Saturday, 30 April 2016

Make Over? Berbahagialah :)

Tadi pagi saya melihat beberapa video TED. Entah mengapa, video TED yang saya tonton durasinya panjang-panjang. Dan temanya beragam. Mulai dari ngomongin musik, kantong kresek, email spam, kenapa harus google, sepatu sebagai komoditas, membaca, cara membelajarkan sains sampai ke ngomongin penjara rahasia. Pagi yang semarak!

Dari nonton dan mengamati beberapa video tersebut, seperti biasa saya sangat tertarik dengan kemampuan public speaking dari para pembicaranya. Kemampuan ngocoblak depan umum dengan durasi yang relatif singkat, menggunakan bahasa yang (relatif) sederhana dan persuasif.

Dari beberapa video tersebut, saya cukup terkesan dengan video ini. Mari intip duluuu




Yang saya inget banget: suara alam tuh keren bangetttt. Dan sangat bisa banget jadi inspirasi saat ngarang lagu dan melodi. Kebayangnya suara-suara alam gitu kan ya asalnya. Tapi yang diambil contohnya adalah suara burung yang diperlambat. Jadi mirip yang lagi latihan (pemanasan) nyanyi.

Trus yang saya ingat lagi: inspirasi buat bikin musik itu bahkan bisa berasal dari berbagai aktivitas sehari-hari. Dari suara-suara yang sepertinya biasa, tapi dengan sense musik yang bagus, bisa jadi sumber inspirasi banget ternyata. Yang dicontohin adalah bunyi mindahin tutup panci. Jadi keren setelah diaransemen.

Kondisi yang dihadapi bisa sama, bunyi yang didenger bisa sama, tapi kemudian hasil olahan pikiran dan rasa yang dihasilkan bisa beda di tangan pemusik mah.

Kontennya sendiri tentang permusikan, silakan diliat di video ya. Tersedia juga terjemah bahasa indonesia di web TEDnya.

Saya sebenernya cukup tertarik dengan gaya bahasa, ekspresi dan bahasa tubuh dari Meklit Hadero dalam video tersebut. Apa ya? Susah bilangnya. Tapi secara keseluruhan menarik. Cantik mah ya ga gitu-gitu amat. Tapi saat membicarakan hal yang dia minati (dalam hal ini permusikan), bikin aura kerennya keluar. Jiwanya kaya ikut bicara.  Bahasa tubuhnya selaras sama yang lagi dia omongin. Tampak sangat nyaman dengan dirinya. Asik dan seneng aja ngeliatnya. Mungkin itulah yang disebut inner beauty.

Apakah dia dandan abis-abisan dan sekelas miss universe? Enggak lah. Kebahagiaan dan kecintaan terhadap tema yang sedang dia bicarakanlah yang membuatnya jadi keren.

Saya jadi teringat sama teman saya yang bernama Wulan. Dia juga sejenis orang yang bahagia dengan dirinya. Bermula dari kenyamanan sama dirinya sendiri, membuat orang yang berada di sekitarnya juga merasa nyaman. Padalah dari segi berat badan, dia keitungnya gemuk. Dengan image cantik ala iklan, yang biasanya diidentikkan dengan rambut lurus, hitam dan panjang, lansing, putih dkk tea, tentunya Wulan gak masuk itungan cantik secara mainsterm. Tapi kalau kapan-kapan temen-temen ketemu Wulan, maka bisa langsung ngerasa bahwa dia pribadi yang asik dan menarik.

Jago moto (foto yang dibelakangnya itu banyakan foto dia untuk program Creativenet)

Bisa banget menikmati hidup, Hobinya traveling dan gampang banget ngebland sama orang baru yang asik-asik

Nah, keliatan kan bukan gadis yang lansing? Tapi itu bahkan ga pernah jadi masalah buatnya. 


Berbagai kelebihan dan kebahagian yang seperti itulah yang bikin dia menarik secara alamiah.

Jadi, make over itu bisa nyulap penampilan. Tapi apa yang terpancar dari dalam diri, termasuk kebahagiaan dan rasa sayang terhadap diri sendiri, akan lebih mendominasi tingkat kemenarikan dan keasyikan seseorang.

