Friday, 19 December 2014

#refil Ini Itu!

Beberapa minggu lalu, saya melihat ada pusat refilan pas mau berangkat ke kantor. Kemudian akhirnya saya baru beberapa hari lalu menyempatkan diri mampir ke Motto yang berada tepat depan Pasar Suci.

Motto itu apa? Bisa baca lengkap di sini. Pada intinya adalah, mereka menjual produk-produk pembersih curah dan mereka meng-claim produknya sebagai: Kualitas Tinggi - Harga Murah - Ramah Lingkungan . Apakah benar begitu? Pada tulisan ini, saya bahas aspek ramah lingkungannya.

Oiya, saya dulu pernah nemu juga cabang sejenis di deket rel kereta jalan Sunda.

Ini penampakan yang di sebrang pasar Suci. Agen Suci ini, sekalian juga jadi penjual gas 3 kg-an.



Dan kemudian, saya tatanya ke penjualnya. Sebutan di webnya sih, namanya agen/dealer.

Yang awal kepikir adalah pembeli pada bawa wadah sendiri dan kemudian pedagang punya literan, sehingga bisa beli pakai wadah macam apapun. Dengan cara yang saya pikirkan di awal tersebut, tentunya kita bisa menggunakan wadah-wadah yang sudah tersedia di rumah (wadah-wadah sabun atau apapun) untuk membeli produk dan akhirnya proses refill beneran terjadi.

Dan kejadiannya adalaaaaaaah: takeran literan tidak tersedia! Padahal setiap paket agen sudah mencakup beberapa gelas ukur (barusan baru ngintip di ketentuan agen). Katakanlah gelas ukurnya hilang heheh.

Pertanyaannya sekarang: bagaimana cara si agen suci ini mengemas?

Si agen mengisi banyak botol AMDK dengan aneka cairan pembersih sehingga para pembeli tinggal ambil sesuai kebutuhan. Entah apa yang melatarbelakangi pemilihan cara tersebut. Tapi yang pasti, si agen gak pernah mendapati pembeli yang inisiatif untuk membawa wadah sendiri.

Si botol-botol yang sudah siap bawa tersebut (ada yang ukuran 600 ml dan 1.5 L) , dijajarkan di rak dan masing-masing sudah dilabeli harga.





Botol-botol tersebut, sebagian didapatkan dari orang-orang yang menyetorkan botol AMDK-nya. Botol tersebut diterima oleh agen dengan harga Rp.100,00. Tapi ada juga sebagian orang yang menukarkan botol yang telah kosong bekas beli cairan pembersih pada kesempatan sebelumnya.

Yeay, reuse terjadi juga berarti! Walaupun para pembeli gak langsung bawa wadah sendiri.




Buat oleh-oleh dan juga untuk lihat kualitas produk, kemarin saya sekalian nyoba beli sabun buat ngepel, Udah disimpen di rumah. Kita tunggu reaksi dari si teteh yang babantu di rumah: apakah sabun pel itu cukup enakeun?




Kalau cocok, bisa ngelanggan lah. Semangatnya sih, di semangat mencegah kemasan dari awal, karena di rumah juga udah numpuk-numpuk sagala rupa kemasan plastik bekas cairan pembersih.

Kalau untuk sabun mandi cair dan sampo rambut, dulu pernah coba pada merk yang sama dan saya sih kurang cocok. Jadi sekarang coba-cobanya di pembersih yang tak ada hubungan langsung dengan badan.

Oiya, selain yang cairan, ada juga deterjen cuci. Nanti mau coba ah, kebetulan stok di rumah tinggal 1 bungkus lagi. Dengan membeli produk ini, minimal kemasan yang tersisa tinggal plastik bening. Plastik bening sih masih bisa didaur ulang (ditandai dengan diterimanya sidia di tukang pulung). Plastik kemasan deterjen warna-warni yang biasa dijumpai, ya boro-boro bisa didaur ulang, semua pemulung dan lapak tak ada yang mau terima.




Semoga produknya pada cocok, sehingga misi pengurangan kemasan dari awal bisa mulai dilakukan!

catatan: ini bukan tulisan ngiklan, tapi ditulis berdasarkan pengalaman dan dalam semangat berbagi untuk mulai sama-sama melakukan aksi nyata pencegahan sampah kemasan dari awal. Saya sempat dengar dari Melly bahwa di Lotte Mart Sukarno Hatta, ada juga yang jual produk-produk pembersih dalam kemasan besar. Kapan-kapan bisa kita tengok juga (biar ada alesan jalan-jalan ke mall heheh)



Friday, 12 December 2014

Di Acara Bibioporian!

Cung, siapa yang waktu kecilnya suka main di Taman Lalu Lintasssss?
Tapi kenapah, lalu lintas di Bandung begitu semrawut?




Udah, tong serius teuing bahas kesemrawutan lalu lintas kota ini. Sambil mengenang masa kecil, mending sambil saya ceritain sedikit tentang kegiatan seru yang diadakan di area tersebut.

