Saturday, 24 January 2015

Maju Mundurnya #ZeroWaste #homemadenugget

Di tahun 2014, saya lagi hobi pisan nyobain aneka resep. Hobi ini sebagai bentuk perwujudan euforia karena baru ngerasain masa bebas-masuk-dapur. Kenapa euforia? Karena bertahun-tahun sebelumnya ada rezim yang menguasainya dan mengakibatkan dampak yang ekstrim seperti gejala teu-bisa-numis-numis-acan. Dan tentuuu karena ditambah segudang motivasi dari yang punya pesan sponsor: "harus bisa masak dan nyambel ya"

Singkat kata singkat cerita, salah satu resep yang diujicoba di akhir tahun adalah nugget ayam sayur. Kebayangnya asa enak weh. Pas nuggetnya jadi datanglah saatnya mentester. Kalem heula, saya bukan pentester yang jagoan. Menurut saya, makanan di dunia ini cuma ada 2: enak atau enak banget. Kalau saya sampai bilang ada makanan yang gak enak, itu artinya makanan tersebut emang kebangetan gak enaknya. 

Dicicip dan hmm rasanya relatif aman, lalu cepet-cepet pamer ke grup wasap horehore. Dan kemudian kepikir buat bawain lagi si nugget buat icip-icip saat ada acara ke luar bareng temen-temen.   

Komentar dari temen-temen: oke cenah. Dan kemudian ada teh Tiwi yang jadi pemesan perdana. Iya PESEN! Pesen yang berarti BELI. Jeng jrengggg...langsung bingung pas ditanya harga karena pas bikin juga beli-beli weh. Gatau sabarahaeun. 

Dari situ, akhirnya nyoba bikin itungan harga-harga bahan pleus tenaga kerjanya. Sampai dicatat daftar barangnya dan kemudian wawancara ibu warung. Saat bikin perdana, sebagian bahan dibeli di supermarket (kaya ayam fillet dan tepung roti), nah karena mau mulai dadagangan, saya sambil nyobain beli unak anik bahannya di pasar. Dan ternyata selisih harganya lumayan lah. 

Itang-itung sana-sini, akhirnya saya dapet itungan harga jual (dengan itungan yang entah-bener-untung-atau-enggak). Pede weh langsung jeger kasi harga dan nawarin nugget ke beberapa orang temen. 

La la la ~ 
Rame juga dadagangan teh. Cukup meledak sebagai pemula. Saya dipesenin 300 buah nugget dalam waktu 2 minggu!

Jadi inget, jaman dulu saya dagang juga. Jaman kuliah. Dagang roti homemade, Ngadonan dan nyetak malem-malem kana loyang. Bangun sebelum subuh untuk manggang. Lalu semangat berangkat ke kampus sehingga bisa jadi provider sarapan temen-temen. Sayang gada potona eta jaman kejayaan sebagai tukang roti. 

Selain itu, sempet juga jadi tukang dagang macem-macem. Mulai ti tupperware, bisnis motokopiin diktat kuliah dan yang paling gampang adalah dagang yang ambil dari orang lain: bacang, gorengan, makanan yang dibungkus-bungkus sejenis makroni dan kawan-kawannya (jaman dulu belum kenal isu zero waste bo). Selain dagang, pernah juga beberapa saat jadi tukang jus dadakan pas jam makan siang di kantin kampus. Kerja sekitar sejamduajam (lupa tepatnya) lalu dibayar voucher makan siang. Hayaaah, jaman dulu skale itu ya. 

Okeh mari balik lagi ke cerita nugget. Saya kemudian mulai berani promo di facebook. Langsung semarak tanggapan para pemirsa. Banyak yang ngomen tanya-tanya dan nge-like. Nilai plus yang saya jual untuk si nugget ini adalah nugget yang tanpa pengawet, tanpa perasa buatan (ga pake pecin-pecinan sama sekali) dan pastilah pengemasannya Zero Waste (bisa bawa misting sendiri sehingga tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai).

  
Proses pesan-memesan nugget ayam sayur ini ini berjalan sekitar sebulan dengan segala perbaikan rasa dan cara kerja. 