Make Over? Berbahagialah :)


*foto Wulan bersumber dari instagram @wwulantr


follow @1mg1cerita



Sunday, 17 April 2016

Apa Makna dari Hadiah?

Hari ini ulang tahunnya Mega. Tidak ada acara khusus untuk momen tersebut. Yang terjadi hanyalah kumpul-kumpul: ngopi, makan-makan seadanya dan nongkrong sambil gapleh. Bagian yang menarik dari ulang tahun Mega kali ini adalah, ada seorang teman yang memberinya hadiah.


Lego. Foto: Mega

Hadiah ini cukup disenangi oleh Mega karena pada dasarnya dia senang dengan aktivitas menyusun sesuatu yang sudah ada gambar modelnya. Katanya, keasyikan itu ada pada saat menyusun dan saat sudah jadi.

Keasyikan menyusun tersebut, bisa sampai menyihir Mega untuk anteng berjam-jam. Beberapa temannya cukup tahu "keantengan" Mega tersebut. Kakapalan ini adalah salah satu karya yang telah dibuatnya. Bukan lego, tapi cara kerjanya kurang lebih sama. Namanya mokit.


Mokit Mega

Hadiah buat Mega ini mengingatkan saya bahwa hadiah yang disukai adalah biasanya hadiah tersebut adalah hadiah yang disukai dan yang "gue banget". Bukan urusan harga, murah atau mahalnya hadiah tersebut. Coba bayangkan adegan saat temannya Mega ini mulai memikirkan, "hadiah apa yang cocok ya?". Mulai dari mikir dan nginget-nginget "dia senengnya apa ya? warna favoritnya apa ya?" Lalu proses tersebut dilanjut dengan pergi ke toko dan milih-milih hadiah yang paling yang cocok.

Dengan profesi saya (dulu) sebagai tukang pencari kado untuk kado udunan, saya bisa bayangin proses muter-muter toko tersebut. Bahkan, pada kondisi yang sulit karena "belum nemu yang sreg tapi pengen kasi hadiah yang membahagiakan", kadang saya perlu keluar masuk beberapa toko. Toko bahkan bisa sampai berada di beberapa daerah yang berbeda. Kebayang kan? Makaning pake angkot. Jaman dulu kan belum musim motor seliweran kaya sekarang.

Satu lagi yang berkesan dari urusan perkadoan ini adalah bila kadonya "gue banget", warnanya warna favorit dan HANDMADE yang beneran dibuat oleh pemberi kadonya. Proses awal mikir dia, kurang lebih sama dengan hadiah yang beli di toko. Bedanya dia ga muter-muter toko, tapi ngutek bikin bisa sampai berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Edun pan? Segitunya. Dulu saya pernah bikinkan hadiah semacam itu untuk teman. Gada barbuk fotonya euy tapi. Dulu ngasih diary tapi sampulnya yang niat banget. Pake kain strimin dan dikasi tusuk silang yang dirangkai namanya. Sampai beli buku pola huruf tusuk silang.

Ada juga hadiah yang saya berikan tanpa biaya sama sekali tapi waktu yang diperlukan banyak (pisan). Dulu saya membuatkan kolase foto sebagai poster ucapan selamat ulang tahun di media sosial. Jangan bayangkan kemudahan pendokumentasian saat ini yang hampir semua orang punya smartphone untuk foto. Dulu kamera masih jarang dimiliki. Masih untung, saat itu sudah masuk era kamera digital, jadi dokumentasinya berbentuk softcopy yang bisa berada di 1 tempat. Tapi dampaknya, karena dulu kegiatan yang didokumentasikan lebih banyak pada kegiatan tertentu saja maka foto narsis yang bisa dipilih tak sebanyak sekarang. Jadi yang dilakukan adalah ngubek-ngubek foto banyak kegiatan. Gak butuh uang, tapi butuh waktu yang banyak. Dan buat saya, waktu adalah sesuatu yang cukup berharga untuk "dikadokan".


