahwa dirinya bukan orangtua yang tidak peduli. Dan Nikumb tak lantas balik menasehati tapi justru hanya menceritakan arti "peduli" berdasarkan pemahamannya dan itu lumayan bikin si bapak JLEB: Peduli ltu sangat penting.Hal itu mempunyai kekuatan.Dapat mengobati luka.Itulah yang anak inginkan.Pelukan, ciuman sayang,untuk memperlihatkan kalau aku peduli.Nak, aku sayang kamu.Jika kamu takut datanglah padaku.Jadi jika kau terjatuh, gagal. Jangan khawatir, aku selalu ada untukmu.

Hal lain yang menarik perhatian saya adalah Nikumbh yang gampang tersentuh dan tergerak hatinya untuk “menarik” Ishaan (dan juga orang-orang disekitarnya) untuk dapat melihat potensi terpendamnya. Itu semua rupanya digerakkan oleh empati. Dimulai dari memahami apa yang orang rasakan. Termasuk pengalaman pribadinya sebagai pengidap disleksia juga. Tapi kisah ini gak selesai dengan hanya berempati saja. Perlu bekal aneka ilmu, keberanian dan energy yang besar untuk kemudian melakukan tindakan lanjutan dari kepedulian yang telah ada.


Nikumbh dan Ishaan

Kurang lebih itulah sedikit pembelajaran yang saya dapatkan dari film ini. Masih banyak poin refleksinya, tapi yang tulisan ini menggambarkan terutama aspek terkait empati. Cukup untuk menjadi 1 kemajuan saya untuk mulai menerapkan saran dari psikolog. Tidak selalu dengan langsung gaul sama anak kecil untuk dapat mulai belajar berempati.

*agak ngeles, tapi tingkatan belajar berempati yang dipilih saat ini rasanya lebih nyaman dengan nonton-nonton film*
  


Ishan dilukis oleh Nikumbh
Salah satu lukisan Ishaan

Tuesday 7 July 2015

Narasi Sejarah Bersama

Dari hasil obrolan dengan teman-teman di Passer (masih ingat kan dengan mereka? Salah satu cerita mereka bisa disimak di sini) dan juga setelah diolah lagi berdasarkan hasil pelatihan 3 hari berturut-turut yang bikin berat badan naik, maka keluar satu ide untuk membuat prototype proses pembuatan Narasi Sejarah Bersama. Apakah itu?



Sejarah di daerah Sekepicung menurut pak Lala (salah satu pentolan di Passer), belum ada yang menuliskan. Sehingga salah satu idenya adalah bareng-bareng mengumpulkan sejarah lewat dongeng-dongeng masa lalu yang dikasi judul besar: Narasi Sejarah Bersama. Nama prosesnya belum komersil dan juga kurang nyunda. Nama nanti dipikirin lagi lah.

Ide itu timbul saat ngobrol dengan beberapa bapak-bapak Passer, mereka bentes (lancar) dan semangat ketika menceritakan tentang dongeng masa kecilnya. Ceritanya gak bisa brenti-brenti. Matanya pada berbinar-binar! Seru-seru ceritanya dan lucu-lucu. Termasuk mereka cerita tentang keberadaan foto-foto jadul yang katanya mungkin bisa memancing proses bercerita tersebut. Budayanya lisan pisan euy dan perlu ada energi lebih untuk mencatatkannya.

Jadi, kegiatan akan dimulai dengan mendatangkan 2 ahli di bidangnya. Yang pertama dibutuhkan orang berpengalaman dan mau sharing tentang "menulis cepat".




Mengapa menulis cepat? Dari pengalaman saya, proses menulis cepat itu membantu memuntahkan apa yang ada di dalam pikiran. Ngedit mah bisa belakangan. Karena kalau pakai metode lainnya dan apalagi si penulis belum terbiasa rutin menulis maka yang ada hanyalah proses: ngetik-backspace, ngetik-backspace. Gak selesai-selesai dan ide-ide kerennya melayang. Itu kalau ngetik pakai komputer. Kalau nulis pakai kertas: nulis-hapus-nulis-hapus dan ujungnya kruwel-kruwel kertas ke tempat sampah. Juga gak selesai-selesai.

