Wednesday, 29 June 2016

Motivasi atau Demotivasi?

Salah satu yang saya seneng saat liat video-video ted.com adalah banyak pembicara yang memberikan banyak contoh saat menjelaskan sesuatu. Tema yang "berat" pun jadi bisa lebih keterima karena ilustrasi-ilustrasi yang diberikan. Ada juga sih yang susah dipahami. Udah sulit, terus durasinya panjang, tau-tau ketiduran wehhhh. Bukan salah si pembicaranya, emang sayanya aja kali rada lambat nerima sesuatu yang sifatnya cukup abstrak. Bisa mah bisa, tapi lambat :)

Salah satu video yang saya suka adalah videonya Dan Ariely ini. Contoh yang dikasi banyak pisan, jadi bikin cukup paham dan menemukan banyak AHA saat menyimaknya.

AHA sih mungkin karena baper aja nontonnya wkkwkw

Silakan disimak dulu



Video yang ada tarjamah bahasa indonesia bisa dilihat di sini

Video ini erat kaitannya dengan urusan motivasi dalam bekerja. Di dalam video ini, gak bahas panjang-panjang tentang definisi kerja, tapi justru membahas tentang kenapa dan gimana si motivasi itu bisa naik dan bisa turun.

7 fakta penting yang saya temui:

1) Uang bukanlah satu-satunya pemicu naiknya motivasi kerja. Contoh cerita yang digunakan adalah tentang  perjuangan dan tantangan yang dijalani oleh para pendaki gunung dan tentang kisah seorang staf yang kecewa karena hasil presentasi yang telah disiapkan sampai lembur berhari-hari ternyata tidak jadi digunakan.

2) Kebermaknaan dalam bekerja tuh sangat-amat-penting-banget!



Ada dua kondisi: kebermaknaannya yang dari waktu ke waktu berkurang dan yang jelas-jelas kelihatan langsung depan mata bahwa yang dilakukan itu emang sia-sia.

Satu kondisi lagi sih yang saya kebayang (tapi gak dijelasin di video) yaitu delay (misalnya karena adanya jeda waktu yang panjang) antara proses kerja dengan hasil yang tampak nyata depan mata. Mungkin itu juga bisa bikin kebermaknaan belum kerasa.

3) Dampak kekecewaan yang parah saat sudah sekuat tenaga bekerja keras tapi kemudian jadi tidak dirasa bermakna bisa macem-macem. Mulai dari datang terlambat, pulang lebih cepat, menimbulkan perasaan tidak bahagia, kerja asal-asalan, sampai ke tindakan memasukkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak semestinya ke pelaporan keuangan. Ini salah satu indikasi menuju penipuan! TAH, parah kan kalau orang udah demotivasi!

4) Motivasi negatif terjadi karena ada proses pengabaikan kinerja orang, bisa juga berupa penghancuran upaya di depan mata mereka.

5) Selain motivasi negatif, tentunya ada motivasi positif juga yang diceritakan, Pertama "efek IKEA": dengan membuat orang bekerja lebih keras saat menyusun mebel IKEA, maka hasil kerjanya akan lebih dicintai. Kasus yang serupa juga terjadi pada adonan kue instan. Dulunya produk ini kurang laku karena semua komponen bahan kue dijadikan tepung. Lalu inovasinya adalah pembuat kue lalu perlu memecah telur sendiri dan menakar susu cair. Dengan cara tersebut, perasaan puas dan merasa bahwa "ini kue buatan saya" jadi muncul.

6) Teori Carl Marx terkait kebermaknaan lebih cocok untuk kondisi kekinian dibanding teori Adam Smith yang berkiblat pada efisiensi. Termasuk saya juga baru ngeh, kenapa saat kerjaan "segala harus bisa sendiri" (tentunya pada besaran kerjaan yang masih wajar) rasanya lebih memuaskan dibanding kondisi kerjaan dibagi perbidang. Saking terhubung sama perasaan, sampe kepikiran terus. Bahkan saat lagi gak kerjapun.




7) YANG PALING PENTING NIH: Bahagia dan produktif itu bisa banget jalan bersamaan :)



follow @1mg1cerita



Saturday, 25 June 2016

Cerita 19:16

Apa yang anda bayangkan tentang AFRIKA?
Jangan dulu dijawab, tapi baca dulu seluruh tulisan ini. 


Satu hal yang menjadi salah satu kekurangan saya adalah: kurang bisa (atau belum bisa kaliya) menceritakan sesuatu dengan alur logika yang tepat. MENGAPA? Ada 2 penyebab sepertinya. Pertama, emang masih kebingungan untuk menyampaikannya dengan bahasa yang bisa dipahami oleh orang lain. Penyebab kedua, saya memang sebenarnya belum sepenuhnya tau KENAPA, tapi sebenarnya insting berkata bahwa MEMANG DEMIKIAN.


Penyebab yang pertama yaitu: KESULITAN DALAM MENGKOMUNIKASIKAN akan lebih mudah diurus. Asal rajin berlatih dengan cara yang tepat. Kalau bentuknya komunikasi lisan, ya berlatih teruslah untuk membicarakan suatu tema dari waktu ke waktu. Baik dalam kesempatan formal maupun informal. Kuncinya adalah MAU BERUSAHA. Kesempatan untuk berbicara? Pasti bakal ada kalau kitanya memang berniat untuk berlatih. Kalau bentuk komunikasi yang sifatnya tulisan? Berlatihlah dengan menggunakan media yang paling disukai. Kalau jaman dulu pisan mungkin diari lah yang menjadi salah satu media yang digemari, sekarang nulis bisa pindah ke media online seperti blog dan aneka medsos lainnya. Jam terbang akan membuat kita lancar dan makin lancar mengkomunikasikannya.