Lengkapi Sejuta Biopori (Lestari) merupakan kegiatan pembuatan biopori secara masal di area Taman Lalu Lintas Bandung yang diselenggarakan oleh Astra First. Tim YPBB (Entis dan saya) hadir untuk memberikan materi pengantar dalam kegiatan yang telah diselenggarakan pada tanggal 29 November 2014 tersebut.

Foto saya gada euy zzzzz
Nanti minta sama panicia ah #narsis

TNI, warga dan mahasiswa bersama-sama membuat LBR (lubang resapan biopori) di area Taman Lalu Lintas. Bapak tentara mah jagoan euy, kerja cepat. Maklumlah udah terbiasa beraktifitas di lapangan.




Setelah dibuat, harusnya tentunya akan diisi rutin sehingga bisa membentuk biopori yang akan menjadi lubang-lubang kecil cadangan air dan tentunya bisa mengkompos sampah organis.

Moga pengomposan di area ini bisa berjalan konsisten dengan metode Biopori. Udah wanti-wanti bawel sih, supaya mahasiswa panicia segera berkoordinasi dengan pihak Taman Lalu Lintas untuk membicarakan rencana tindak lanjut dari aktivitas pembuatan LBR ini. Kalau pinjem bahasanya teh Hani mah, perlu ada aktivitas #marabanBiopori cenah.

Selayaknya acara pada umumnya, ada sambutan dari berbagai pihak sebelum acara dimulai. Sejembreng! Mulai dari ketua panitia, camat, pihak Unpar, pihak Astra dan pihak Taman Lalu Lintas. Semoga ini menjadi penanda kolaborasi yang erat di kemudian hari.

Setelah kerja bakti membuat LBR (lubang resapan biopori), seluruh peserta disuguhi makan siang yang #ZeroWaste ! Prasmanan menggunakan gelas dan piring kaca. Sisa daun pisang dan makanan lainnya, bisa langsung masuk biopori. Asik!




Moga pengomposan di Taman Lalu Lintas bisa berjalan konsisten dengan metode Biopori.

Acara berjalan lancar dan tanpa hujan. Alhamdulillah. Begitu beres makan dan pamitan-pamitan, eta hujan meni ngagebret.

Demikianlah cerita singkat dari aktivitas di Taman Lalu Lintas beberapa hari yang lalu.


PS: Sudahkan bioporimu diparaban?
(PS = pesan sponsor heheheh)

Tuesday, 25 November 2014

#SedotanAlternatif

Dulu-dulu sempat dibikinken tulisan sama Samsul tentang sedotan. Bahkan sampai dia dapet hadiah dari kumkum (lomba blogger). Dan juga ada Agung yang sempat nulis cerita tentang sedotan ini.

Sampai kemudian tulisan tersebut ditulis, sikap yang diambil adalah: kalau beli minuman selalu wanti-wanti supaya gak dikasi sedotan. Altenatifnya biasanya minta digenti sama sendok. Tapi ya gitulah deh, masalah yang biasanya timbul adalah pelayannya udah otomatis karena "SOP" nya kudu kasi sedotan. udah dibilangin, angger weeeeeeeeeeh dikasi sedotan. Jadi, kita bisa tanpa sedotan  kalo rajin ngomong ke pelayannya dan atau karena udah langganan.

Bila "bencana" terjadi, dalam arti akhirnya dikasi sedotan, maka yang dilakukan adalah yaudah, nikmati aja si sedotan tersebut. Minum jus pake sedotan teh emang enak euy. Gak munafik ini sih.

Itu satu fenomena yah.

Fenomena lainnya adalah ternyata sekarang lagi trend banget (gak banget juga ketang). Banyak toko atau ini itu yang online kemudian menjual #SedotanAlternatif. Hal tersebut bikin kabita oge akhirnya. Ngurangin plastik sih OK, tapi kalau ada alternatif bahan lain yang bisa tetap direuse (dipakai ulang), mengapa tidak?

-----

Jadi marilah kita ngobrol soal #SedotanAlternatif !

Awalnya ada Iwut yang pamer-pamer info tentang adanya sedotan stainles. Mulai kepengen beli tuh ya, bahkan yang pengen belinya banyakan. Tapi kemudian isunya tergilas aneka kesibukan orang-orang sehingga batallah rencana itu.

Isu #SedotanAlternatif mulai mengemuka kembali setelah Jessis bawain beberapa sedotan bambu dari Bali. Singkat kata, singkat cerita, akhirnya beberapa hari kemudian saya memiliki sedotan tersebut.



Sedotannya belum terpakai. Katanya sih, sedotan tersebut perlu direbus dulu di awal pemakaian dan kemudian seminggu sekali perlu direbus dengan sangat sedikit air cuka. Dan tentunya setelah habis pakai dicuci secara rutin (dan sekarang saya belum beli sikat pembersihnya).

Hasil oprak-oprek di instagram, ternyata emang mulai rame yang jualan #SedotanAlternatif tersebut.