Etapi, hadiah itu bukan hanya pas ulang tahun loh. Ada orang-orang tertentu yang punya kebiasaan memberikan perhatian pada orang yang disayanginya (disayangi teh ga selalu berarti pacar/pasangan ya) dengan memberikan hadiah-hadiah kecil. Kapan wehhh. Salah satu yang sering dilakukan adalah membawakan oleh-oleh saat baru pulang dari tempat jauh. Itu sepertinya standar kan ya? Tapi sentuhan kecil yang personal bisa membuat hadiah tersebut meninggalkan kesan tersendiri. Beberapa saat lalu, saya mendapat hadiah coklat pala. Enak, kecil, 1 buah. Namun dipermanis dengan ucapan selamat menikmati dan diiket-iket pake pita lucu. Niyat bangettttt.


So sweet kan? 

Dan juga kadang ada yang ngasi hadiah ke kita, tapi sebenarnya bukan benda yang kita banget. Contohnya saat saya dikasi hadiah kalung. Kapan coba saya pakai kalung? Tara pernah. Tapi saat dia bercerita tentang "kenapa dia pilihkan hadiah itu", baru terasa betapa bermaknanya hadiah tersebut. Ini juga jenis hadiah yang so sweet karena kata-kata yang tercantum sebagai makna dari liontin kalung tersebut merupakan harapan untuk saya yang (saat itu) sedang galau berat.


New Beginnings :) 


Begitulah seputaran makna dari hadiah. Saat saya membayangkan makna yang terkandung dalam aneka hadiah yang pernah diterima membuat saya bahagia :)

Hadiah kaya gimana sih, yang menurutmu bermakna dan membahagiakan? Mari berbagi!


follow @1mg1cerita



Wednesday, 13 April 2016

Tempat Apakah Ini?

Budi bermimpi, ia dan ibunya pergi ke sebuah tempat yang isinya ribuan galon dan ribuan keler kaca. Tempat apakah ini? Rasanya asing tapi tampak akrab. 

Ibu Budi menggandeng tangan Budi. Tangan sebelahnya membawa tas kain yang berisi botol selai kosong, wadah shampo kosong dan kotak makanan kosong. Mereka berdua keliling-keliling sambil mengincar aneka barang yang ada. Ibu Budi langsung tak tahan ingin membeli aneka sabun mandi, sampo dan minuman literan yang ada di dalam galon. Wah, ternyata aneka selai pun tersedia dalam keler-keler kaca. Gentong-gentong berisi aneka tepung lokal juga tersedia! Aneka buah favorit ayah pun tersaji tanpa kemasan styrofoam. Mata Budi jelalatan melihat banyaknya permen, sereal dan kue-kue kiloan yang terpajang di keler kaca. Banyak makanan favoritnya! Tapi semua tersaji tanpa kemasan plastik. Kemasan plastik warna-warni, tak satupun mereka temui. 


Sumber foto: https://www.instagram.com/p/BDn0LCZJqRA/

Tanpa terasa seluruh lampu tempat tersebut telah mati. Mereka berdua terkunci di dalam. Tak ada orang lain yang menyadari bahwa masih ada Budi dan ibunya. Ibu Budi segera menelpon ayah Budi. Budi pun berusaha menghubungi ayahnya. Tapi tak bisa karena kehabisan pulsa. 

Di pagi harinya akhirnya Budi dan ibunya baru bisa keluar toko setelah ada petugas cleaning service yang datang di pagi buta. Manajer segera mendatangi mereka berdua dan berjanji untuk memberikan voucher belanja seumur hidup bagi keluarga Budi. 



follow; @1mg1cerita
  

Friday, 1 April 2016

Yakin, Zero Waste itu Bisa?

Tanpa sampah? Zero Waste? Nol Sampah?

Banyak orang yang bilang itu tak mungkin. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, memang kadang sulit dibayangkan sehingga sulit dipahami.

Dampak negatif dari masalah sampah, sebegitu seringnya kita lihat. 
Ada yang berbentuk film serem pisan kaya film ini..




Atau ini



Ada bagian solusinya juga sih di film itu teh. Tapi pasti weh da ada yang "protes" dan bilang bahwa: contoh positif itu kan di luar negeri! Kalau contohnya belum jleg depan mata, memang biasanya cukup sulit ditiru di area kita sendiri. 

Ada juga tentang bahaya ini itu yang divisulisasikan dalam poster.  