Dulu saya belajar belajar teknis menulis cepat jamannya ikutan kopdar Kompasiana. Tulisan tersebut menang lomba menulis cepat. Rizki anak solehah jigana hehehhehe. Tulisannya bisa disimak di sini. Itu tanpa editan sama sekali.






Narsum kedua adalah orang yang bisa memberikan  gambaran proses pembuatan "mading". Mading ini bentuknya belum berwujud seperti mading sekolahan. Yang penting, mading tersebut berfungsi sebagai media untuk menampilkan dongeng-dongeng sejarah kampung yang materinya didapat dari kegiatan. Mading tersebut nanti akan menjadi salah satu media informasi yang akan disimpan di saung Passer.



Saung Passer yang belum beres dipasangi genteng dan bilik

Itulah 2 aktivitas pra kegiatan "Narasi Sejarah Bersama" yang akan diberikan kepada perwakilan warga Sekepicung yang berusia dibawah 30 tahun (generasi muda).

Kegiatan hari H nya kebayang seperti ini:
Akan diundang perwakilan warga Sekepicung dari berbagai umur dan juga jenis kelamin.


Kiri ke kanan: generasi tua ( >45 tahun), setengah tua (30-45 tahun) dan generasi muda (<30 tahun)

Generasi tua dan setengah tua akan punya cukup banyak dongeng di kepalanya. Dongeng-dongeng tersebut akan dipicu oleh munculnya foto-foto jadul. Semacam foto nikahan, keluarga ataupun foto narsis pada masanya. Dulu katanya masih jarang orang yang punya kamera. Atau bahkan belum ada. Yang ada hanyalan tukang foto keliling. Sempet intip foto-foto jadul mereka, Lucu-lucu! Bahkan saat itu ada foto narsis yang lagi pada nongkrong di sawah.

Misalnya foto keluarga


Bisa juga foto pernikahan

Bisa juga aneka dongeng Sekepicung di masa lalu dipancing dengan pertanyaan semacam: Jaman dulu, orang Sekepicung pada ngidam apa pas hamil? Dari pertanyaan sesederhana itu, mungkin kita bisa menelusuri pola konsumsi pada masa tersebut.

ceritanya gambar ibu hamil yang lagi minta makanan ngidam ke suaminya

Selama proses bercerita dalam kegiatan "Narasi Sejarah Bersama" berlangsung, beberapa narsum yang sedang bercerita akan direkam dalam video. Video tersebut akan bisa diedit untuk kepentingan publikasi selanjutnya. Misalnya saat ada acara kumpul anggota Passer. Sehingga narasi sejarah bersama tersebut dapat disimak oleh lebih banyak orang.



Sisi-sisi menarik dari pertemuan tersebut didokumentasikan juga dalam bentuk tulisan. Ada 2 versi tulisan. Versi pertama dibuat oleh generasi muda Sekepicung (berusia kurang dari 30 tahun). Tulisan akan dibuat versi singkat dan tidak perlu banyak edit. Yang penting tercatat dulu sebagai bahan mentah catatan sejarah. Versi kedua akan dibuat oleh para blogger yang punya ketertarikan kepada isu di Sekepicung dan atau yang sedang mencari bahan tulisan melalui proses yang unik.

Harapannya semua bahan tersebut bisa digunakan untuk aneka kepentingan di Sekepicung. Misalnya seperti yang sudah diceritakan di atas:
1) untuk mading (media informasi)
2) kumpulan cerita tentang Sekepicung dalam bentuk online (misalnya di blog) ataupun dalam bentuk fisik (misalnya jadi buku)
3) jadi bahan penyusun konten pemanduan desa wisata.