Bahan yang ditawarkan biasanya berupa kaca. Ukurannya macem-macem nih.



Pilihan warna juga macem-macem



Dan ada variasi pake hiasan-hiasan juga. cocok lah buat yang pengen centil dan gaya hehehe



Dan ada bahan lainnya juga seperti stainless



Biasanya mereka juga nawarin sikatnya (yakalo ga disikat, nanti dalemnya bisa kotor dan gak sehat ateuh)

Yang rada heran adalah ada juga yang nawarin sedotan dari kertas. Tah, apakah itu dipakai sekali saja? Atau bisa dipakai ulang? Ataukah kalopun hanya sekali dipakai, minimal dia bisa dikompos. Belum sempat riset euy tentang itu.



Dan centilnya juga ada yang jualan tutupnya pula dengan macem-macem variasi. Ihiy, bisa tetep gaya lah pokonya.




Yeah, banyak jalan menuju #zeroWaste. Pilihannya ada di tangan kita, apakah: 
1) Mau tetap menganggap remeh sampah sedotan sekali pakai dari plastik?  
2) Atau memilih untuk tidak menggunakan sedotan dalam bentuk apapun (gak pake sedotan juga, idup gak susah-usah amat sih sepengalaman selama ini)
3) Atau mulai mencoba dan mencari substitusinya berupa  #SedotanAlternatif  #reuse yang dibuat dari bahan yang bisa dipakai ulang?

Mari sama-sama mencoba menggunakan #SedotanAlternatif #Reuse

Catatan khusus:
Walopun mulai digunakan #SedotanAlternatif bukan berarti menyelesaikan masalah "pelayan yang lupa atau belum on sehingga tetep dengan senang hati ataupun karena diatur SOP memberikan sedotan" Jadi tetapkah menjadi konsumen yang kritis yang tetap berusaha meminta layanan "tanpa sedotan"


Monday, 20 October 2014

Permen yang #ZeroWaste. Pasti BISA!

Sering makan permen? Gak cuma anak-anak dong yah yang sering makan permen. Orang dewasa pun begitu. Bahkan ada orang yang punya kebiasaan nyetok permen di dalam tasnya. Dan makan permen itu memang telah menjadi kebiasaan banyak orang.

Apakah keuntungan yang didapat dari makan permen? Enak, bikin nyaman, daripada iseng?

Oke, mari kita bedah permen dari segi kemasannya.
Yang paling saya sekarang lihat adalah permen berkemasan plastik satuan. Macem ini lah kurang lebih yang banyak di warung-warung dan dijual satuan.


Foto dari http://www.inijie.com/2008/07/21/candy-candy/

Dengan model kemasan seperti ini, bila kita memang hobi makan permen, maka bisa dipastikan sampah yang dihasilkan lumayan banyak juga! Dan setahu saya, tidak ada pemulung ataupun lapak yang mau menerima plastik pembungkus permen ini untuk didaur ulang kembali. Singkat kata, tidak bisa didaur ulang. Dan percayalah sama saya, gada juga reuse atau kerajinan ini itu yang cukup efektif (dalam arti bakal kepake lagi) pemanfaatannya. 

Jadi, gimanakah cara mengurangi sampah kemasan permen ini? 

Biasanya secara mudah orang akan bilang bahwa, lebih baik kita beli permen kemasan besar untuk mengurangi jumlah sampah. Ini salah satu contoh permen kemasan besar. 

Foto yang seketemunya. Masih banyak permen merk lain yang juga kemasanya sejenis ini
 
Jadi, tetep aja sih, sampahnya banyak juga walaupun berada di kemasan yang besar.

Pilihan yang lebih baik, biasanya ditawarkan permen yang dikemas dalam kaleng. Ini salah satu contohnya. 



Nah, udah liat kan, ternyata dalemnya plastik keneh wae walaupuuun, kalengnya sih bisa dipakai ulang atau dikasi ke mamang pemulung juga pasti diterima.

(jadi inget, jangan SD belinya permen ini dan pasti ngurek-ngurek di kelernya supaya dapet yang warna ungu | jaman dulu mah boro-boro paham isu mengurangi sampah dari awal heheh)

Dari 2 contoh di atas, terlihat bahwa kita benar-benar perlu teliti saat memilih dan membeli permen supaya akhirnya gak nyampah.

Pilihan lain yang rada mendingan adalah kemasan plastik tapi yang isinya banyak dan tanpa kemasan lagi. Contohnya seperti permen ini.



Pilihan lain yang lebih baik ada di beberapa jenis permen yang dikemas kaleng. Di dalamnya memang tidak dibungkus lagi. Inget permen cinta? Hehehe, bukan iklan, saya langsung kepikiran permen eta soalnya.



Contoh lain yang berkemasan kaleng, ada juga si pagoda permen legendaris tea.



Minimal kemasannya bisa dipakai ulang untuk wadah lainnya dan kalau sudah tidak terpakai, cukup berikan saja pada pemulung atau lapak.