Penyebab yang kedua inilah yang bikin pala pusing orang yang mendengar. Kalopun ga pala pusing, minimal pendengarnya perlu lebih bersabar untuk mengurut alur logika saya. Bahkan yang biasa saya perlukan adalah justru membicarakan hal yang masih belum jelas runtutan logikanya kepada orang lain dan sambil mikir. MIKIR sambil NGOMONG tuh selama ini cukup efektif untuk menggali ide-ide yang berantakan di otak. Walaupun perlu menemukan orang-orang yang mau sabar menjadi teman untuk "merapikan" ide-ide tersebut. Bahkan dari proses mikir sambil ngomong tersebut, sering memunculkan ide-ide yang tak bisa diduga sebelumnya. Ide cerdas itu seperti bermunculan begitu saja saat pembicaraan berlangsung. Kalau bisa sampai pada kondisi itu, rasanya bahagia!


3 paragraf di atas pun tiba-tiba aja muncul setelah saya menyimak video TED berikut. Intip dulu deh. Menarik banget disimak bagi teman-teman yang senang dunia bacatulis.





Dari cerita 19:16 menit ini, saya merasa mendapatkan 1 (lagi) alasan mengapa rutinitas menulis perlu dibangun. IYA, seperti menemukan jawaban tanpa dicari. Prosesnya sama seperti saat MIKIR sambil NGOMONG. Ujug-ujug dapet jawaban dan bahagia.


Dari cerita yang rada panjang ini, ada kutipan berikut:

Kata si tanteu Chimamanda Adichie:

Cerita-cerita itu penting. Banyak cerita itu penting. Cerita telah digunakan untuk mengusir dan memfitnah. Tapi cerita juga dapat digunakan untuk memberdayakan, dan memanusiakan. Cerita dapat merusak martabat orang. Tapi cerita juga dapat memperbaiki martabat yang rusak.


Cerita (maksudnya tulisan) emang seperti pisau. Bisa dipakai untuk kebaikan dan juga untuk keburukan. Baik buruk pun relatif sebenarnya. Tergantung keyakinan yang dianut, tergantung pengalaman hidup yang pernah didapat, tergantung waktu dan kondisi saat cerita tersebut ditulis dan dibaca. Dan banyak faktor penentu sehingga sebuah tulisan dikategorikan menuju kebaikan atau tidak. 

Contoh yang diberikan dalam celoteh si tante orang Nigeria dalam video TED ini justru menampilkan efek buruk dari cerita atau tulisan. Tulisan yang seperti apa? TULISAN yang TUNGGAL. Tulisan yang ditampilkan bolak-balik dan terus-menerus (walaupun dalam berbagai versi dan bahkan media) sampai akhirnya mengesankan bahwa "sesuatu" menjadi hanya dimaknai satu. Bahkan dengan mengubah sudut pandang tulisan dan pemilihan kata-kata yang tepat, sebuah tulisan bisa bermakna sangat berbeda

Cerita tunggal menciptakan stereotip. Masalah dengan stereotip adalah bukan berarti hal itu tidak benar, tetapi tidak lengkap. Mereka membuat satu cerita menjadi satu-satunya cerita.

dan satu-satunya kebenaran. Emang apa masalahnya? Contoh dalam keseharian tentang ini banyak bangeeet. Bahkan bahayanya seperti bahaya laten. Tak terasa tapi tau-tau masuk ke dalam pikiran kita. Tak cukup hanya sampai di situ. Pikiran tentang stereotip juga bisa mempengaruhi perilaku kita terhadap hal tertentu. Yang bisa jadi buruk akibatnya. Entah buruk untuk diri kita maupun untuk pihak yang mempunyai cap stereotip tertentu di jidatnya . 

Jadi, marilah kita berupaya menampilkan aneka cerita dan tulisan yang justru bisa mencerahkan kehidupan ini. Nulisnya seberapa banyak? Gak usah banyak-banyak lah. Secukupnya saja, yang penting kebiasaan menulis tersebut dibangun dulu. Tentang apa? Tentang hal-hal menarik yang kita temui dong! Yakin deh, pasti ada dan pasti bisa dibagikan ke orang lain pembelajarannya. 

Sip, nuhuns kepada tante Chimamanda Adichie yang videonya menginspirasi saya malam ini!
Mari (rutinkan) menulis :)

NB: setelah membaca tulisan saya dan menyimak video dari tante 
Chimamanda Adichie, inilah saatnya anda menjawab: Apa yang anda bayangkan tentang AFRIKA? Apakah berbeda dengan yang anda bayangkan sekilas di awal? 




follow: @1mg1cerita

Sunday, 12 June 2016

Out of the Box

Out of the Box?!?

Sebuah istilah yang saya sering dengar tentang cara berpikir yang kreatif, tidak standar, di luar kebiasaan dan sebangsanya.