Sebulan kemudian, muncullah varian baru. Mencoba menggunakan jamur tapi masih pakai udang sebagai penyedap. Pengennya sih pure jamur, tapi masih ragu ngelepasnya. 



Begitulah, kemudian dur der aja tiap ada pesenan. Baru kemudian mulai rada sepi karena tara ngageder promo deui. Semoga dengan nulis tentang nugget ini, semangat untuk dadagangan nugget tumbuh kembali. 

Coming soon nugget ikan!





Sunday, 18 January 2015

Serunya Jadi Relawan Host: Do the Math 350.org

Cerita pengalaman pas jadi relawan host pemutaran film Do the Math 350.org ah.
Ini cerita rada jadul, tapi rasanya masih seru untuk diangkat. Serunya sebelah mana? Mari disimak :)

Pada bulan Juni 2012, saya gabung jadi #EndFossilFuelSubsidies social media team.. Judulnya pakai bahasa Ingris karena memang sebuah gerakan internasional yang dimotori oleh 350.org.



Seluruh pola komunikasi dengan 350.org dilakukan menggunakan bahasa Inggris. Pertanyaan pentingnya: "emang ngerti bahasa Inggris, Nil?" Hehehhe, gak ngerti-ngerti banget. tapi ya dikira-kira aja.

Singkat kata singkat cerita, seluruh alumni kegiatan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam milis dan dikirimi email rutin yang biasanya berisi info terkini dari 350.org (kegiatan, wawasan, ajakan petisi dll). Lagi-lagi karena hambatan bahasa dan malas menelaah, banyak email yang akhirnya hanya skip-skip. Sampai sekitar setahun kemudian (awal Mei 2013) datang email ajakan untuk menjadi host pemutaran film Do the Math. Mata langsung berbinar lope-lope ala wasap. Namun karena ini itu, email tersebut terabaikan dan baru ditindaklanjuti lagi sekitar seminggu setelahnya.

Ajakan jadi relawan hostnya cukup menarik dan filmnya juga tampak keren.



Yang paling bikin seneng adalah karena mekanisme kerja mereka rapi dan terorganisir dengan baik. Platform yang disediakan memungkinkan film ini diputar 500+ kali | di 80 negara | dalam 1 hari | secara serentak!

Seperti apakah platform yang disediakan?

Untuk di Indonesia, ada 2 local volunteer host. Satu di jakarta (kalau gak salah green radio) dan satu lagi di Bandung. Untuk kegiatan di Bandung, saya duet bersama Jessis. Pembagian perannya alamiah saja. Sesuai kesukaan dan keahlian. Saya lebih banyak di publikasi dan reramean bla bla pas acara, Jessis lebih di belakang layar untuk teman diskusi dan terutama di penterjemahan subtitle film.

Jessis di sebelah kanan
*baru nyadar: si anil mei 2013 masih rada kurus hahahha

Untuk bisa menjadi local host volunteer, kita cukup mengisi form online mencakup nama kegiatan, waktu detil, perkiraan jumlah peserta, deskripsi kegiatan, lokasi kegiatan detil dan data CP. Data ini nantinya menjadi 1 titik kecil di tengah titik-titik lainnya pada peta yang ada di web 350.org. Sayangnya, titik-titik di peta tersebut saat ini sudah tidak ada. Mungkin karena kegiatannya telah berlalu. Menjelang 16 Mei 2013, peta besar itu dapat menjadi media promosi bersama dan visualisasi bahwa film ini diputar di banyak tempat.

Setelah melalui proses konfirmasi, acara yang kita buat, akan muncul di peta dan muncul deskripsinya.




Aturan main yang dikeluarkan oleh 350.org cukup sederhana. Hanya 2 hal. Selebihnya diserahkan ke para local host volunteer.



350.org menyediakan film dan subtitle yang dapat didownload oleh para local host volunteer. Subtitle disediakan dalam beberapa bahasa untuk memudahkan: Spanyol, Portugis, Jerman, Prancis dan Inggris. Bahasa Indonesia belum ada saat awal, apalagi Sunda hehehe.