Poster tentang proses kembalinya racun dari plastik ke konsumen 

Infografis tentang masalah sampah di Bali

Bahkan yang digambarkan adalah parahnya masalah sampah di lautan. Foto ini adalah foto yang malu-maluin Indonesia. Foto ini dulu tenar banget pada masanya.

Dasyatnya berselancar di Endonesya! Lihat itu sampahnya. Buset daaahh!

Hal-hal "negatif" terkait sampah memang perlu diketahui dengan cukup detil. Termasuk kemungkinan terburuknya. Itu diperlukan supaya kita mengetahui kemungkinan yang terburuk yang akan terjadi dan juga untuk bikin kita ingin melakukan perubahan. 

Tapi begitu kita sudah penuhi tangki niat kita sampai 100%, kadang ada aja hambatannya untuk melakukan perubahan tersebut. Salah satu yang saya identifikasi sebagai salah satu penyebab adalah sulitnya mencari contoh yang ideal dan sudah mulai kelihatan bentuknya. 

Ideal itu seperti apa?
Dari yang saya pahami, konsep pengelolaan sampah (atau lebih tepatnya material) itu perlu dilakukan di setiap titik. Baik dari proses ekstraksi (pengambilan sumber daya daya seperti penambangan dll), proses produksi, distribusi, konsumsi (di rumah dll) dan pembuangan. 



lengkapnya silakan lihat di sini

Sekarang saya lagi pengen soroti tentang apa yang perlu dilakukan di rumah sebagai salah satu titik konsumsi. Coba perhatikan lebih detil bagian berikut: 




Kita bisa lihat bahwa ada panah masuk ke arah rumah dan ada panah keluar yang keluar dari arah rumah. Artinya, bila kita ingin melakukan intervensi di area konsumsi (dalam hal ini rumah) kita perlu pertimbangkan 2 aspek: 
1) apa yang masuk ke area rumah (maksudnya sumber daya yang dikonsumsi)
2) apa yang keluar ke area rumah (maksudnya limbah yang dihasilkan)

Mari perhatikan piramida pengelolaan sampah berikut:


diambil dari slide pelatihan Zero Waste Lifestyle YPBB

Kondisi real saat ini (dan dimana-mana), lapis bagian bawah (pembuangan) justru paling banyak dilakukan. Karena memang sudah kebiasaan dari lama bahwa "buanglah sampah pada tempatnya" adalah yang terbaik dan urusan kita dengan si sampah itu sudah selesai. BHAY! (kata anak mudah jaman sekarang mah) Padahal tingginya tingkat pembuangan sampah dari rumah mengakibatkan jumlah sampah di TPS dan TPA terus meningkat. Sampah itu kebanyakan gak diapa-apain loh. Ditumpuk wehhhh kitu. 

Udah pernah ke TPA? Pasti tau lah gimana nambrunya si sampah-sampah dari kota tersebut. Buat yang belum pernah, simak dulu nih yaa..





Dengan kondisi seperti ini, apa dong bisa dilakukan? 

Mari penuhi pikiran kita dengan aneka contoh baik (dan berhasil) dalam level hirarki yang lebih tinggi lagi derajat "membuang sampah".

Mulai banyak bermunculan contoh-contoh baik dan berhasil tersebut (di luar pentingnya kita tahu kemungkinan terburuk bila tak melakukan apapun). 

Beberapa saat yang lalu saya diundang oleh tim Lab Tanya (atas nama YPBB) di area Bintaro untuk berbagi tentang pengelolaan sampah rumah tangga. Di komunitas ini, justru saya melihat contoh nyata (walaupun hanya lewat cerita dalam beberapa jam karena keterbatasan waktu) tentang arah kegiatan yang lebih mengarah ke level pengurangan sampah. Mereka menyebutnya dengan Strategi Pintu Masuk. Mengapa strategi itu penting? Sampah itu gak ujug-ujug ada di tempat sampah loh. Tapi pasti ada perilaku kita yang membuat mereka ada di tempat sampah. Itu salah satu paradigma yang penting pisan!


Nampang dulu bentar :) 


Dengan Strategi Pintu Masuk tersebut dan juga dengan model simulasi 7 hari saja, ternyata jumlah sampah beberapa warga bisa berkurang secara signifikan. Bisa sampai 80% nya loh. Hebats pisan kan ya? 