Dan ini 1 info penting!
Makin banyak tanah di area Bandung Utara dan salah satunya area Sekepicung yang mulai berubah fungsi menjadi lahan-lahan komersil. Belum lagi dampak lingkungan dari tempat komersil tersebut (sampah, polusi, kebisingan dll). Perubahan tersebut biasanya berdampak langsung terhadap berkurangnya ruang terbuka hijau (lahan yang produktif secara ekologis). Aneka upaya yang dilakukan oleh teman-teman Passer di Sekepicung (salah satunya membuat prototype kegiatan pembuatan "Narasi Sejarah Bersama") adalah upaya untuk mempertahankan lahan yang masih ada dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya fungsi lahan.

Yuk siapa mau ikutan dalam proses pembuatan "Narasi Sejarah Bersama" daerah Sekepicung? Terbuka beberapa posisi bagi para blogger yang senang menuliskan dongeng-dongeng seru dari daerah Bandung Utara!

Seluruh ilustrasi oleh: @perempuangimbal

Wednesday 17 June 2015

Timbulan? Sampah?

Pengalaman seru yang baru dilewati kemarin adalah ikutan jadi tim yang ngukur timbulan sampah. Ceritanya begini, RW 9 Kelurahan Sukaluyu sedang mengikuti program Kawasan Bebas Sampah. Apakah itu?




Targetan utama dari program tersebut adalah: jumlah sampah dari wilayah tersebut di akhir program (akhir tahun 2015) sudah berkurang. Nah, untuk tahu berkurang atau tidaknya, tentunya perlu ada data awal dan dan akhir yang jelas dari jumlah sampahnya. Tujuan lain dari pengukuran adalah sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengurangi sampah yang ada. Maka dari itu dan sehingga, tim YPBB, alias tim pendamping untuk RW 9 bersama dengan warga untuk mengukur data awal jumlah sampah di wilayah tersebut. Saya gabung juga di tim pendamping tersebut.

Ada banyak diskusi panjang di balik acara pengukuran timbulan sampah tersebut. Tapi mari kita cerita hari hore-hore yang telah dilewati kemarin sajalah :)

Warga yang diajak jadi responden berjumlah 51 KK dari itung-itungan idealnya 43 KK saja. Sisanya untuk cadangan kalau ada data yang eror.

Jadi kegiatan dimulai dengan mengangkut sampah yang sudah dipisah oleh warga dari rumahnya masing-masing. Mereka menyimpan sampah di depan rumahnya masing-masing. Sampah dibawa oleh kader menuju lokasi penimbangan. Sampah-sampah yang belum terangkut karena kadernya berhalangan, dibantu diangkut oleh tim YPBB.


Contoh sampah yang sudah dipisah dari awal oleh warga

Sampah warga diminta dalam 4 hari - HANYA 4 HARI SAJA (2 hari kerja dan 2 hari libur) - untuk memisah sampahnya dari rumah masing-masing. Idealnya sih (menurut standar SNI) pengukuran jumlah sampah dilakukan selama 8 hari berturut-turut. Tapi karena keterbatasan sumber daya, wayahna weh 4 hari saja. Keresek yang berlabel telah dibagikan terlebih dahulu ke warga.

Contoh label di kresek, supaya memudahkan proses pengambilan dan penimbangan

Dilema banget nih soal keresek zzz. Karena dalam proses pengukuran timbulan sampah ini diperlukan:

51 KK x 4 hari x 4 jenis sampah = 816 lembar kresek.

Nanti kita lanjut lagi cerita tentang nasib si kresek yang jumlahnya meratus tersebut. Kita lanjut dulu cerita di awal yah.

Setelah sampah terkumpul, lalu dilakukan proses pengecekan pada setiap kresek yang terkumpul. Cerita yang terjadi aneh-aneh. Dimulai dari ada warga yang gamau simpan sampah organisnya ("nanti bau ah") sehingga akhirnya dia hanya mengumpulkan 3 kantong keresek saja. Lalu yang bikin heran, beberapa warga banyak banget sampahnya. Curiga ada proses-proses cuci gudang. Padahal melalui proses briefing satu persatu ke warga sudah diinfokan bahwa sampah yang dikumpul dan dipisah adalah sampah yang benar-benar dibuang pada hari tersebut. Info tersebut juga diperkuat oleh selebaran yang siap ditempel di rumah masing-masing. Asumsinya, kalau anggota keluarga yang dibrief tidak atau kurang dipahami penjelasannya oleh anggota keluarga lain, ada penjelasan tertulis yang bisa dibaca oleh siapapun.