Kemasan yang lain yang bisa menjadi alternatif adalah kemasan kertas.




Tapi permen yang lebih baik adalah sepertinya permen yang dibuat sendiri. Belum pernah nyoba sih, tapi bisa lah meureun bikin permen homemade-homemade-an yang tanpa kemasan.
Tadi sempat cari-cari bentar resepnya dan dapet beberapa yang lucu. Kapan-kapan dicobain ah.

Intip-intip beberapa link nya nih: permen jahe dan asem, permen coklat, permen karamel

Beginilah jadinya permen homemade!







Pilihan lain lagi adalah: gausah makan permen hehehehe. Kan itu bukan makanan utama. Masih bisa digantikan oleh makanan lain.

Selamat makan permen tapi minim sampah atau malah bisa #ZeroWaste :) 

Thursday, 2 October 2014

#ZeroWaste di #CulinaryNight ? Pasti Bisa!

Kemarin sabtu (tanggal 27 September 2014), kota Bandung di malam hari macet-suracet. Ada beberapa titik kemacetan terutama dekat area yang terkait dengan ultah Bandung. Yang saya lihat sendiri minimal ada 2 titik. Pertama di area Gasibu yang saat itu ada panggung. Ketika saya lewat jam 11 malam, jalanan langsung mampet karena banyak orang yang mulai pulang dan keluar dari segala penjuru Gasibu. Lalu juga ada kemacetan lain di area Pahlawan karena ada #CulinaryNight yang pertama kali diadakan. #CulinaryNight ada di 5 titik lainnya di Bandung. Dan juga, cenah, karena Area CFD Dago pun ditutup pada malam tersebut kemacetan jadi menyebar dan mampet kemana-mana. Edun pisan lah ultah Bandung kali ini!

Masalah lain selain macet adalah SAMPAHNYA!

Area #CulinaryNight Pahlawan yang kecil aja, pengunjungnya segitu banyak dan seperti lazimnya kumpulan orang maka menghasilkan sampah yang banyak pula dan numpuk dimana-mana. Beberapa area yang sempat terfoto.






Dan ini kekeosan sampah di area yang lebih luas yaitu di Dago. Fotonya dari om Epul.


Kesan yang biasa orang langsung tangkep dari gambar tersebut adalah: jorok, geuleuh, narumpuk banyak, gak bersih, pabalatak dan sejenisnya. Apalagi kalau lihat pemberitaan di media massa besoknya yang kemudian mendefinisikan segala tumpukan sampah dari area Dago saja mencapai angka 2.5 juta ton. HANYA DALAM SATU MALAM!

Fotonya ambil dari grup wasap yang diposting oleh teh Hani

Dan catatan tambahannya adalah: itu hanya dari area Dago saja, belum mencakup area #CulinaryNight yang tersebar di 6 titik lainnya.

HUFFF, apakah Bandung mau kita bikin jadi kota sampah lagi??

Enek lah kalo ngomongin masalah mah. Mari kita ngobrolin salah satu solusinya. Mengutip tips-tips yang dibuat oleh tim YPBB (yang salah satunya si anil heheh) dan diposting dari akun @ypbbbdg , ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh kita-kita rakyat jelata ini untuk mulai mengurangi sampah dari awal di area Culinary Night yaitu:


  • Yang paling baik adalah gak keliaran di culinary night, mending papasakan di rumah. Bisa lebih gak nyampah dan tambah apet sama keluarga --> ini tips bukan dari @ypbbbdg heheheh
  • Tips 1 #CulinaryNight :Yuk bawa tumbler u/ meminimalkan penggunaan AMDK & ketika haus bisa lgsng minum #BdgZeroWaste --> Atau bisa juga bawa beberapa tumbler kosong untuk beli minuman di area Culinary Night. Kan biasanya dikemas pakai gelas plastic. 
  • Tips 2 #CulinaryNight :Bawa bbrp kotak mkn u/ pengganti kertas nasi/styrofoam/plastik u/ membeli mknan #BdgZeroWaste
  • Tips 3 #CulinaryNight : Bawalah tumbler kosong u/ membeli jenis minuman yg biasanya diwadahi gelas plastik sekali pakai #BdgZeroWaste
  • Tips 4 #CulinaryNight :Bawalah alat mknan u/ mengganti alat mkn sekali pakai yg disediakan pedagang #BdgZeroWaste
  • Tips 5 #CulinaryNight : Yuk bawa sumpit #Reuse u/ mengganti sumpit sekali pakai #BdgZeroWaste
  • Tips 6 #CulinaryNight :Kresek?NO!Lbh baik bawa tas kain yg bs dipakai ulang. Bs buat dl dr kaos bks #BdgZeroWaste 
  • Tips 7 #CulinaryNight :Bawa sapu tangan saja yuk! u/ menggurangi penggunaan tissue   #BdgZeroWaste
  • Tips 8 #CulinaryNight: Kertas Nasi? Yuk hindari penggunaannya, knp? Simak di http://chirpstory.com/li/43051  #BdgZeroWaste
  • Tips 9 #CulinaryNight : Sesekali minum tanpa sedotan yuk! Knp? Simak di http://chirpstory.com/li/44159 #BdgZeroWaste

Begitulah! Selain perubahan di aspek peraturan dan sejenisnya, kita sebagai warga juga bisa berdaya mengurangi sampah dari awal walaupun ikutan #CulinaryNight ! 