Contoh penguranan sampah yang dilakukan oleh salah satu warga

Salah satu lagi poin penting yang tim Lab Tanya bersama warga Bintaro adalah pendokumentasikan proses simulasi. Sebentar proses yang tampak tapi pendokumentasian bagus (dan pasti di baliknya ada proses pembelajaran yang panjang di tim kerja Lab Tanya)
Pertemuan yang sebentar dengan warga Bintaro tersebut kemudian membuat saya ingin tergabung di grup wasap warga. Ceritanya mau belajar proses pendampingannya. Eta grup gada matinya pisan. Sampai ga kekejar bacanya juga (tapi kalau baca grup wasap horehore keburu hahhaha). Lewat skimming di grup, beberapa kali terdengar kabar bahwa ada warga baru yang berminat untuk mencoba simulasi pengurangan sampah tersebut. 

Seperti apa simulasi 7 hari tersebut? Selamat menyimak :) 




*karena contoh perubahan nyata dan keteladanan adalah kekuatan terbesar untuk sebuah perubahan*


follow @1mg1cerita

Friday, 25 March 2016

Aceh dalam Kenangan :)

Tadi siang, dapet kabar dari Fara dan Rahyang bahwa mereka ketemu di Aceh!


Fara dan Rahyang (foto koleksi: Rahyang Nusantara) 

Rahyangnya dulu sempat kerja bareng 1 tim di YPBB dan Faranya adalah alumni program BLP Aceh. Bridging Leadership Program. YPBB (dan saya salah satu fasilitatornya) sempat ikut terlibat di program tersebut di rentang tahun 2007-2011.

Begitu dapet kabar tersebut, ingatan saya langsung melayang ke berbagai hal terkait Aceh! (mie dan kopi sanger salah dua hal yang saya ingat cepats heehhe)

Malem ini, mau flashback dikit tentang Aceh-acehan ah :) Ini beneran mengandalkan ingatan dan hasil bongkar-bongkar dokumen kegiatan. Dulu belum musim hape kamera kaya sekarang soalnya.

2006:
Kali pertama naik pesawat!
Bukan untuk program BLP sih, tapi kalau gak salah jadi notulen untuk kegiatan Kail. Yang diinget, ada pelatihan di rumah kayu dan sesi prakteknya (team building) berlokasi di pantai. Pantai yang dulu kehantem tsunami.

Lalu ada kesempatan selanjutnya untuk jadi tim fasilitator program BLP! Lokasi pelatihannya jauuuuhh dari kota yaitu di Takengon. Ga nemu foto-fotonya. Tapi itu tempat yang indah pisannnnn. Begitu bangun, bisa lihat danau! Di perjalanan, saya pertama kalinya lihat gajah yang ada di alam terbuka, tanpa dikandangin dan hutannya hutan yang masih asli!

Saat itu masih banyak mobil-mobil asing di area Aceh karena masih dalam masa perbaikan setelah porak-poranda tsunami.

2008:
BLP tidak ada tahun 2007. Tapi lalu BLP dilanjut lagi tahun 2008. Saat itu kepanitian dibantu oleh beberapa alumni angkatan satu. Lokasinya tetap tidak di Banda Aceh. Kali ini di Jantho.

Lihat nih kerennya pemandangan dari balik lokasi pelatihan di kala ituuu.


Pemandangan dari Bapelkes Jantho

Kondisi alam di Aceh ini masih banyak yang kereeeeeen dan alami. Saya lupa tepatnya dimana, tapi ada daerah yang selokan dan sungainya masih jernihhhh. Harap maklumi kekatroan saya dan teman-teman kala melihat kondisi yang masih alami ini. Secara, di Jawa udah mulai jarang ada sungai yang jernih. Kalaupun ada, perlu nyusruk-nyusruk jalannya.

Saat itu, fasilitator dari YPBB masih bertiga: saya, David dan Dedi. Selain berkegiatan di kelas, beberapa bagian dari pelatihan juga diadakan di luar seperti di lapangan dan juga spot-spot nongkrong. Pamer beberapa foto dulu nih ya. Seneng banget rasanya pas bongkar-bongkar arsip foto BLP!