Cara pandang ini, saya mulai sadari ketika ada sebuah simulasi saat pesantren kilat jaman sekolah dulu. Jadi ada satu pemateri yang meminta kita "gambarkan apel". Saat itu kebanyakan peserta menggambarkan apel satu biji saja. Gada tuh yang menggambar apel beberapa buah memakai keranjang, atau apelnya ada di sebuah supermarket, atau apelnya diberikan oleh seorang kekasih kepada gadis pujaan hatinya. Padahal bisa aja kan ya?

Lupa gimana debrief dari acara gambar-menggambar ini. Pastinya saat itu saya mulai "ngeh" bahwa ada banyak cara untuk mencapai 1 tujuan (dalam hal ini menggambar).

Sebagai gambaran, dari kecil saya cenderung nurut aja dan ga ngelawan. Manuuuuttt. Dan kepikiranya idup mah ya hanya 1 pilihan dan ya gitu weh. Di rumah cenderung diatur harus gini dan harus gitu. Kalau anak lain berontak digituin, saya malah nurut terus dan ga kepikiran untuk ngelawan ataupun ngebandel. Entah kenapa, jiwa pemberontak malah ga muncul. Mungkin ada, tapi tak muncul karena "merasa ditekan".

Saking manutnya, sampai ga sadar bahwa sebenarnya ada banyak pilihan dalam hidup ini. Jadi hidupya lurusss terus. Contohnya dalam dunia persekolahan: walapun rangking ga slalu 5 besar, tapi ga pernah jeblog prestasi. Sekolahan di sekolah favorit terus (favorit di Cimahi ya cateut). Kuliahpun ga neko-neko, yang penting bisa kuliah dan yang diperkirakan yang bisa bikin masuk UMPTN (dari namanya seleksinya aja, ketauan kan generasi tahun berapa-an). Yang cukup parahnya, bahkan jaman sekolah itu saya gak ikut ekskul sama sekali. Bahkan pramuka yang paling mainstream jaman SD sekalipun engga. Maen ke luar rumah juga konsisten: hanya seminggu sekali. Karena emang dibolehinnya hanya seminggu sekali. Kebayang ga, betapa ga berkembangnya potensi seorang ekstrovert sensing feeling perceiving sanguin ini! Hahah. ya gitu lah.

Sampai akhirnya saya tiba-tiba mendarat di YPBB yang sudah dijalani selama sekitar 10 tahun ini. Singkat kata singkat cerita, ini jadi titik selanjutnya untuk makin menyadari lagi bahwa ada banyak pilihan dalam hidup. Dunia kerja tak hanya berisi PNS belaka. Bukan berarti PNS teh buruk, tapi PNS bukan menjadi satu-satunya pilihan pekerjaan dalam hidup. Melakukan apa yang kita mau dan mengikuti kata hati, bisa juga jadi pilihan hidup.

Ada titik balik selanjutnya setelah itu. Nanti weh tapi itu mah ceritanya. Yang saya pengen bahas kali ini adalah tentang: kenapa kampanye lingkungan ko kaya gini-gini aja ya?

Itu menjadi pertanyaan besar (banget) dan banyak solusi yang sudah coba ditempuh oleh banyak pihak. Tapi kalo diliat dari grafik dan data kerusakan lingkungan, kondisi alam angger weh makin ruksak. Lihat nih Kalimantan dari tahun ke tahun. Makin dugul aja kan? Padalah segala kampanye udah dilakukan (bahkan dana dari luar negeri pun banyak dikucurkan) dan biaya untuk kakampanyean itu gak kecil.


sumber foto: http://bit.ly/25UqEeO


Okelah, itu sih di dunia antar berantah yang kita tidak langsung berinteraksi (walopun dampaknya dari segala kerusakan di muka bumi itu, ujung-ujungnya akan ngaruh juga ke kita). Contoh kecil tentang betapa buruknya kualitas lingkungan di sekitar kita adalah banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan dari rumah kita. Kaya dikit sih ya, dan kaya aman, karena ada yang ngangkut. Tapi sadddarlah wahai manusya~ bahwa ujungnya etateh numpuk di suatu tempat yang nun jauh disana. Yang potensial banget bikin orang lain aja menderita. Minimal pada demo karena baunya udah ga kuat lagi. Tapi yang maksimalnya sampai ada ratusan orang meninggal ketimpa sampah yang numpuk itu. Kurang dzolim gimana lagi kita-kita ini! Untuk yang sudah lupa, baca lagi nih salah satu berita tentang tragedi sampah di tahun 2005 di sini.

Dan kenapa sampai terjadi seperti itu, karena mana ada tempat yang cukup untuk menampung sampah segitu banyaknya dan selalu bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun seperti pada salah satu contoh berikut:

gambar dari: http://bit.ly/1UnCABP

Jadi, bukti-bukti kerusakan lingkungan udah banyak. Aksi ini itu lingkungan juga udah banyak, tapi kenapa masih ginigini aja? Salah satu yang kurang adalah (selain uang dan power ya, da itu mah udah jelas. Apalagi menghadapi kekuatan-kekuatan besar yang ada di balik kekacauan ini) kreatifitas dan kemampuan berpikir out of the box yang saya bahas di atas. MUNGKIN ITU!

Kreatif bukan hanya dalam arti: lucu, keren, beda, tapi emang yang juga menuju ke solusi!

Video berikut mungkin bisa jadi salah satu inspirasi pagi tentang kreatifitas dan atau berpikir out of the box untuk kampanye lingkungan. Selamat menyimak!