          #ZeroWaste di #CulinaryNight ? Pasti Bisa!

Thursday, 11 September 2014

Nyambel Yuk!

Salah satu keterampilan yang perlu dikuasai (katanya) adalah bikin sambel. Selain perlu bisa masak tentunya.

Sebenernya dulu-dulu (pernah) bikin sambel. Duluuuu banget. Dan rasanya enak-enak aja karena cuma bikin buat sendiri. Cengek, gula merah, garem, tomat dan tarasi. Ditambah dengan icip-icip terasi hehehe. Enak!

Nah, masih dalam rangkaian biar rada bisa masak ini, akhirnya kemampuan bikin sambel ini diuji coba kembali. Pernah dalam 1 minggu, di kantor sampai 3 kali ngeliwet. Itu termasuk sering itunganya karena biasanya ngeliwet hanya dilakukan pas lagi mau masak berjamaah aja.

Biasanya kita udunan. Bisa udunan berupa uang, artinya ada satu sampai dua orang yang mengkoordinir proses belanja dan itang-itung. Keluar jumlah total dan kemudian udunan dibagi rata ke sejumlah orang yang makan. Cara kedua adalah dibagi berdasarkan jenis bahan makanan/masakan yang dibawa. Misalnya ada yang sumbang beras, asin, lalab sambel, jengkol (biasanya dipisah jadi 1 item tersendiri kalau harganya lagi mahal banget) dll.

Nah, di minggu tersebut, sistem yang dipakai variatif. Tapi akhirnya pas masak babarengan, si saya ambil bagian di urusan nyambel. Ini dia gaya pas lagi nyambel. Ini bukan ekting yah. Ini beneran karena ada yang iseng ambil fotonya.




Dan ini dia sambel-sambel yang diproduksi di minggu tersebut. Katanya sih enak. Hahah, minimal abis makan gak pada sakit perut lah ya. Pleus si sambel abis wae.



Yang berikut ini rada lama nguleknya. Soalnya jumlah orang yang makannya lebih banyak. Dan ya ampuuuun, di kantor teh coetnya ga enakeun pisan. Jadi tambah lama nyambelnya. Ada yang mau donasi coet dan mutu yang enakeun untuk digunakan bersama di kantor YPBB?

Ini dia penampakan sambel-yang-bikinnya-ngabisin-waktu-karena-coetnya-gaenakeun.




Demikianlah cerita tentang sambel-menyambel :)
Mari kita (terus) belajar masak. Masak adalah salah satu keterampilan hidup yang perlu dikuasai. Makan di luar sesekali tentunya tetep boleh sebagai rekreasi.


Tuesday, 26 August 2014

Tolak Ukur yang Visioner

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat diwawancara oleh sebuah radio di Bandung. Standar lah ya, pasti ditanya seputar urusan persampahan di kota Bandung. Si radio itu penasaran banget sama tanggapan saya terkait program-program baru dari pemkot Bandung, seperti tempat sampah baru yang disimpan di pinggir jalan.


Juga penasaran sama tanggapan saya tentang program GPS alias Gerakan Pungut Sampah.


Nah! Saya diminta tanggapannya tentang efektifitas dari program tersebut.
Karena saya bukan tim review-er dan atau tim monev-nya maka saya sih jawabnya pakai tolak ukur yang visioner aja. Ngawang-ngawang dan kayak ngasal, tapi ini bener-bener tolak ukur yang paling ideal.

Misalnya untuk program GPS. Program ini secara mudahnya saya kenali sebagai kegiatan rutin sepanjang tahun yang aktivitasnya adalah mengambil sampah yang ada di sekitar tempat tinggal atau tempat aktivitas.

Jadi, saya bilang ke yang pewawancara radionya: keberhasilan program GPS ini adalah kalauuuuu: pas jadwal GPS, sekelompok orang udah siap-siap bawa kantong plastik, capit sampah, sapu dkk.....ternyataaaaaaaaaa mereka tidak menemukan satu sampah pun yang bisa dipungut karena semua orang sudah membuang sampahnya di tempat yang telah disediakan secara terpisah.

Bahkan kalau kita tengok di tempat sampahnya, sampah non organis isinya sangat sedikit karena warga bandung sudah mengurangi sampahnya dari awal dan menggunakan barang-barang yang bisa dipakai ulang dalam jangka waktu panjang.

Itu tolak ukur yang tampak heureuy. Tapi ini beneran serius! Dan kita perlu yakin bahwa kita perlu ke sana pada akhirnya! Masa mau seumur-umur ngambilin sampah orang lain :)

Satu kasus lagi yang membuat saya kembali mengeluarkan tolak ukur yang nyeleneh dan aneh. Tapi percayalah, ini juga salah satu tolak ukur yang visioner.