Simulasi Kesejahteraan

Kerja kelompok sambil ngademmm

Keseruan sebagian peserta BLP 2


2009:
Melalui program BLP tersebut, mulai tahun 2008 saya minimal setahun sekali ke Aceh!
Gak nemu dimana foto-foto ketika angkatan tiga ini pelatihan. Tapi ada foto bareng angkatan mereka.

Angkatan 3 BLP versi resmi

2010-2011:
Kembali lagi ke Aceh! Tapi tahun 2011 ternyata menjadi tahun terakhir saya ke Aceh untuk BLP! Sedih :(
Tapi cukup bahagia karena selama beberapa tahun bolak-balik ke Aceh dapet banyak pengalaman dan juga teman baru. Dan mudah-mudahan rangkaian pelatihan ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam hidup teman-teman BLP juga. Tim YPBB pun bertambah, mulai tahun 2010 ada Rima dan Piki.

Formasi terakhir tim fasilitator BLP - YPBB, kala itu kita pakai pin kenang-kenangan dari peserta!

Pelatihan 4 ini ada 2 gelombang. Gelombang 1 diadakan di Mata Ie dan gelombang 2-nya diadakan di kantor BLP. Ada bang Yeye sebagai staf Aceh di angkatan 3 dan di angkatan 4 ada bang Dayat. Selain itu ada TOT juga untuk para alumni yang mulai belajar fasilitasi di acara pelatihan angkatan 4.

Ini rumah tempat pelatihan angkatan 4! 

Warna rumah di aceh cenderung gonjreng-gonjeng. Dan rumah kayu sebagai rumah yang lebih berkelanjutan, ternyata makin lama makin berkurang.

Salah satu rumah Aceh yang ditemui saat kunjungan lapangan


Angkatan 4 yang seru!

Selain kegiatan di Aceh, ada juga kegiatan magang di pulau Jawa bagi beberapa orang peserta dan YPBB sempat menjadi salah satu organisasi tujuan magang. Selain mengenal aktivitas di lembaga tujuan, para peserta pun belajar tentang pola hidup yang baru. Itu semua menjadi pengalaman baru buat mereka.

Di angkatan 4 BLP, pasca magang mereka berpelatihan di Bandung. Sharing pengalaman dan beberapa aktivitas layaknya pelatihan. Saya dan Rima waktu itu menengok mereka dan ngajak mereka melihat kota Bandung sejenak. 

Hmmm, ada banyak kenangan berseliweran di kepala saat melihat kumpulan foto kegiatan BLP Aceh di rentang 2007-2011. Dan sebenernya banyaaaaakk banget yang saya pengen ceritain. Ini bagai menyusul puzzle ingatan dari banyak peristiwa di masa itu. 

Dan akhirnya semua menjadi kenangan indah. Sampai ketemu lagi Aceh dan teman-teman BLP :)
Biar bagaimanapun, Aceh lebih berpeluang untuk berkelanjutan dibanding pulau Jawa yang alamnya sudah hancur lebur ini!

*seluruh foto dari arsip YPBB - BLP








Follow @1mg1cerita

Wednesday, 16 March 2016

Kimchi + Kimjan

Edisi cerita minggu ini berbau Korean ah. Bukan karena kemarin-kemarin banyak nonton film Korea sih, tapi karena di hari minggu kemarin, saya ikutan kegiatan ini niiiih


Poster: Kuncup Padang Ilalang

Membuat fermentasi rumahan ini sebenernya adalah tantangan yang sudah dari lama ingin saya jawab. Walaupun di Indonesia kita gak mengalami musim dingin sehingga harus nyetok makanan (sayur atau buah) fermentasi, tapi kondisinya adalah ada kalanya kita punya stok sayur atau buah berlimpah. Daripada sayur atau buah tersebut jadi food waste, mending diawetin sehingga gak terbuang. Dikulkasin bisa tentunya. Dan fermentasi adalah salah satu alternatif pengawetan lainnya. 

Jaman kuliah (sebagai anak biologi tea lah ya, maenya weh) saya sempat dapet mata kuliah yang didalamnya belajar tentang fermentasi-fermentasian. Tapi kayanya banyakan teori dan prinsip yang lupa daripada yang inget. Yang samar-samar diinget adalah dulu sering praktikum bikin ini itu yang ujungnya bisa dimakan. Bagean makan-makan aja inget wkwkwk. Jadi emang perlu belajar lagi biar semangat dan derrrrr dicoba dijalankan dalam keseharian.