(ada teks bahasa Indonesianya bila dilihat di sini. Durasinya hanyalah 4 menit untuk yang di ted.com dan 5 menit untuk yang di youtube sehingga gakan nguras kuota bagi yang internet terbatas)




Udah ditongton?

Oke, selamat mendapat dan menciptakan iklim yang lebih membuat kita bisa berpikir out of the box!


Friday, 3 June 2016

Menulis dan Konsistensi ( #1minggu1cerita )

Dari dulu banget sering dimotivasi untuk nulis. Tapi selalu weh hoream. Gada ada alasan mendasar ataupun filosofis kecuali hoream. Dan selalu berdalih: mening ngomong panjang daripada disuruh nulis. Lalu sampailah para peristiwa pelatihan public speaking. Kiki sebagai pemateri pelatihan tersebut menganjurkan saya untuk mulai menulis dan pakai bahasa yang mengalir saja seperti apa yang saya pikirkan. Kurang lebih begitu lah isi omongannya. 

Dari situ, akhirnya saya mencoba nulis dan pakai blog kompasiana. Kabita aja, karena sebelumnya teman saya Samsul sudah lebih dulu eksis menulis di portal tersebut (termasuk menulis dengan tema si anil pun sempat jadi tulisan hot dan dikomentari oleh banyak orang). Sistem di kompasiana (dulu ya, skarang udah lama ga ngoprek-ngoprek lagi kompasiana) adalah kita boleh nulis apapun (tentunya yang sekiranya manfaat buat orang banyak dong konten tulisannya) dan lalu memasukkan ke kelompok tulisan tertentu. Dan di tulisan perdana tersebut, tiba-tiba tulisan saya langsung masuk jadi headline. Headline berarti: tulisan tersebut masuk di tampilan awal ketika orang masuk ke kompasiana.com. Dulu ada 4 tulisan yang muncul beberapa jam dan akan diganti secara berkala oleh admin. Artinya peluang tulisan terbaca oleh orang lain (yang bahkan saya gak kenal) menjadi lebih besar. Dan karena dulu gak paham apa artinya headline, kalem-kalem aja. Tapi kemudian saya diberi tahu oleh Bunda (kompasiners kondang di masanya) bahwa tulisan itu naik dan banyak yang mengkomentari. Dasar sianil tea ya. Di darat maupun di udara (online dan offline maksudnya) seneng banget kalo bisa tenar :) . Jadi seneng banget rasanya pas malemnya bisa online (dulu belum punya android soalnya) dan liatin komen-komen yang banyak dan juga jumlah pembaca yang banyak dari tulisan tersebut.

Dari tulisan tersebut, akhirnya menumbuhkan rasa percaya diri untuk menulis. Gaya yang digunakan, ya pake bahasa yang mengalir weh. Segimananya ngomong dalam keseharian. Tulisan di kompasiana kebanyakan isinya tentang perlingkunganan. Kayanya brand itu rada nempel di area kompasiana (PD nya gitu lah), terbukti tahun kemarin akhirnya pihak kompas TV menelpon dan ngajak syuting tentang apa yang dilakukan sianil dalam keseharian. Rada malu oge sabenernya karena udah lama pisan ga nulis lagi di kompasiana. Cerita lengkapnya sila cek di sini.

Lalu kemanakah si anil kemudian? Apakah masih nulis? Atau hanya semangat di awal sajakah? Saya tak menghilang. Hanya saja pindah ke blog pribadi : berbagiceritaceritaseru.blogspot.com (dulu gak kepikir bikin blog pake nama sendiri sejenis anilawati.nurwakhidin@blogspot.com hahaha) . Dan menulis dalam paket irit alias jarang-jarang nulis. Tahu bahwa nulis itu penting dan berguna, tapi tetep HOREAM. Sampai akhirnya ketemu sama program #30haribercerita. Saat itu, program #30 hari bercerita masih menggunakan media twitter. Singkatnya: setiap peserta mendaftar, lalu nulis di awal tahun (sepanjang Januari) setiap hari 1 cerita dan setor lewat twitter. Standar aja sih: share link tulisan dan mention @30haribercerita. Kalau ga salah, saya nulis untuk 25 hari. Ada bolos-bolosnya. Tapi lumayan lah, 25 TULISAN SATU BULAN sih cukup untuk meyakinkan diri saya bahwa: kalau niat pasti bisa.

Februari lalu HOREAM DEUI. Gitu weh terus. Tahu penting tapi butuh sesuatu untuk memicu semangat. Bahan tulisan ada terus sepanjang masa. Pokoya kalo masih kepikir untuk cerita sesuatu ke teman dan lingkungan sekeliling, artinya ide untuk tulisan pasti ada. Apalagi untuk saya yang tulisannya jarang pakai riset-risetan (ditulisan jarang aja ya, walopun ga pernah hahahha) dan pakai bahasa seadanya.  