Di grup ada yang posting gambar ini. Amati baik-baik yah, kira-kira ada berapa tutup botol plastik AMDK yang terdapat pada gambar di bawah ini.



Semakin banyak jumlah tutup botol yang ada di kerajinan ini, artinyaaaaaaaaa (tapi ini penafsiran yang gak umum) semakin banyak produk AMDK yang kita gunakan.

Jadiiiiiii, si wadah biru ini bisa berfungsi sebagai tolak ukur keberhasilan gaya hidup zero waste kita!
Dengan catatan: kita membuatnya sebagai bentuk tanggung jawab kita me-reuse sampah yang kita hasilkan. Artinya: tutup botolnya yang ada di wadah biru ini murni dari tutup botol AMDK yang sempat kita hasilkan.

Tolak ukurnya: makin lama kita menyelesaikan pembuatan wadah biru ini artinya kita telah berhasil mengurangi sampah botol AMDK dari awal. Karena susah cari bahan baku. Kan biasa pakai tumbler dan kawan-kawannya.

Kalo si anil yang bikin wadah biru ini, lama pisan jadinya. Soalnya udah lama gak beli AMDK.

Berpikir beda sama orang lain, kalau kita yakin, itu seru bangetttt!
Tolak ukur yang visioner: SERU!

Saturday, 16 August 2014

Reuse Makanan: Lumpia Goreng!

Banyak ide yang berkeliaran di otak. Tapi perlu diolah lebih lanjut. Sekarang kita cerita-cerita yang ringan aja dulu yah.

Kalau diem di rumah, kadang kita menemui sisa-sisa makanan. Kalau di rumah, dari jaman dulu pisan, emang udah kebiasaan rada buruk saat manage jumlah makanan yang dimasak. Penyebabnya  bisa macem-macem, tapi bukan itu tema yang mau diceritain sekarang.

Yang mau dibahas adalah: gimana cara menyelamatkan makanan sisa tersebut? Atau gimana cara me-reuse makanan tersebut? Supaya gak langsung saja terbuang? 

Beberapa hari yang lalu ada sisa tumis buncis semangkok. Maka langsung lah kita berdua (saya dan adik) mikir cara manfaatinnya. Setelah ngobrol-ngobrol, belanjalah saya ke warung. Beli kulit lumpia, bawang daun, bawang bombay.

Mari kita membuat lumpia goreng!
1)      Awalnya potong-potong dulu bawang daun dan bawang bombay



2)      Campurkan potongan bawang daun dan bombay ke dalam sisa makanan (dalam hal ini tumis buncis)
3)      Kulit lumpia yang biasanya nempel-nempel dipisahkan satu-satu
4)      Gelar kulit lumpia di atas talenan atau bidang datar lainnya
5)      Masukkan sekitar 1 sendok makan campuran tumis ke atas kulit lumpia
6)      Lipat secara dan sehingga terbentuk seperti lumpia
7)      Pakai tepung cair (dibikin dari tepung yang diberi air) sebagai lem pada lipatan terakhir lumpia


8)      Goreng dalam api sedang
9)      Tiriskan minyaknya
10)   Hasil reuse makanan berupa lumpia siap dimakan! Bisa dicocol dengan sambal botol atau jenis sambal lainnya. Dijamin lumpia ini lebih laku dibanding tumis sisa kemarin.

Manfaat dari bikin lumpia goreng dengan isi sisa makanan ini pastinya bisa memanfaatkan bahan yang ada (daripada langsung dibuang karena gada yang mau makan karena udah gak habis) dan kalau masaknya bareng-bareng, bisa tambah akrab karena sambil ngerumpi heheh.
Slamat makaaaaaan J


Saturday, 9 August 2014

Kalau Rapuh & Mudah Retak, Gimana Mau Di-REUSE?!?

Beberapa waktu belakangan ini, dalam kurun waktu tak lebih dari 2 minggu, saya menemukan beberapa fakta yang pikasebeleun yang mungkin juga jadi penghambat aktivitas reuse (pakai ulang) bagi sebagian orang yang sudah niat.  

SATU. Rapuhnya kresek yang dipakai untuk bungkus loyang kue. Padahal tujuan dari pemakaian kresek ini, supaya pas loyang disimpan gak kena debu (karena tempat penyimpanannya terbuka). Begitu diangkat: weeeeek weh soek. Rapuh pisan kaya hati. Gimana mau direuse?



Kayanya kresek ini termasuk kresek yang katanya "ramah lingkungan" (padahal enggak). Jelasnya tentang jenis kresek oxium (yang diduga sebagai bahan kresek yang soek tersebut) sebagai inovasi yang absurd karena justru memperkecil untuk pemakaian ulang, intip di postingan Rima.