Di info kegiatan kami tidak menjanjikan adanya subtitle Indonesia walaupun ada upaya ngageder (aslina eta jasa Jessis seorang diri) untuk menterjemahkannya menggunakan media amara. Ketika hari H, ternyata penterjemahan selesai! Terimakasih Jessis. Ini sumbangsih nyata dari Indonesia untuk mendukung gerakan 350.org dan gerakan lingkungan secara umum :)

Dan akhirnya total ada 8 alih bahasa untuk subtitle film Do the Math! Yeayy



Ah senangnya bekerja satu tim dengan Jessis, 1 tim besar dengan 500an local host volunteer dalam koordinasi 350.org.

Kesenangan selanjutnya adalah ketika hari pemutaran film. Peserta yang datang tidak terlalu banyak karena memang waktu dan tenaga untuk mempublikasikannya yang mepet. Datang beberapa teman dan juga perwakilan 350.org Indonesia. Tapi seneng bisa terbakar semangat bersama setelah nonton dan mendiskusikan isi film tersebut.




Filmnya sendiri? Saya lupa cerita tepatnya. Terakhir kali nonton, ya tahun 2013 itu. Eduuuuunn, itu perjuangan Bill McKibben! Serius pisan, terorganisir. Pokonya saat itu sampai merinding. Saat ada demo, yang demo banyaaaakkkk. Film ini, cocoknya untuk yang sudah pernah beberapa kali berkegiatan lingkungan. Kalau yang baru-baru bisi stres hehehe. Tapi kalau masih baru dan mau nonton, boleh juga dicoba.

Nonton ulang deui ah untuk membakar semangat. Mari nonton!


Friday, 9 January 2015

Sayur Organis: Panen Agrapana!

Kemarin (stelah diinfo di grup wasap staf), saya ngambil tunjangan sayur dari YPBB.

Apakah tunjangan sayur itu? 
Sejumlah sayur yang diberikan bagi staf part-time dan full-time YPBB. Apa keistimewaannya? Sayur tersebut diyakini tanpa diberi pupuk kimia buatan yang aneh-aneh. Kalo bahasa gaya-nya mah: sayur organic. Dan sayuran tersebut ditanam di sebidang tanah di Soreang (Cipatra - Ciseupan - Desa Bandarasari) site YPBB yang sejauh ini kita juduli dengan nama AGRAPANA. 

Sistem relasi yang dibangun antara petani (produsen) dan kita (konsumen) dicoba lebih adil. Misalnya kalau gagal panen, maka tetep akan ada sejumlah uang standar yang mengalir ke petani. Dan juga kita terima tanaman macem-macem berdasarkan tanaman yang sedang panen saat itu. 

*ini deskripsi ngarang aja sih, tim PSDM pasti punya deskripsi yang lebih baik dan benar

Jadi ceritanya adalah: staf yang mengelola site Agrapana bertugas mengirim sayur ke urban centre YPBB (dalam hal gundala dan sekalian ke kota), laluuu para staf ambil jatah sayurnya masing-masing. 

Sejauh ini sih masih dititip di kulkasnya gundala. Kedepan katanya bakal beli kulkas khusus untuk penyimpanan sayur. 


Sayur yang padedet karena belum diambil para pemiliknya

Karena baru awal-awal, maka sekarang dalam masa melihat dulu pola produksinya. Ke depan harapannya, selain untuk mencukupi tunjangan sayur staf, sisanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Dari obrolan-obrolan selintas, kelebihan sayur itu bisa dibarter dengan kertas. Mengapa kertas? Karena kertas diperlukan sebagai pembungkus sayuran-sayuran. Bisa pula dilakukan pengawetan pada beberapa jenis sayur tertentu. Begitulah ide-ide yang sempat dibicarakan. 

Sosin dan bayam (hijau dan merah) adalah sayur yang kemarin dibawa dari Agrapana. Kemarin saya ngambilnya 3 ikat sosin dan 3 ikat bayam (2 merah dan 1 hijau). Langsung diolah karena penasaran!


Jus sosin! *abaikan tulisan orange juice
Asalnya mau sok jagoan gamau pakai gula. Tapi pahang ternyata. Jadi ini masih mix gula. Nanti-nanti mungkin bisa dikombinasikan sama buah lainnya yang punya rasa manis. Enak dan rada wareg karena 1 gelas jus ini berasal dari satu ikat sosin. 