Sampailah pada satu saat, nemu tulisannya Rizki (inisiator @30haribercerita), yang pada intinya dia punya program untuk nulis 1 tulisan untuk setiap minggunya. Namanya apa ya poho deui. Rizki dan teman-teman bukannya ga pernah pada nulis. Tapi menulis yang tujuannya untuk membangun blog sendiri yang dirasa kurang. Yahari gene, kemana sih blog. Semua orang makin terbiasa nulis sesuatiu yang singkat-singkat macem status di media sosial. Maka, terinspirasilah kami (kami tuh terdiri dari beberapa orang. Yang aku inget banget ada Guli dan Rahyang, sisanya maap kalo ga kesebut) untuk membuat gerakan serupa yang kemudian diberi judul: #1minggu1cerita. Yang kasi judul gerakan: Rahyang. Yang bikin logo, temennya Guli. Trus si anil bagian ngapain? Nyakitu weh meramaikan :) 




Tahun 2016 ini tahun ketiga #1minggu1cerita. 3 tahun bukan waktu yang sebentar.  Kisah bersama #1minggu1cerita ini turun naek banget! Dari mulai semangat pisan di awal. Ada tahun #malassedunia. Saat itu hanya Rahyang yang rajin nulis. Sisanya pada memble hahahha. Pada tahun lainnya yang rajin nulis hanyalah Cacink seorang, sisanya menye. Dan sianil tetep konsisten untuk HOREAM. Tapi kebayang lah, kalo gada program jejadian macem #1minggu1cerita, kayanya bukan hanya HOREAM (da hoream-hoream juga, minimal ada beberapa tulisan yang muncul di tahun tersebut) tapi bahkan bisa sampe ga nulis sama sekali. Sakitu ge uyuhan :) 

Tahun 2016 adalah tahun kebangkitan kembali #1minggu1cerita. Mulai diurus dengan lebih serius (jangan bayangkan segimananya ya. Ini hanya nyempet-nyempetin waktu diantara berbagai kesibukan para admin yang superxibux). Per Juni ini, terdata kemajuannya adalah adanya: 

  • Pembenahan sistem: beberapa hal yang terdeteksi dilakukan berulang-ulang mulai dibakukan. Dicari caranya supaya bikin idup para admin ini lebih mudah. Intina mah eta heheh (ada form setoran, form pendaftaran dll)
  • Admin yang rutin bertugas: Saat ini ada 4 admin. Mudah-mudahan kamikami ini diberi ketulusan hati untuk terus bisa mensupprort gera’an positip ini. Dan akhirnya kami baru menggoalkan “admin bisa dapet Giveaway”. #adminJugaManusia
  • Giveaway secara rutin: Perdua minggu sekali ada hadiah-hadiah kecil yang dipersembahkan dari member untuk member lainnya yang tulisannya paling keren. Dipilih oleh admin dan juga pemberi GA di minggu tersebut.
  • Jumlah anggota yang membengkak. Asalnya dulu hanya kurang dari 10 orang. Lalu kemudian di 2016 ini naik jadi 30 sekian member.
  • Grup wasap yang meriah: grup ini rame benerrrrrr kecuali hari jumat atau hari setoran. Krik krik dikit lalu pada sibuk lagi atau purapura sibuk supaya gak ditagih setoran ahhaha. Yang dibicarakan bukan hanya tentang dunia tulis-menulis. Tapi rasanya hangat, seperti punya banyak teman baru~
  • Jumlah tulisan yang masuk dari program ini juga meningkat. Datanya masih berantakan, tapi sekilas begitulah hasilnya. Rencananya sih mau di akhir taun (gatau tenaganya ada apa kaga) mau bikin rapot-rapotan untuk setiap member. Kalau ada yang mau bantu bikin otomatisasinya, hubungi si anil yah. Gambaran manfaat buat diri sendiri, bisa dilihat dari data ini: 2013: 29 tulisan, 2014: 29 tulisan, 2015: 14 tulisan, sampai Juni tahun 2016: 34 tulisan.
  • Twitter @1mg1cerita! Harapannya sih, gerakan ini bisa lebih massal dan menyebar juga lewat media sosial. Menulis secara rutin itu pasti bisa dilakukan. Asal mau! Saya sih yakin benar. Gak peduli tulisannya model apapun, setiap orang punya gaya yang khas
  • Apalagi ya? Nanti ditambahkan lagi deh kalau inget.

Begitulah cerita sekilas tentang tulis-menulis dan #1minggu1cerita.
Tulisan yang lebih serius tentang #1minggu1cerita: bisa dilihat dari beberapa tulisan: 1, 2 dan 3Nuhuns dan mari konsisten menulis lewat program apapun. Tertarik mau gabung juga di #1minggu1cerita? Intip twitter @1mg1cerita yuk!






Friday, 20 May 2016

Kerupuk Tanpa Sampah?

Mau pamer dulu menu sarapan tadi pagi ah! Ada sesuatu yang berbeda. Coba amati, apakah yang berbeda itu? 




Pastinya ini masakan sendiri dan dibumbui sendiri. Bukan mie instan #tolakMieInstan. Mienya tentunya saya masih berlangganan mie homemade yang sehat dari @dapursikecil (tentang mie sehat tsb, lihat di sini). Kali ini saya masak mie yang rasa cengek. Enaaakkk. 

Tapi urusan mie-mie-an dan juga masak bumbu sendiri, sebenarnya takada yang aneh. Karena saya belakangan ini emang berupaya disiplin masak sendiri. Isunya sih biar lebih sehat, jelas tanpa penyedap yang aneh-aneh dan juga demi menghemat uang. Urusan hemat uang ini, saya ga itung bener sih. Mungkin bisa lebih murah, tapi waktu yang dipakai ya lumayan oge. 

Yang berbeda dari menu sarapan saya adalah: kerupuknya! Kerupuknya sih biasa aja. Kurupuk aci. Pastinya masih dikasi penyedap sejenis pecin (makanya gurih hahahah). Tapi minimal saya berhasil mencegah sampah plastik pembungkusnya. 