Cerita yang lebih "seru" lagi adalah saat kita menemukan penempatan sampah-sampah yang bukan pada tempatnya.


Kresek kuning adalah sampah kebun. Tapi karena di kebunnya mungkin ada kemasan AMDK, akhirnya nebeng juga di kresek kuning :)

Di tempat non organis yang berpotensi di daur ulang pada nyampur sama kemasan warna-warni padahal di lapak manapunnn, tak ada yang terima itu barang


Yang bikin pening lainnya adalah: di banyak sampah organis dapur dan sisa makanan, biasanya bercampur dengan plastik-plastik. Dengan bermodal sarung tangan, dipisah-pisah tuh plastik demiiii data timbulan sampah yang valid untuk perjenisnya. Gak kepoto proses misahin yang jorok-jorok begitu karena boro-boro moto heheeheh.

Dan ada juga yang nemu uang!

Maksudnya uang-uangan heheheheh. 20 rebu buat anjang-anjangan :) 

Paralel dengan proses pengecekan tersebut berjalan proses penimbangan sampah untuk setiap orang perjenis sampah dan pencatatannya. Supaya hasilnya akurat, kami "menculik" timbangan ini untuk beberapa jam saja heheh.



Seluruh aktifitas ini dikerjakan dalam waktu sekitar 2 jam. Setelah penimbangan selesai, sebenarnya sampah bisa langsung disatukan saja ke roda sampah. Tapi mengingat upaya yang telah dilakukan untuk memisahnya (baik upaya warga dan upaya para pendamping), dilakukanlah pemanfaatan sampah tersebut. Setiap sampah diperlakukan berbeda.


Sampah kebun dimasukkan ke dalam lubang sehingga akhirnya bisa terkompos. Ada upaya yang ruarrrrbiasa untuk menggali lubang ini karena tanahnya berisi barangkal. Lubang tidak ditutup dulu karena masih ada 3 hari tersisa untuk proses memasukkan sampah kebun lainnya.


Proses saat menuangkan sampah kebun ke dalam lubang

Untuk sampah organis, sebenarnya bisa saja dibuatkan lubang, namun masih bisa dimasukkan ke dalam biodigester yang ada di kantor.

Calon penghuni biodigester YPBB!

Sampah non organis yang berpotensi untuk didaur ulang, dikumpul jadi satu dan akan disimpan di gudang milik warga (mereka nyebutnya jam sampah) dan nantinya akan dijual ke pemulung.

4 karung sampah yang potensial didaurulang

Sampah residu alias sampah yang gak bisa diapa-apain direlakan saja dibuang ke gerobag sampah. Inilah sampah yang sebenarnya, yang akhirnya masih harus memadati TPS dan TPA.


Residu hanya yang berkresek merah. Bawahnya sudah penuh dari awal

Begitulah aktivitas 1 ronde pengukuran timbulan sampah yang telah dilakukan hari Selasa kemarin (16 Juni 2015). Masih ada 3 ronde lagi, Mudah-mudahan proses di 3 ronde selanjutnya bisa lebih mudah.

Oh iya, balik lagi ke dongeng kresek yang jumlahnya meratus tadi!
Setengahnya kami tarik lagi yaitu sampah non organis yang potensial didaur ulang dan sampah kebun. Karena kereseknya relatif cukup bersih dan tidak terlalu sulit untuk dibersihkan. Perjuangan selanjutnya adalah mencuci dan mengeringkannya sehingga siap dipakai ulang.




Kita pada nyerah dulu deh untuk kresek merah (sampah residu) dan kresek putih (sampah organis). Basah dan beberapa udah jijay pisan. Inilah selemah-lemannya iman untuk memaksimalkan penggunaan kresek yang telah ada.