Yang kedua, kemudian cepet-cepet dimasak sayur. Sayur bayem merah! Langsung jadi bekal makan siang untuk aktivitas hari ini. 



Alhamdulillah! Mari mulai belajar hidup sehat dengan makanan yang minim pupuk kimia buatan dan juga relasi yang erat dengan petani sebagai produsen makanan kita. 

PR selanjutnya (selain tetep menerima pasokan dari Agrapana) adalah mencoba menanam sendiri di rumah PR banget. Dan rasanya masih berat di horeamna heheheh. Mungkin nanti di rumah sendiri (#alesan dan #ngeles)

-----

Tentang #1minggu1cerita : 
Proyek menulis di blog yang bertujuan untuk membuat blogger rajin nulis dan berbagi mengenai berbagai macam informasi. Tulisan di-posting maksimal hari Jum'at tiap minggunya dan dibagikan lewat grup WhatsApp anggota serta media sosial masing-masing anggota dengan menyebut akun para anggota supaya lebih mudah untuk dibagikan ulang. Tertarik bergabung? Silahkan mendaftar disini

Friday, 19 December 2014

#refil Ini Itu!

Beberapa minggu lalu, saya melihat ada pusat refilan pas mau berangkat ke kantor. Kemudian akhirnya saya baru beberapa hari lalu menyempatkan diri mampir ke Motto yang berada tepat depan Pasar Suci.

Motto itu apa? Bisa baca lengkap di sini. Pada intinya adalah, mereka menjual produk-produk pembersih curah dan mereka meng-claim produknya sebagai: Kualitas Tinggi - Harga Murah - Ramah Lingkungan . Apakah benar begitu? Pada tulisan ini, saya bahas aspek ramah lingkungannya.

Oiya, saya dulu pernah nemu juga cabang sejenis di deket rel kereta jalan Sunda.

Ini penampakan yang di sebrang pasar Suci. Agen Suci ini, sekalian juga jadi penjual gas 3 kg-an.



Dan kemudian, saya tatanya ke penjualnya. Sebutan di webnya sih, namanya agen/dealer.

Yang awal kepikir adalah pembeli pada bawa wadah sendiri dan kemudian pedagang punya literan, sehingga bisa beli pakai wadah macam apapun. Dengan cara yang saya pikirkan di awal tersebut, tentunya kita bisa menggunakan wadah-wadah yang sudah tersedia di rumah (wadah-wadah sabun atau apapun) untuk membeli produk dan akhirnya proses refill beneran terjadi.

Dan kejadiannya adalaaaaaaah: takeran literan tidak tersedia! Padahal setiap paket agen sudah mencakup beberapa gelas ukur (barusan baru ngintip di ketentuan agen). Katakanlah gelas ukurnya hilang heheh.

Pertanyaannya sekarang: bagaimana cara si agen suci ini mengemas?

Si agen mengisi banyak botol AMDK dengan aneka cairan pembersih sehingga para pembeli tinggal ambil sesuai kebutuhan. Entah apa yang melatarbelakangi pemilihan cara tersebut. Tapi yang pasti, si agen gak pernah mendapati pembeli yang inisiatif untuk membawa wadah sendiri.

Si botol-botol yang sudah siap bawa tersebut (ada yang ukuran 600 ml dan 1.5 L) , dijajarkan di rak dan masing-masing sudah dilabeli harga.





Botol-botol tersebut, sebagian didapatkan dari orang-orang yang menyetorkan botol AMDK-nya. Botol tersebut diterima oleh agen dengan harga Rp.100,00. Tapi ada juga sebagian orang yang menukarkan botol yang telah kosong bekas beli cairan pembersih pada kesempatan sebelumnya.

Yeay, reuse terjadi juga berarti! Walaupun para pembeli gak langsung bawa wadah sendiri.




Buat oleh-oleh dan juga untuk lihat kualitas produk, kemarin saya sekalian nyoba beli sabun buat ngepel, Udah disimpen di rumah. Kita tunggu reaksi dari si teteh yang babantu di rumah: apakah sabun pel itu cukup enakeun?




Kalau cocok, bisa ngelanggan lah. Semangatnya sih, di semangat mencegah kemasan dari awal, karena di rumah juga udah numpuk-numpuk sagala rupa kemasan plastik bekas cairan pembersih.