Jadi, pas beli kurupuk, saya bawa wadah. 



Hal ini baru akhirnya saya lakukan setelah beberapa kesempatan sebelumnya: beli krupuk yang berkemasan plastik bening. Alasannya macem-macem. Pokonya manusia mah paling jago lah cari alesan teh. Seperti: 
1) Tiap ada tukang krupuk yang pake blek kaya di gambar berikut

Foto: http://bit.ly/1rYCJRw

Saya pasti lagi keburu-buru mau pergi. Jadi ga sempat lah balik lagi ke kosan dan ambil wadah krupuk. Selalu gitu. 

2) Pas lagi buru-buru itu, saya sempatkan nanya ke mamang tukang kerupuk terkait jadwal mereka mangkal. Maksudnya, supaya kapan-kapan bisa beli sesuai jadwal mereka. Terus jawaban mereka tuh gakan jauh dari: "gak tentu" "sekitar jam sekian-sekian" dkk. Kesimpulannya: gak pasti jamnya dan belum tentu tiap hari lewat. Hesye pan kalo kaya begitu. 

3) Ada mamang kerupuk dan juga saya lagi gak buru-buru. Udah semangat ambil wadah kerupuk dari kosan, taunya si mamang udah membungkus seluruh kerupuknya. Gagal lagi tah!

Udah, tiga aja lah ya list alasannya. Pokoknya semua berujung: YAUDAH DEH BELI KRUPUK BERPLASTIK. 

Begitulah balada untuk mencoba mengurangi sampah plastik dari kemasan kerupuk. Saat akhirnya saya bisa beli kerupuk pakai wadah di atas, tampaknya memang sudah berjodoh aja. Waktu dan tempatnya tepat. Walapun si mamangnya teh bilang bahwa: lebih baik beli aja yang berkemasan plastik seperti ini

Foto: http://bit.ly/1Tjksue

Karena bakal lebih awet. Si mamang meureun ga kepikiran lah isu reduce dll. Sambil si mamang ngeladangin, ya saya sambil bilang aja bahwa tujuan saya membeli pakai wadah tuh karena memang ingin mengurangi sampah plastik dari awal. Entahlah si mamang paham atau engga dengan apa yang saya katakan. Pokonya mah meureun: pembeli adalah raja titik. Kalo berisik pengen diladenin pake wadah, selagi bisa, ya dia akan layani. 

Saya jadi keinget kebiasaan yang dulu terjadi di rumah Cimahi. Ada masa dimana, kita punya 1 blek kerupuk yang seperti ini (lupa rentang tahunnya)

Foto: http://bit.ly/1sFuPwV

Dan mamang kerupuknya ngelanggan. Biasanya dia hanya libur saat jelang lebaran karena pulang kampung. Dan kalau pulang mudik, suka kasi oleh-oleh kolang-kaling dari lemburnya. Bentuk blek krupuknya dipikul. 

Kurang lebih seperti ini. Foto: http://bit.ly/1qytRk3

Jadi, kebiasaan mencegah sampah dari awal terkait urusan kerupuk, sebenarnya sudah terjadi dari jaman dulu. 

Ada satu cara lain lagi sih! Belilah kerupuk di warung yang masih menjualnya pakai blek kerupuk!
Kita tinggal bawa wadah kerupuk. Bahkan bisa beli hanya 1-2 buah sesuai kebutuhan. Dan saya baru ingat bahwa depan kosan ada warteg yang masih menjual kerupuk menggunakan blek. Kapan-kapan coba ah!

Begitulah sekilas cerita saya dalam upaya mencegah sampah plastik dari kemasan kerupuk. Mana cerita #reduce mu?  

Wednesday, 11 May 2016

Persatuan Blogger Lingkungan, Adakah?

(Dulu) sebagian besar tulisan saya di blog tentang lingkungan. Ya terutama tentang upaya-upaya dalam mengurangi sampah. Saya gak mengkhususkan diri untuk menuliskan isu tersebut. Tapi karena memang sehari-hari nguprek-nguprek isu yang sama dan berlangsung sudah bertahun-tahun, secara otomatis yang ngaburudul saat nulis, ya tentang lilingkunganan.

Kalau ditanya, apakah saya sudah terbranding sebagai blogger lingkungan? Kayanya masih jauh (pisan). Teknik nulis aja ga belajar khusus. Nulis semaunya, tema sakahayang dan frekuensi menulispun jarang. 

Yang dimiliki hanyalah semangat untuk mendokumentasikan beberapa pengalaman seru dalam mengurangi sampah dan aspek-aspek seputarnya sehingga bisa dibagikan infonya saat ada yang membutuhkan. Syukur-syukur bila tiba-tiba ada pembaca blog yang nyasar saat googling tentang sampah dan lingkungan dan jadi tercerahkan dengan tulisan yang saya celotehkan. 

Seorang blogger lingkungan yang saya bayangkan adalah blogger yang beberapa (atau seluruh tulisannya) bisa menggerakkan lebih banyak orang untuk mau mengubah gaya hidupnya menjadi lebih ramah lingkungan. 