Berbekal keler kaca, lap kain bersih, karet gelang dan uang 25ribu sajah, akhirnya berangkatlah saya ke Rumah Kail untuk belajar lagi tentang proses fermentasi. 25 ribu sih tanpa biaya untuk pematerinya. Justru biar bisa dapet konsumsi sehat (jagung rebus dan teman-temannya) saat berkegiatan dan pulang bisa bawa hasil olahan kimchi dan juga kombucha (tentang kombucha saya ceritain kapan-kapan ya).

Mari kita kimjan! Kimjan adalah istilah yang dipakai untuk aktivitas bikin kimchi rame-rame. Nama boleh ke-korea-korean, tapi sayurnya pasti bisa didapat di pasar lokal seperti sawi putih, wortel dan timun. Bumbu-bumbunya ada yang hanya ada di Korea jadi perlu dibeli di supermarket khusus, tapi bisa diganti sama yang lokal-lokal, contohnya bubuk cabe. Sisanya bisa banget dari bahan-bahan lokal. Resep lengkapnya bisa diintip aja di blog resep-resep ternama seperti disini.


Ini pas penjelasan awal dari Dhila


Dan saya baru tahu bahwa kimchi ternyata adalah salah satu dari 5 makanan tersehat di dunia! Wah hebaaattttt! Orang Korea katanya sehat-sehat karena biasa makan yang mentah-mentah dan juga aneka fermentasi rumahan. Ini berguna untuk daya tahan tubuh dan bikin mereka ga gampang sakit. Kenapa? Karena dari proses fermentasi tersebut akhirnya makin bertambah banyaklah bakteri-bakteri baik di dalam kimchi dan bakteri-bakteri tersebut baik untuk tubuh. Jadi, catatan penting "mengapa kita perlu makan makanan terfermentasi" selain untuk mengurangi potensi food waste, juga untuk memperbanyak pasukan bakteri yang baik untuk tubuh.

Tahap-tahap pembuatan kimchi hanya 2 saja. Setelahnya, kimchi siap disantap setelah 2 hari disimpan di wadah yang tertutup.


Foto: Jessisca Fam


Foto: Jessisca Fam

Acar adalah makanan yang gak terlalu saya minati. Kalau pesen nasi goreng dan kawan-kawannya di tempat makan, biasanya saya pesan tanpa acar. Dengan aneka pengetahuan baru saat membuat kimchi ini, paling tidak menambah semangat saya untuk mencoba menikmati enaknya acar-acaran seperti kimchi. Apalagi kimchi bukan dibuat dari cuka pabrikan, jelas lebih sehat.

Tapi rupanya lidah ini belum sepenuhnya familiar dengan kimchi. Jadi saya mencoba memasak kimchi menjadi makanan olahan. Resep yang keren-keren dari kimchi silakan digoogling sendiri lah. Misalnya seperti resep sup kimchi ini. Kemarenan, saya akhirnya masak kimchi pakai bahan seadanya di kosan dan sabisa-bisa aja da tanpa resep yang jelas. Hasilnya enakkkkk! Jadi selain sehat, si kimchi ini ternyata bikin rasa seger yang khas bagi makanan olahannya.


Nasi Goreng Kimchi

 

Bihun Kuah Kimchi

Mie Kuah Kimchi


Begitulah hasil petualangan berkimchi ria bersama teman-teman di rumah Kail :)


Friday, 4 March 2016

Beli Cemilan #ZeroWaste Yuk!

Ketika ada di daerah asing dan belum sempat orientasi medan, salah satu masalah adalah: kita akan potensial nyampah pas bela-beli makanan/minuman.

Hal ini kejadian saat saya mau pulang dari Jogja. Saat itu, saya akan membeli makanan bekal karena akan melewati waktu sarapan di kereta saat perjalanan menuju Bandung. Daripada di kereta bela-beli makanan, mending nyari makanan di tempat yang lebih variatif pilihannya.  Jadi visinya adalah: mencari makanan yang minimal bisa buat ganjel-ganjel tapi ga nyampah.