Kalau untuk sabun mandi cair dan sampo rambut, dulu pernah coba pada merk yang sama dan saya sih kurang cocok. Jadi sekarang coba-cobanya di pembersih yang tak ada hubungan langsung dengan badan.

Oiya, selain yang cairan, ada juga deterjen cuci. Nanti mau coba ah, kebetulan stok di rumah tinggal 1 bungkus lagi. Dengan membeli produk ini, minimal kemasan yang tersisa tinggal plastik bening. Plastik bening sih masih bisa didaur ulang (ditandai dengan diterimanya sidia di tukang pulung). Plastik kemasan deterjen warna-warni yang biasa dijumpai, ya boro-boro bisa didaur ulang, semua pemulung dan lapak tak ada yang mau terima.




Semoga produknya pada cocok, sehingga misi pengurangan kemasan dari awal bisa mulai dilakukan!

catatan: ini bukan tulisan ngiklan, tapi ditulis berdasarkan pengalaman dan dalam semangat berbagi untuk mulai sama-sama melakukan aksi nyata pencegahan sampah kemasan dari awal. Saya sempat dengar dari Melly bahwa di Lotte Mart Sukarno Hatta, ada juga yang jual produk-produk pembersih dalam kemasan besar. Kapan-kapan bisa kita tengok juga (biar ada alesan jalan-jalan ke mall heheh)



Friday, 12 December 2014

Di Acara Bibioporian!

Cung, siapa yang waktu kecilnya suka main di Taman Lalu Lintasssss?
Tapi kenapah, lalu lintas di Bandung begitu semrawut?




Udah, tong serius teuing bahas kesemrawutan lalu lintas kota ini. Sambil mengenang masa kecil, mending sambil saya ceritain sedikit tentang kegiatan seru yang diadakan di area tersebut.

Lengkapi Sejuta Biopori (Lestari) merupakan kegiatan pembuatan biopori secara masal di area Taman Lalu Lintas Bandung yang diselenggarakan oleh Astra First. Tim YPBB (Entis dan saya) hadir untuk memberikan materi pengantar dalam kegiatan yang telah diselenggarakan pada tanggal 29 November 2014 tersebut.

Foto saya gada euy zzzzz
Nanti minta sama panicia ah #narsis

TNI, warga dan mahasiswa bersama-sama membuat LBR (lubang resapan biopori) di area Taman Lalu Lintas. Bapak tentara mah jagoan euy, kerja cepat. Maklumlah udah terbiasa beraktifitas di lapangan.




Setelah dibuat, harusnya tentunya akan diisi rutin sehingga bisa membentuk biopori yang akan menjadi lubang-lubang kecil cadangan air dan tentunya bisa mengkompos sampah organis.

Moga pengomposan di area ini bisa berjalan konsisten dengan metode Biopori. Udah wanti-wanti bawel sih, supaya mahasiswa panicia segera berkoordinasi dengan pihak Taman Lalu Lintas untuk membicarakan rencana tindak lanjut dari aktivitas pembuatan LBR ini. Kalau pinjem bahasanya teh Hani mah, perlu ada aktivitas #marabanBiopori cenah.

Selayaknya acara pada umumnya, ada sambutan dari berbagai pihak sebelum acara dimulai. Sejembreng! Mulai dari ketua panitia, camat, pihak Unpar, pihak Astra dan pihak Taman Lalu Lintas. Semoga ini menjadi penanda kolaborasi yang erat di kemudian hari.

Setelah kerja bakti membuat LBR (lubang resapan biopori), seluruh peserta disuguhi makan siang yang #ZeroWaste ! Prasmanan menggunakan gelas dan piring kaca. Sisa daun pisang dan makanan lainnya, bisa langsung masuk biopori. Asik!




Moga pengomposan di Taman Lalu Lintas bisa berjalan konsisten dengan metode Biopori.

Acara berjalan lancar dan tanpa hujan. Alhamdulillah. Begitu beres makan dan pamitan-pamitan, eta hujan meni ngagebret.

Demikianlah cerita singkat dari aktivitas di Taman Lalu Lintas beberapa hari yang lalu.