Blogger lingkungan yang saya pikir cukup ideal, setidaknya memiliki 3 hal ini: 
1) Keterampilan menulis yang cukup persuasif. Mau gak mau perlu persuasif karena pengennya kan sampai bisa menggugah orang untuk berubah.
2) Pengetahuan yang cukup tentang mengapa begini dan mengapa begitu. Maksudnya, selain hal-hal praktis yang biasanya dibagikan dalam tulisan tentang gaya hidup ramah lingkungan, pengetahuan dasarnya perlu dimiliki juga. Gak perlu mendalam banget tapi kerangka berpikirnya yang perlu cukup kuat dimiliki. Kalau di YPBB, ngikut pelatihan keberlanjutan yang dasar, cukup lah untuk buka mata. Sisanya belajar lagi sendiri dari berbagai sumber. 
3) Dalam keseharian dan dalam pemikirannya si blogger ini memang beneran sedang berubah menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Jadi tulisan yang dibuat beneran berasa dan lebih menggerakkan. 

Ada lagi keterampilan teknis yang bisa menunjang pencapaian tujuan seperti misalnya keterampilan ngutak-ngatik supaya tulisan kita ada di papan atas di mesin pencarian, keterampilan memaksimalkan medsos untuk menyebarkan tulisan di blog kita dll dsb. Tapi itu hal-hal yang sekunder. Yang penting punya ketiga aspek di atas aja dulu. Kalau salah satu dari tiga tersebut ada yang bolong atau kadarnya masih cukup rendah, kemungkinan tulisannya jadi kurang greget dan belum mencapai tujuan bloger lingkungan yang saya pikirkan ideal. 

Itu yang jadi bayangan awal tentang blogger lingkungan. 

Terkait dengan hal tersebut, rasanya saya belum lihat bahwa ada sejenis Persatuan Blogger Lingkungan. Mungkin ada, tapi sayanya yang belum tau karena kurang gaul. Udah lama juga ga uprek-uprek dunia blogger selain berupaya konsisten nulis seminggu sekali (dalam program #1minggu1cerita) . Dan nulisnya juga ga mewajibkan diri tentang gaya hidup yang ramah lingkungan. 

Saat kemarin beberapa saat gooling, malah menemukan beberapa fenomena seperti: 
1) adanya lomba-lomba-an blogger (menulis) yang bertema lingkungan. Biasanya dilakukan dalam rangka peringatan lingkungan ini itu (hari bumi, hari lingkungan dll)




2) adanya kegiatan "penyadaran" yang dibuat untuk para blogger sehingga diharapkan juga menulis tentang lingkungan.

Acara Blogger Bicara Lingkungan. Foto: dari sini

Acara menanam bakau bersama untuk para blogger. Foto: dari sini

Untuk kedua fenomena ini, penyelenggaranya bisa institusi/komunitas yang memang fokus di isu lingkungan, organisasi mahasiswa, CSR ataupun institusi/komunitas yang tidak menggarap isu lingkungan secara khusus. 

3) adanya portal menulis keroyokan yang menyediakan channel khusus untuk isu lingkungan


Misalnya Kompasiana.com

Jadi kesimpulannya: sejauh googling sekilas dan denger-denger, belum ada Persatuan Blogger Lingkungan yang berjalan dan masih aktif saat ini. Bikin aja gitu ya? (barijeng ngurus #1minggu1cerita aja belum baleg hahah). Tolong inpokan ke saya kalau memang persatuan tersebut sudah ada ya. Pengen ikutannnn! 


follow @1mg1cerita


Saturday, 7 May 2016

#TPSperjuangan?

Kemanakah sebenarnya sampah kita pergi dan berakhir?
Itu adalah hal yang jarang dipikirkan secara sadar oleh kebanyakan orang.

Beberapa orang yang saya tanya di beberapa pelatihan menjawab dengan fasih bahwa sampah itu berakhir di TPA alias tempat pembuangan akhir (belakangan "P" nya juga diartikan sebagai "pemrosesan"). Setelah sebelumnya diangkut oleh mamang sampah ke TPS (pembuangan sampah sementara) dan akhirnya dibawa oleh truk kuning PD kebersihan menuju TPA.

Rangkaian dongeng tersebut diketahui oleh cukup banyak orang. Buktinya dari banyak pelatihan yang sempat saya fasilitasi (kayanya baru puluhan pelatihan-belum sampe ratusan) ataupun ikuti, selalu ada peserta yang bisa menceritakan dengan fasih dongeng tersebut.

Bahkan ada yang sampai beneran menelusuri dongeng tersebut. Beneran liat mamang sampahnya pas lagi ngangkut sampah. Beneran tau TPS mana yang akhirnya jadi tempat menclok sampah dari RW-nya. Bahkan ada yang beneran ikut sama truk sampah yang menuju TPA. Perilaku terakhir ini biasanya dilakukan oleh anak-anak mahasiswa teknik lingkungan saat mengambil kuliah persampahan yang dalam rangka mengerjakan tugas kuliah.

Kesimpulan sementara dari saya: sudah cukup banyak orang yang tau kemana sampah mereka akan menuju dan berakhir. (itu asumsi saya dari hanya melihat jawaban para peserta pelatihan yang ditemui dalam beberapa tahun terakhir).

Lalu setelah tahu, apa?

Sekarang kita cuplik bagian kecil dari rangkaian dongeng tersebut. Yaitu dongeng seputar TPS. Seperti apakah wajah TPS di kota Bandung?Amati baik-baik 3 gambar berikut ya.