DUA. Ketika acara buka puasa bersama temen-teman kuliah ada yang meninggalkan beberapa biji korma dan keler plastic sebagai wadahnya. Karena si anil jadi panitia maka kebagian untuk ngampihan. Gatau juga punya siapa. Begitu dibawa ke rumah, kormanya dipindah dan tiba-tiba: kraaaakk weh retak. Yaelah, kirain kelernya masih bisa lah dipake ulang buat wawadahan. Kalo gampang retak kaya gitu, gimana mau direuse?



TIGA. Yang terakhir yang kacau mah. Selain kesel sama kualitas plastic yang butut, kesel juga sama desain tutup keler yang gampang ngebuka sendiri. Singkat cerita, waktu itu bawa kue buat icip-icip dan gak abis. Sisa beberapa buah. Awalnya ketika pergi dan masih penuh diberi isolasi. Aman. Pas pulang gak persiapan bawa isolasi. Dan terjadilah kue + bubuknya bertebaran di tas. 

Si keler plastic yang berbentuk apel ini juga (yang dulunya bekas beli coklat caca) retak. Mungkin karena ke-teken saat perjalanan. Kalo serapuh itu + desain tutupnya gak stabil (gampang buka), gimana mau direuse?



Oke, mungkin temen-teman ada yang bilang: ketiga barang tersebut bisa didaur ulang ko.
Eits, jangan dulu bahagia! Proses mendaur ulang tuh gak segitunya aman bagi kesehatan dan lingkungan. Intip di film yang ini deh.




Jadi pilihan yang agak mending adalah me-reuse si bahan plastic itu sebelum didaurulang atau akhirnya dibuang (plastic bukan bahan yang bisa terus-terusan didaur ulang)

Tapi kalo plastiknya yang terlanjur ada malahan rapuh dan gampang retak begini, kumaha ieuuuuu?

Kesimpulan yang didapet dari 3 fenomena ini adalah: sebisa mungkin tong kabita sama wadah-wadah yang kayanya bisa dipake ulang. Produsen sekarang banyak mengiming-imingi pembeli dengan bonus dan wadah-wadah plastik sebagai salah satu bonusnya). Teliti sebelum membeli. Bonus memang gratisan. Tapi kalau kualitasnya buruk dan akhirnya berpotensi cepet nyampah lagi, janganlah tergoda wahai kawan dengan bonus-bonus.

Ketika membeli wadah plastic yang diniatkan untuk dipakai ulang (di-reuse) pilih yang kualitasnya lebih baik sehingga beneran bisa dipakai selama mungkin. Gak selamanya yang kualitas bagus itu harus mahal. Misting saya ada yang merk standar, harganya relatif murah, gak bocor dan masih dipakai sampai sekarang.

Yuk, tetap memakai ulang segala benda selama mungkin sebelum mereka didaur ulang ataupun dibuang.  

Saturday, 2 August 2014

Semua Tumbuh dan Berkembang

Tempo hari kita rame-rame pergi main. Kita tuh maksudnya barengan sama sepupu. Berhubung si sayah lahir paling duluan, baru kemudian pada ngaburudul cucu lainnya 8 tahun kemudian, maka jadilah paling kolot sorangan.

Nih dia foto terbaru! Pasca lebaran tahun ini (Juli 2014).




Sekarang, si sepupu-sepupu udah tinggi-tinggi. Beberapa sudah kuliah. Bahkan ada yang sudah beres sidang. Dari yang asalnya putih banget pas kecil, tiba-tiba ngahideungan. Dari yang botak, sekarang rambutnya gondrong. Dari yang asalnya rewelan banget dan tukang mewek, sekarang makin jagoan ngeles. Beberapa juga sempat keasuh. Banyak kisah-kisah ke-ciblo-an dan ke-oon-an yang ditebar dan diungkap selama kumpul lebaran kemarin. Ditambah lagi ada acara bongkar foto di masa kecil. SERU! Dan sebagai paling gede makaaaaa semua rahasia dan kecibloan si mereka-mereka ada di tangan (hahaha, ketawa ala setan).

Dulu suka ngumpul juga pas liburan sekolah. Masing-masing punya keunikan. Dan seiring dengan berjalannya waktu semua tumbuh dan berkembang. Ini foto jaman masih pada kecil. Lagi partai catur ceritanya mah.



Dan ini pas rada mulai membesar. Foto bareng embah-embah. Kenangan pas mereka ulang tahun pernikahan yang ke 50. Dan sekarang embah utinya sudah gak bisa lihat lagi secara langsung proses tumbuh dan berkembangnya kita.




Monday, 21 July 2014

Baju dari Ganja, Microbeads, Toiletries Home Made!

Di minggu-minggu kemarin si YPBB lagi kampanye #kurangiPlastik. Kegiatan yang dilakukan mulai dari ganti logo babarengan. Nuhun cicijes atas logonya yang "imut"


Ada variasi tema yang dilempar tiap harinya. Idenya diambil dari mindmap keren ini! 