PS: Sudahkan bioporimu diparaban?
(PS = pesan sponsor heheheh)

Tuesday, 25 November 2014

#SedotanAlternatif

Dulu-dulu sempat dibikinken tulisan sama Samsul tentang sedotan. Bahkan sampai dia dapet hadiah dari kumkum (lomba blogger). Dan juga ada Agung yang sempat nulis cerita tentang sedotan ini.

Sampai kemudian tulisan tersebut ditulis, sikap yang diambil adalah: kalau beli minuman selalu wanti-wanti supaya gak dikasi sedotan. Altenatifnya biasanya minta digenti sama sendok. Tapi ya gitulah deh, masalah yang biasanya timbul adalah pelayannya udah otomatis karena "SOP" nya kudu kasi sedotan. udah dibilangin, angger weeeeeeeeeeh dikasi sedotan. Jadi, kita bisa tanpa sedotan  kalo rajin ngomong ke pelayannya dan atau karena udah langganan.

Bila "bencana" terjadi, dalam arti akhirnya dikasi sedotan, maka yang dilakukan adalah yaudah, nikmati aja si sedotan tersebut. Minum jus pake sedotan teh emang enak euy. Gak munafik ini sih.

Itu satu fenomena yah.

Fenomena lainnya adalah ternyata sekarang lagi trend banget (gak banget juga ketang). Banyak toko atau ini itu yang online kemudian menjual #SedotanAlternatif. Hal tersebut bikin kabita oge akhirnya. Ngurangin plastik sih OK, tapi kalau ada alternatif bahan lain yang bisa tetap direuse (dipakai ulang), mengapa tidak?

-----

Jadi marilah kita ngobrol soal #SedotanAlternatif !

Awalnya ada Iwut yang pamer-pamer info tentang adanya sedotan stainles. Mulai kepengen beli tuh ya, bahkan yang pengen belinya banyakan. Tapi kemudian isunya tergilas aneka kesibukan orang-orang sehingga batallah rencana itu.

Isu #SedotanAlternatif mulai mengemuka kembali setelah Jessis bawain beberapa sedotan bambu dari Bali. Singkat kata, singkat cerita, akhirnya beberapa hari kemudian saya memiliki sedotan tersebut.



Sedotannya belum terpakai. Katanya sih, sedotan tersebut perlu direbus dulu di awal pemakaian dan kemudian seminggu sekali perlu direbus dengan sangat sedikit air cuka. Dan tentunya setelah habis pakai dicuci secara rutin (dan sekarang saya belum beli sikat pembersihnya).

Hasil oprak-oprek di instagram, ternyata emang mulai rame yang jualan #SedotanAlternatif tersebut.

Bahan yang ditawarkan biasanya berupa kaca. Ukurannya macem-macem nih.



Pilihan warna juga macem-macem



Dan ada variasi pake hiasan-hiasan juga. cocok lah buat yang pengen centil dan gaya hehehe



Dan ada bahan lainnya juga seperti stainless



Biasanya mereka juga nawarin sikatnya (yakalo ga disikat, nanti dalemnya bisa kotor dan gak sehat ateuh)

Yang rada heran adalah ada juga yang nawarin sedotan dari kertas. Tah, apakah itu dipakai sekali saja? Atau bisa dipakai ulang? Ataukah kalopun hanya sekali dipakai, minimal dia bisa dikompos. Belum sempat riset euy tentang itu.



Dan centilnya juga ada yang jualan tutupnya pula dengan macem-macem variasi. Ihiy, bisa tetep gaya lah pokonya.




Yeah, banyak jalan menuju #zeroWaste. Pilihannya ada di tangan kita, apakah: 
1) Mau tetap menganggap remeh sampah sedotan sekali pakai dari plastik?  
2) Atau memilih untuk tidak menggunakan sedotan dalam bentuk apapun (gak pake sedotan juga, idup gak susah-usah amat sih sepengalaman selama ini)
3) Atau mulai mencoba dan mencari substitusinya berupa  #SedotanAlternatif  #reuse yang dibuat dari bahan yang bisa dipakai ulang?