Wajah TPS di Kota Bandung (dan mungkin seperti TPS di kebanyakan kota lainnya) Foto: bebassampah.id

Dari segi estetis, tidak indah. Dari segi baunya, kebayang "sedapnya", Potensi bibit penyakit? Pastinya ada Foto: bebasampah.id 

Dari ketiga foto tesebut, saya tak menemukan 1 tanda "resmi" bahwa itu TPS milik pemerintah. Plang misalnya? Foto: bebasampah.id

Begitulah gambaran kondisi TPS di kota Bandung. TPS tersebut terdiri dari TPS Pasar Palasari, Patrakomala, Peta, RS Kebon Jati, Andir, Nyengseret, Sarimadu, Cisinged, Binongjati, Cijambe, Ence Aziz dan Gudang Selatan. Data foto yang saya kompilasi cukup baru, didapat oleh para surveyor bebassampah.id di akhir tahun 2015. Kompilasi foto TPS diatas diambil secara acak dari foto-foto TPS yang tersedia di bebassampah.id (kalau mau lihat foto dan data yang lebih lengkap, sila langsung menuju peta di bebassampah.id)

Berkat sedikit begaol sama orang-orang PD kebersihan (halah) dan juga hasil ngobrol sama beberapa surveyor bebassampah.id, selintas saya jadi tahu bahwa TPS di kota Bandung berjumlah 150-an. Artinya: setiap kelurahan minimal punya 1 TPS karena jumlah kelurahan di Bandung ada 151.

Artinya lagi: TPS bisa banget jadi "etalase" pengelolaan sampah di tiap kelurahan = etalase pengelolaan sampah kota.

Dari "etalase" di akhir 2015 itu kita bisa langsung tau bahwa:
1) sampah dari rumah masih bercampur baur antara sampah sisa makanan, sampah-sampah yang potensial masih bisa didaur ulang dan sampah yang gak bisa diapa-apain (atau biasa disebut residu)
2) karena bercampur tersebut makanya jadi bau
3) kalau udah bau, apalagi gak langsung diangkut makaaaaa yang lewat jadi gak nyaman. Seeeengg, langsung semerbak mewangi begitu melewati area TPS.
4) jumlahnya itu ya buuu paaakkk. BANYAK! Kadang sampai gerobaknya antri panjang. Bahkan katanya sampah TPS bukan hanya datang dari gerobak-gerobak RW sajah sebagai yang ngikut mekanisme PD Kebersihan (yang ber-MOU antara RW dan PD Kebersihan) tapi juga sampah dari orang yang lewat dan atau naek motor. Laluuu plung buang sampah di TPS tersebut. Entahlah itu warga mana.

Begitulah kalau kita mau melihat "etalase" tersebut secara jujur. Pengelolaan sampah di tingkat rumah tangganya masih "payah".

Apa yang kira-kira bisa dilakukan supaya "etalase" tersebut berubah jadi lebih baik.

Kalau dari rumah-rumah sampah sudah terpisah minimal jadi 3 maka:
1) sampah sisa makanannya gak nyampur dengan sampah lainnya. Sampah inilah yang sering dituding jadi penyebab bau, Keren pisan kalau bisa diolah langsung ditempat. Si sumber bau ini gausah diangkut-angkut ke TPS tapi justru dia bisa disulap jadi kompos yang bisa dipakai menanam!
2) sampah yang masih bisa didaur ulang atau yang biasanya disebut piduiteun akan bisa langsung diambil sama tukang sampah/tukang pulung/disetor ke bank sampah dan lapak tanpa ada kerujitan yang berarti. Gak rujit dong, kan dari awal ga dicampur sama sampah sisa makanan.
3) sampah yang gak bisa diapa-apain (dikompos gak bisa, dijual juga gak payu, dan sering disebut sebagai residu), ini lah yang nantinya mau tak mau perlu diangkut ke TPS.

Dan taukah kawan, jumlah rata-rata sampah residu dari rumah itu hanya 30% persen!

Artinya: jumlah sampah yang sampai ke TPS akhirnya bisa berkurang jadi TIDAK BANYAK LAGI (kan 70%nya sudah diurus). Bebauan pun akan berkurang secara signifikan (kan sampah sisa makanannya udah diurus di area rumah) dan si pemulung gak harus ngorek-ngorek lagi di TPS. Dengan sudah terpisah dari awal, sampah sampah-sampah yang potensial piduiteun bisa diambil dalam keadaan relatif bersih.

Nah, kalau penanganan sampah dari rumah ini mulai dilakukan, tentunya penampakan TPS sebagai "etalase kondisi pengelolaan sampah kota" akan lebh nyaman dipandang dan nyaman pula di hidung.

Yeah, teorinya sih sesederhana itu. Yang masih menjadi tantangan bersama: seberapa bisa motivasi kita sebagai penghasil sampah bisa meningkat untuk mulai mengelola sampah dari rumah? Dan cara apa yang paling efektif untuk meningkatkan motivasi itu?

Mari jawab bersama 2 pertanyaan tersebut dengan LANGKAH NYATA :)
 
Salah satu solusi awal banget yang ditawarkan oleh tim bebasampah.id adalah dengan membuat sistem rating TPS oleh warga kota. Dengan menilai tentunya warga jadi makin ngeh dengan kondisi di TPS sekitarnya kan? Dan hasil penilaian dari masyarakat itu juga bisa jadi data bagi pengelola sampah kota dalam melakukan perbaikan sehingga TPS yang ada bisa jadi #TPSperjuangan!

Daripada panjang-panjang cerita tentang rating TPS, mending lihat lengkapnya di video ini!