Lalu dipililah beberapa tema seperti: AMDK, sedotan, kemasan aseptik (tetrapak dkk), budaya buat snack dan masakan sendiri, budaya bekal, budaya kemasan dalam berbelanja (termasuk isu hits kantong kresek), kebiasan membawa #zeroWaste kit saat bepergian, membuat toiletries dan pembersih sendiri, tempat jualan yang zero waste, budaya menanam tanaman pangan, tajil #zeroWaste dan baju dari bahan alami.

Tema tersebut dikemas dalam beberapa bentuk seperti: kultwit, wawancara, kegiatan langsung (praktek membawa tajil #zeroWaste dan postingan poster/gambar/artikel harian di Facebook atau Twitter. 

Banyak pengalaman seru pas ngurusin kampanye ini. Yang pastinya saya bisa dapet fasilitas aprak-aprakan saat cari bahan untuk kampanye ini. Mengingat spektrum dari kampanye ini luas, jadi ada beberapa lintasan pikiran dan sedikit refleksinya.  Saya di-ngeuh-kan kembali pada relasi kebiasaan masak dengan mengurangi plastik (ehm!) dan juga menanam. Masih PR banget deh 2 kebiasaan ini. 

Terus juga emang miris sih terkait penggunaan toiletries yang kemasannya jarang yang pake kaca atawa logam-logaman yang minimal bisa didaur ulang dengan cukup efisien. Yang ada plastik-tik-tik. 

Lihat nih ya, saya bukan cewe centil yang banyak pake ini itu, tapi tetep aja kalo masih pakai produk mainstream (walaupun udah beli dalam kemasan besar), jadinya sekali setor ke pemulung teh tetep segunung begini. 


Dari awal dibikinnya, udah bikin masalah si plastik ini teh, pas didaur ulang oge tetep bikin masalah. 

Sempat ada obrolan seru tentang microbeads alias plastik-plastik yang ada di dalam (dalam loh ya, bukan di kemasannya) scub aneka toiletries. Eta kebayang kararecil pisan berarti plastiknya. Masuk ke perairan dan mencemari pleus kemungkinan besar ketelen sana sini dan ujungnya bisa balik lagi dampaknya buat manusia. PR deui wae untuk mulai belajar bikin toiletries sendiri.  




Sama satu lagi yang menarik! Ada baju dari GANJA!Mari nanem ganja di Soreanggggg :) 
Kela, jangan salah paham dulu yah. 

Jadinya si pakaian teh kan sekarang banyaknya polyester atawa minimal katun bercampur poliester. 
Sok cek geura baju masing-masing. Lihat di labelnya, berapa persen cotton nya dan berapa persen polyesternya. 

Jadi yang lebih mending: balik lagi ke bahan yang 100% katun. Balik lagi ke bahan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. 


Yang ideal pasti nanem pohon kapas sendiri tanpa pestisida dan bikin baju sendiri. Karena menurut hasil babacaan ternyata: "hanya 2,5% lahan pertanian di dunia yang membudidayakan tanaman ini namun kebutuhan insektisida untuk tanaman ini mencapai 16% dari seluruh kebutuhan insektisida dunia. Nah, gelo pan! 

Terus dari yang pernah didenger, katanya si tumbuhan kapas ini banyak menghabiskan air pula. Jadi, pakai katun 100% OK, tapi apalagikah yang lebih mending? 

Serat-serat lain bisa dijadikan alternatif. Dari mulai wool. Wool yang dari domba tentunya, bukan yang sintetik yang (lagi-lagi bahannya) plastik. Kesian oge sih dombanya, tapi masih mending daripada pakai plastik. Kabayang nya dari yang ararimut ini. 


Dan bisa juga dari tumbuhan yang lebih hemat air dan cepat tumbuh sepertiiiii bambu


Cowo ini pakai baju yang berbahan 70% bambu dan 30% katun. 

Baju bisa dibuat dari tumbuhan ini. 



Yes, ini adalah hemp alias Ganja. Dulu sempat coba megang-megang bajunya David yang terbuat dari hemp. Ya kaya baju biasa aja sih. Nanti mau nanya ah, apakah baju tersebut masih disimpan atau udah pindah derajat jadi lap bersih-bersih. 

Bentuk kain dari hemp, yang seperti kain pada umumnya aja. Hasil googling didapet ini salah satunya. 



Tapi yang paling penting mah, bahannya dari lingkungan terdekat. Percuma oge dari hemp tapi didapetnya dari luar negeri yang perlu banyak emisi karbon untuk ngangkut ke Indonesianya. Akhirnya kita perlu balik lagi hitung jejak ekologis total dari suatu benda. 

Begitulah sebagian lintasan pikirin yang mondar-mandir di kepala 2 minggu kemarin. Masih ada kesan-kesan seru pleus berfungsi sebagai pereminder juga. Nanti kapan-kapan dilanjut lagi ceritanya. 

Jadi, mari kita #kurangiPlastik dari segala macam penjuru dan atau istilah yang lebih pas nya lagi mah mari kita #detoxPlastik ! Udah terlalu berat beban bumi ini dalam menanggung segala jenis dampak negatif dari plastik.