Mari sama-sama mencoba menggunakan #SedotanAlternatif #Reuse

Catatan khusus:
Walopun mulai digunakan #SedotanAlternatif bukan berarti menyelesaikan masalah "pelayan yang lupa atau belum on sehingga tetep dengan senang hati ataupun karena diatur SOP memberikan sedotan" Jadi tetapkah menjadi konsumen yang kritis yang tetap berusaha meminta layanan "tanpa sedotan"


Monday, 20 October 2014

Permen yang #ZeroWaste. Pasti BISA!

Sering makan permen? Gak cuma anak-anak dong yah yang sering makan permen. Orang dewasa pun begitu. Bahkan ada orang yang punya kebiasaan nyetok permen di dalam tasnya. Dan makan permen itu memang telah menjadi kebiasaan banyak orang.

Apakah keuntungan yang didapat dari makan permen? Enak, bikin nyaman, daripada iseng?

Oke, mari kita bedah permen dari segi kemasannya.
Yang paling saya sekarang lihat adalah permen berkemasan plastik satuan. Macem ini lah kurang lebih yang banyak di warung-warung dan dijual satuan.


Foto dari http://www.inijie.com/2008/07/21/candy-candy/

Dengan model kemasan seperti ini, bila kita memang hobi makan permen, maka bisa dipastikan sampah yang dihasilkan lumayan banyak juga! Dan setahu saya, tidak ada pemulung ataupun lapak yang mau menerima plastik pembungkus permen ini untuk didaur ulang kembali. Singkat kata, tidak bisa didaur ulang. Dan percayalah sama saya, gada juga reuse atau kerajinan ini itu yang cukup efektif (dalam arti bakal kepake lagi) pemanfaatannya. 

Jadi, gimanakah cara mengurangi sampah kemasan permen ini? 

Biasanya secara mudah orang akan bilang bahwa, lebih baik kita beli permen kemasan besar untuk mengurangi jumlah sampah. Ini salah satu contoh permen kemasan besar. 

Foto yang seketemunya. Masih banyak permen merk lain yang juga kemasanya sejenis ini
 
Jadi, tetep aja sih, sampahnya banyak juga walaupun berada di kemasan yang besar.

Pilihan yang lebih baik, biasanya ditawarkan permen yang dikemas dalam kaleng. Ini salah satu contohnya. 



Nah, udah liat kan, ternyata dalemnya plastik keneh wae walaupuuun, kalengnya sih bisa dipakai ulang atau dikasi ke mamang pemulung juga pasti diterima.

(jadi inget, jangan SD belinya permen ini dan pasti ngurek-ngurek di kelernya supaya dapet yang warna ungu | jaman dulu mah boro-boro paham isu mengurangi sampah dari awal heheh)

Dari 2 contoh di atas, terlihat bahwa kita benar-benar perlu teliti saat memilih dan membeli permen supaya akhirnya gak nyampah.

Pilihan lain yang rada mendingan adalah kemasan plastik tapi yang isinya banyak dan tanpa kemasan lagi. Contohnya seperti permen ini.



Pilihan lain yang lebih baik ada di beberapa jenis permen yang dikemas kaleng. Di dalamnya memang tidak dibungkus lagi. Inget permen cinta? Hehehe, bukan iklan, saya langsung kepikiran permen eta soalnya.



Contoh lain yang berkemasan kaleng, ada juga si pagoda permen legendaris tea.



Minimal kemasannya bisa dipakai ulang untuk wadah lainnya dan kalau sudah tidak terpakai, cukup berikan saja pada pemulung atau lapak.

Kemasan yang lain yang bisa menjadi alternatif adalah kemasan kertas.




Tapi permen yang lebih baik adalah sepertinya permen yang dibuat sendiri. Belum pernah nyoba sih, tapi bisa lah meureun bikin permen homemade-homemade-an yang tanpa kemasan.
Tadi sempat cari-cari bentar resepnya dan dapet beberapa yang lucu. Kapan-kapan dicobain ah.

Intip-intip beberapa link nya nih: permen jahe dan asem, permen coklat, permen karamel

Beginilah jadinya permen homemade!







Pilihan lain lagi adalah: gausah makan permen hehehehe. Kan itu bukan makanan utama. Masih bisa digantikan oleh makanan lain.

Selamat makan permen tapi minim sampah atau malah bisa #ZeroWaste :)