Saya mulai menjalankan misi dengan mendeteksi potensi penjual makanan terdekat dari tempat nginep. Di depan tempat nginep ada toko roti, tapi ternyata sudah tutup. Akhirnya ketemu satu supermarket!

Pada dasarnya saya jarang bela-beli makanan jadi di supermarket kecuali yang keringan dan tahan lama. Rada tutup mata aja dululah dengan potensi sampahnya karena beberapa barang memang masih rada sulit cari alternatifnya walaupun dibeli di pasar tradisional.

Dengan kebutuhan cari "sarapan" mulailah mata menjelajah cari makanan yang tak bersampah. Salah satu pilihan adalah BUAH. Kepikirnya kaya apel dan sejenisnya. Tapi dipikir-pikir lagi, kan gada pisau-pisau-an. Atau bisa juga sih beli buah sejenis pisang atau jeruk yaitu buah yang bisa dimakan tanpa harus pakai pisau.

Sebelum akhirnya memutuskan beli buah, saya kelalang-keliling cari alternatif lain. Rasanya hampir semua berkemasan plastik warna-warni. Tak bisa didaur ulang pula plastik macam itu. Ujungnya jadi sampah dan numpuk menuh-menuhin TPA. Nah, tapi satu bagian yang menarik yaitu snack-snack curah. Belum berkemasan dan dipajang dengan cantik.




Gorengan emang gak baik heheheh, tapi ini pikabitaeun. Tapi kemudian mikir lagi: Kira-kira bakal bisa ga ya, beli cemilan ini pakai wadah yang dibawa sendiri?

Dan hasilnya adalaaaahhhhhhhhhhh: BISA.


Wadah snack yang saya bawa sendiri. Misting tea geuning. Cuma lupa gak foto bagian isinya zzz


Hatur nuhun kepada mas-mas superindo yang mau bolak-balik ladenin pembeli bawel ini  :)
Saya beli 2 item snack yaitu jamur dan teri goreng tepung. Kuduna ngurangin gorengan, tapi sesekali mah gapapa lah (ngeles).

Pertamanya saya minta si mas timbang mistingnya dan lalu di-nol-in. Lalu saya minta si mas isi setengah bagian misting dengan jamur goreng. Lalu masnya nimbang jamurnya + kasi label harga. Dan di-nol-ini lagi. Kemudian minta lagi si mas isi setengah bagian misting dengan teri goreng dan masnya nimbang lagi dan kasi label harga.Kenapa harus di-nol-in? Biar berat mistingnya terkurangi.


Timbangan elektrik yang dimaksud

Timbangan elektrik ini biasanya juga dipakai untuk nimbang daging dan kawan-kawannya. Area buah punya timbangan lagi tersendiri. Sama-sama elektrik juga. Sebenarnya di pasar tradisional dan toko-toko kecil sudah banyak yang menggunakan timbangan elektrik ini. Tapi saat diminta untuk memberikan layanan timbang menggunakan wadah milih pembeli, gak cukup banyak yang paham dan mau ngeladenin. Mungkin asa ribet atau emang teu biasaeun weh makenya. Yang mana, kalaupun "dibimbing" dan dikasi tutorial secara baik-baik, responnya gak selalu positif. Malahan ngeluarin pernyataan-pernyataan aneh semacem:

1) "pokonya pembelian minimal 1 ons" --> har, kan tinggal tulis aja harga sekilonya berapa. Mau beli segimanapun, penjual gausah mikir lagi atau pegang kalkulator untuk hitung harganya karena langsung tertulis di display timbangannya.
2) "gak bisa neng kalo gitu" --> ituteh padahal udah dikasi tutorial tapi keukeuh. Mungkin alasan lainya terkait dengan banyaknya antrian di belakang saya si mamangnya males ladenin pembeli dengan "rikues khusus"
3) dll , sila boleh ditambahkan oleh teman-teman yang pernah berada pada kondisi serupa.

Sip, berkat kerja sama dengan si mas tukang timbang maka visi beli "sarapan" cemilan yang tanpa sampah TERLAKSANA!
Beli cemilan #ZeroWaste ? Bisa dongggggggg


Follow @1mg1cerita