Friday 1 April 2016

Yakin, Zero Waste itu Bisa?

Tanpa sampah? Zero Waste? Nol Sampah?

Banyak orang yang bilang itu tak mungkin. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, memang kadang sulit dibayangkan sehingga sulit dipahami.

Dampak negatif dari masalah sampah, sebegitu seringnya kita lihat. 
Ada yang berbentuk film serem pisan kaya film ini..




Atau ini



Ada bagian solusinya juga sih di film itu teh. Tapi pasti weh da ada yang "protes" dan bilang bahwa: contoh positif itu kan di luar negeri! Kalau contohnya belum jleg depan mata, memang biasanya cukup sulit ditiru di area kita sendiri. 

Ada juga tentang bahaya ini itu yang divisulisasikan dalam poster.  


Poster tentang proses kembalinya racun dari plastik ke konsumen 

Infografis tentang masalah sampah di Bali

Bahkan yang digambarkan adalah parahnya masalah sampah di lautan. Foto ini adalah foto yang malu-maluin Indonesia. Foto ini dulu tenar banget pada masanya.

Dasyatnya berselancar di Endonesya! Lihat itu sampahnya. Buset daaahh!

Hal-hal "negatif" terkait sampah memang perlu diketahui dengan cukup detil. Termasuk kemungkinan terburuknya. Itu diperlukan supaya kita mengetahui kemungkinan yang terburuk yang akan terjadi dan juga untuk bikin kita ingin melakukan perubahan. 

Tapi begitu kita sudah penuhi tangki niat kita sampai 100%, kadang ada aja hambatannya untuk melakukan perubahan tersebut. Salah satu yang saya identifikasi sebagai salah satu penyebab adalah sulitnya mencari contoh yang ideal dan sudah mulai kelihatan bentuknya. 

Ideal itu seperti apa?
Dari yang saya pahami, konsep pengelolaan sampah (atau lebih tepatnya material) itu perlu dilakukan di setiap titik. Baik dari proses ekstraksi (pengambilan sumber daya daya seperti penambangan dll), proses produksi, distribusi, konsumsi (di rumah dll) dan pembuangan. 



lengkapnya silakan lihat di sini

Sekarang saya lagi pengen soroti tentang apa yang perlu dilakukan di rumah sebagai salah satu titik konsumsi. Coba perhatikan lebih detil bagian berikut: 




Kita bisa lihat bahwa ada panah masuk ke arah rumah dan ada panah keluar yang keluar dari arah rumah. Artinya, bila kita ingin melakukan intervensi di area konsumsi (dalam hal ini rumah) kita perlu pertimbangkan 2 aspek: 
1) apa yang masuk ke area rumah (maksudnya sumber daya yang dikonsumsi)
2) apa yang keluar ke area rumah (maksudnya limbah yang dihasilkan)

Mari perhatikan piramida pengelolaan sampah berikut:


diambil dari slide pelatihan Zero Waste Lifestyle YPBB

Kondisi real saat ini (dan dimana-mana), lapis bagian bawah (pembuangan) justru paling banyak dilakukan. Karena memang sudah kebiasaan dari lama bahwa "buanglah sampah pada tempatnya" adalah yang terbaik dan urusan kita dengan si sampah itu sudah selesai. BHAY! (kata anak mudah jaman sekarang mah) Padahal tingginya tingkat pembuangan sampah dari rumah mengakibatkan jumlah sampah di TPS dan TPA terus meningkat. Sampah itu kebanyakan gak diapa-apain loh. Ditumpuk wehhhh kitu. 

Udah pernah ke TPA? Pasti tau lah gimana nambrunya si sampah-sampah dari kota tersebut. Buat yang belum pernah, simak dulu nih yaa..





Dengan kondisi seperti ini, apa dong bisa dilakukan? 

Mari penuhi pikiran kita dengan aneka contoh baik (dan berhasil) dalam level hirarki yang lebih tinggi lagi derajat "membuang sampah".

Mulai banyak bermunculan contoh-contoh baik dan berhasil tersebut (di luar pentingnya kita tahu kemungkinan terburuk bila tak melakukan apapun). 

Beberapa saat yang lalu saya diundang oleh tim Lab Tanya (atas nama YPBB) di area Bintaro untuk berbagi tentang pengelolaan sampah rumah tangga. Di komunitas ini, justru saya melihat contoh nyata (walaupun hanya lewat cerita dalam beberapa jam karena keterbatasan waktu) tentang arah kegiatan yang lebih mengarah ke level pengurangan sampah. Mereka menyebutnya dengan Strategi Pintu Masuk. Mengapa strategi itu penting? Sampah itu gak ujug-ujug ada di tempat sampah loh. Tapi pasti ada perilaku kita yang membuat mereka ada di tempat sampah. Itu salah satu paradigma yang penting pisan!


Nampang dulu bentar :) 


Dengan Strategi Pintu Masuk tersebut dan juga dengan model simulasi 7 hari saja, ternyata jumlah sampah beberapa warga bisa berkurang secara signifikan. Bisa sampai 80% nya loh. Hebats pisan kan ya? 


Contoh penguranan sampah yang dilakukan oleh salah satu warga

Salah satu lagi poin penting yang tim Lab Tanya bersama warga Bintaro adalah pendokumentasikan proses simulasi. Sebentar proses yang tampak tapi pendokumentasian bagus (dan pasti di baliknya ada proses pembelajaran yang panjang di tim kerja Lab Tanya)
Pertemuan yang sebentar dengan warga Bintaro tersebut kemudian membuat saya ingin tergabung di grup wasap warga. Ceritanya mau belajar proses pendampingannya. Eta grup gada matinya pisan. Sampai ga kekejar bacanya juga (tapi kalau baca grup wasap horehore keburu hahhaha). Lewat skimming di grup, beberapa kali terdengar kabar bahwa ada warga baru yang berminat untuk mencoba simulasi pengurangan sampah tersebut. 

Seperti apa simulasi 7 hari tersebut? Selamat menyimak :) 




*karena contoh perubahan nyata dan keteladanan adalah kekuatan terbesar untuk sebuah perubahan*


follow @1mg1cerita

No comments:

Post a Comment