Demikian cerita untuk hari ini. Berminat untuk belajar dan mencoba beberapa aktivitas dalam pengukuran timbulan sampah? Yuk gabung hari Kamis (18 Juni 2015), Sabtu (21 Juni 2015) dan Minggu (22 Juni 2015) mulai jam 9-12.

Dapet salam ceria dari tim hore pengukuran timbulan sampah ronde 1


Saturday 23 May 2015

Rarakitan dan Diculik Pak RT!

Beberapa minggu yang lalu, saya dan beberapa teman tugas ke lapangan menyebar kuisioner di daerah Pangalengan.

Apa yang seru di Pangalengan? Keasyikan yang pertama adalah kita nginepnya pinggir situ Cileunca. 


Keren kaaaan? Kalau motonya lebih jago lagi, bisa kaya pemandangan di kalender

Bangun tidur - buka tenda - taraaaaa langsung pemandangan keren!

Sempat juga main rakit pas istirahat. Tepatnya si rakit dilepas dan kemudian kita didorong ke tengah danau tanpa punya bekal dayung. Rameeee barijeung sieun ga bisa balik dan juga sieun titeuleum. Makaning gak bisa berenang. 

Ini pas rakitnya mulai dilepas (dok: Gundil)

Ini pas di tengah lagi kukulibekan (dok: Gundil)

Kukulibekan tapi sempet keneh foto-foto 

Pokonya akhirnya bisa sampai lagi ke darat walaupun si sayah mah bagian cicing weh di tengah. Da kalo duduknya geser-geser, bisa perahunya ga seimbang. Dan juga sieun karena gak bisa berenang hahaah. 

Besoknya bagian petualangan kedua: kita berempat diculik pak RT! Diculik pakai tanda petik yah. Karena pada seneng juga sih diculik hehehhe.. Ketika akan menyebar kuisioner, kita diajak dulu mengenal kondisi di sekitar wilayah RT tersebut.

Dari area yang dihuni oleh penduduk, kemudian diajak melihat perjalanan sampah yang ada di sungai. 

Sampah itu kemudian numpuk di sini

dan juga sampah ngagupluk di situ



Dilanjut nyebrang jembatan yang sudah mulai reyot


Ternyata nyambung ke bukit-bukit (Dok: Tiwi)


Pemandangan sekitar bukit (Dok: Tiwi)

Mau kemanakah kita? Saatnya diculik dan menemukan hal-hal menarik sepanjang jalan. 

Pipa air dari gebog pisang!

Mata air! Jernih pisan

Kontras banget ketika sudah mulai banyak campur tangan manusia. Sampah dimana-mana!

Untuk kepentingan pembangkit listrik, air dibendung dan sebelumnya disaring dulu supaya tak ada sampah

Dan sampahnya ditumpuk sampai membentuk "daratan" baru (dok: Tiwi)

Kemanakah air itu kemudian menuju? Dia dialirkan ke pipa-pipa besar yang dibuat menurun untuk memanfaatkan energi gravitasinya. Lumayan leklok tuur menuruninya. Seru-seruuuu!

Pipa dengan tangga seribu (lebih dari seribu kayanya)


Belum selesai aksi penculikan, pak RT membawa kami ke Curug Ceret. Mengapa dinamakan demikian? Karena airnya mencepret-cepret sehingga ceret kena ke orang yang disekitarnya. Lelah karena perjalanan panjang langsung hilang rasanya berganti dengan kesegaran yang ditawarkan oleh curug ini. 

Curug dari kejauhan

Dipandang dari arah bawah! Ceret alias ciprat-ciprat air!

Itu kami was-was! Soalnya tugas kuisioner masih banyak dan malah diculik. Tapi pak RT menjamin jam 1 akan dimulai proses kerja ngejar kuisioner. Ternyata tanpa diduga (dan pasti sudah diskenariokan oleh-Nya), muncullah mobil tebengan. Kalau engga, kami harus naik lagi tangga yang banyak itu untuk motong jalan. Dilanjut jalan kaki rada banyak lagi, sampailah kami ke lokasi warga lagi. 

Beres petualangan ulin hari ini!

Kapan lagi kita diculik pak RT? 
(diculik tapi kalahkah atoh hehehehe)